Malam itu tepat perayaan ulang tahunku ke-17 tahun. Sama halnya dengan remaja lain aku ingin sekali ulang tahunku dirayakan, karena biasanya hanya dirayakan oleh ayah dan kakak di rumah. Kemarin aku memohon pada ayah dan ayah mengabulkan permintaanku. Aku sangat beruntung memiliki seorang ayah yang selalu sayang padaku dan kakakku.
Malam perayaan ulang tahunku sangat meriah karena hampir semua teman yang kuundang datang dan beberapa teman kakakku juga datang, tapi di tengah keramaian malam itu hatiku tiba-tiba merasa sunyi. Saat aku meniup lilin aku didampingi kakak dan ayah di kanan kiriku. Terlintas sejenak andai saja ibu ada di sini betapa bahagianya aku, dan pastinya ayah marah karena suapan kue pertama bukan untuknya tapi untuk ibu. Tapi sayangnya ibu telah pergi ke surga yang indah itu.
Di setiap hari pentingku, kakak dan ayah selalu mengatakan, bahwa ibu ada di samping kami dan ibu selalu bersama kami. Satu hal yang tak pernah ayah beritahu tentang ibu yaitu kenapa ibu meninggalkan kami terlebih dahulu. Hal itu selalu aku tanyakan pada ayah, tapi sayangnya ayah selalu janji mengatakan ketika usiaku sudah cukup. Dan sekarang usiaku sudah cukup bukan, usiaku sudah tepat 17 tahun. Bukankan di Indonesia usiaku sudah cukup dianggap dewasa? Hehe.
“Ayah,” panggilku saat kami sedang duduk bersama di atas ayunan belakang. Ayah tersenyum seakan sudah tahu apa yang ingin kukatakan. “Pasti mau tanya ibu lagi,” sambung kakak. Aku tersenyum dan ayah mulai bercerita.
Kakak yang tadi duduk di balkon langsung menghampiri ayah dan menangis tersedu-sedu. Kami bertiga menangis dan mengenang kenangan bersama ibu, tapi aku hanya bisa menggambarkan wajah ibu dalam ingatan saja karena aku belum pernah melihatnya sama sekali.
Ibu pergi meninggalkan aku tepat beberapa jam setelah melahirkan aku. Kata ayah, ibu memiliki penyakit dan saat hendak melahirkanku dokter sudah membicarakan pada ibu bahwa akan ada salah satu yang kurang beruntung. Tapi ibu tetap menyakinkan pada dokter bahwa aku dan ibu akan selamat. Namun dokter benar, dan demi aku, ibu ikhlas pergi. Ibu memberikan nyawanya demi aku. Ibu, kau segalanya. Ternyata itu alasan ayah selama ini kenapa di setiap doa sehabis ulang tahunku selalu menambahkan dengan bacaan al-fatihah.
Advertisement
Ibu andaikan kau tahu betapa beruntungnya aku yang memiliki seorang wanita sepertimu, yang mungkin wanita lain hanya mementingkan keselamatan untuk dirinya bukan anaknya. Pengorbanan seorang ibu memang luar biasa. Mulai dari minggu pertama kehamilan yang mengganggu selera makannya. Bulan selanjutnya perutnya bertambah beban yang katanya tidur pun susah miring. Bertambah berat aku dibawa kemana-mana. Lalu aku mulai menyusahkan menendang-nendang. Dan hingga kelahiran yang rela harus mempertaruhkan nyawanya sendiri.
Oleh karena itu, ayah selalu bilang jangan pernah sakiti wanita, jangan kasar padanya, hormati dia dan berperilaku baiklah padanya.
Ini adalah ceritaku tentang pengorbanan seorang ibu.
- Di Balik Capeknya Mempersiapkan Pernikahan, Ada Hati yang Sedang Dikuatkan
- Indahnya Hari Pernikahan Bukan Terletak pada Kemewahannya Semata
- Menikah di Usia Belia, Menyatukan Perbedaan Dua Keluarga Tidaklah Mudah
- Menikah Itu Jadi Ancaman Terbesar dalam Diriku
- Mau Pacaran Berapa Lama Pun, Tetap Saja Jodoh di Tangan Tuhan
(vem/nda)