Seperti tidak akan pernah ada habisnya, pertanyaan demi pertanyaan akan selalu datang menghampiri dalam kehidupan. Contohnya pertanyaan kapan. Walau hanya satu kalimat pendek, tapi waspadailah karena pertanyaan kapan hanyalah kata pengantar untuk kalimat panjang selanjutnya.
Pertanyaan yang paling mendasar, umum, klise, sensitif, dan paling sering terdengar untuk kaum hawa adalah “Kapan menikah?” Sudah seperti penyakit yang menular, pertanyaan itu akan merambat sampai meluas, bahkan tak jarang sampai keluar dari topik pertanyaan awal. Apalagi untuk wanita yang sudah cukup umur, bahkan sudah menginjak usia kepala tiga. Pertanyaan tentang pernikahan sudah seperti hantu yang menempel, enggan pergi, dan mengikuti kemana pun langkah kaki.
Saya adalah wanita yang sudah cukup umur itu, adalah wanita yang usianya sudah menginjak angka tiga itu. Namun belum juga menikah dan persoalan tentang itu masihlah sebuah wacana. Apakah perkara menikah itu sulit? Kenapa bisa sampai sekarang belum juga terlaksana? Tentu saja tidak sulit, tetapi bukan berarti semudah itu.
Pertanyaan KAPAN MENIKAH adalah pertanyaan terbanyak yang menghampiri saya. Dimulai dari teman-teman yang satu demi satu melepas masa lajangnya, saya pun seakan ikut harus melepas masa lajang juga di waktu yang segera. Banyak dari teman-teman saya yang menikah di usia muda, dari sanalah pertanyaan tentang pernikahan mulai datang memburu saya. Lalu selang berjalannya waktu, sepupu-sepupu saya pun satu per satu mulai melepaskan masa lajangnya. Makinlah bertubi pertanyaan KAPAN MENIKAH untuk saya.
Seakan sudah terbiasa, saya yang awalnya risih dan marah karena pertanyaan yang selalu sama, sekarang lebih bisa untuk mengatasinya. Mau bagaimana lagi, lebih dari sepuluh tahun saya sudah berkenalan dengan pertanyaan itu. Mungkin karena sudah terlalu sering, lama-lama menjadi hal yang biasa. Biasa dalam mendengar pertanyaan, rasa yang dulu dipenuhi ketidaksukaan, kini berubah menjadi rasa maklum. Memaklumi jika itu semua memang sudah manusiwi. Dan pertanyaan tentang pernikahan yang datang, saya anggap menjadi doa.
Seperti sudah beberapa tahun ini, kado yang saya harapkan ketika ulang tahun adalah doa, “Minta doanya ya biar cepet nikahnya," dengan penuh harap saya akan mengamini doa dari mereka.
Sama seperti mereka yang bertanya, orangtua pun menjadi salah satunya. Sedikit yang membedakan adalah orangtua meminta apa alasannya. Saya pribadi, sangat bersyukur memiliki orangtua yang mau mengerti, walau kadang kala masih juga selalu mengulang pertanyaan, tetapi dalam ranah yang berbeda.
Ibu saya khususnya, bertanya dengan maksud mengingatkan dan karena mengkhawatirkan saya. Beliau cemas bila nanti ketika saya mulai mengandung anak pertama, usia saya sudah terlampau di atas 30, beliau memikirkan tentang bagaimana nanti proses persalinannya dan juga keselamatan saya, anaknya. Saya sungguh terharu, tapi mau bagaimana lagi jika memang jalannya belum ada. Satu yang bisa saya lakukan adalah berdoa, semoga Tuhan Yang Maha Esa akan selalu menolong saya ketika masa hamil dan persalinan kelak. Amin.
Tidaklah ada wanita yang tidak ingin menikah. Semua wanita yang terlahir ke dunia ini pasti memimpikan pernikahannya. Hanya saja, ada memang sebagian wanita yang pernah mengalami trauma di masa lalunya hingga ia memilih untuk tetap sendiri. Lainnya? Seperti saya ini, belum menemukan waktunya, belum diberi rezeki pernikahan.
Advertisement
Ya, pernikahan adalah salah satu dari wujud rezeki. Pernikahan adalah karunia. Jika rezeki berbentuk pernikahan belum juga menghampiri. Saya berpikir mungkin itu dikarenakan saya belum menjadi manusia yang baik menurut-Nya, mungkin Sang Maha Kuasa ingin saya menjadi istri dan ibu yang baik untuk keluarga saya kelak. Nah, untuk saat ini saya belum mencapai taraf itu, saya belumlah pantas mendapatkan bagian rezeki dalam bentuk pernikahan. Maka dari itu Tuhan masih memberikan saya waktu untuk lebih bisa memantaskan diri.
Namun, pastilah pertanyaan datang di dalam benak, “Terus kapan dong? Temen-temen gue anaknya udah pada gede semua. Lah gue?!” Janganlah pesimis, apalagi sampai berputus asa, itu yang selalu saya katakan kepada diri saya sendiri. Tuhan sedang merancang kehidupan indah untukmu nanti, itu cara saya meyakinkan diri saya. Semua akan indah pada waktunya, bukan?
Bila ditanya apakah saya belum memiliki pasangan? Jawabannya adalah sudah. Lalu apa masalahnya? Saya dan pasangan sudah memiliki rencana, tapi memang waktu dan kondisi yang belum memungkinkan.
Jujur, kami berdua belumlah bisa dikatakan settle dalam hal finansial. Selain itu, memang masih ada tanggung jawab pekerjaan yang harus kami selesaikan. Dan semua itu masih membutuhkan waktu yang utuh dari kami masing-masing.
Kami menyadari jika tanggung jawab ini terpecah dengan tanggung jawab lain seperti rumah tangga, kami belumlah sanggup membagi waktunya. Selepas dari apapun, yang terpenting adalah sepakat. Saling menerima dan mendukung kesibukan masing-masing merupakan kunci. Mewujudkan mimpi satu demi satu, menyicil mimpi dari sekarang. Semuanya demi masa depan untuk kehidupan bersama.
Untuk sebagian pasangan, pernikahan memang adalah hal yang mudah, mungkin ada bagian yang membuat pernikahan itu menjadi lebih mudah untuk mereka. Namun sebagian pasangan lainnya seperti kami, pernikahan bukanlah perkara yang mudah. Menurut saya pribadi, menikah adalah hal yang kompleks. Bukan hanya saling cinta, atau sudah siap satu sama lain, atau sudah mau berkomitmen dalam keadaan apapun, atau memiliki uang yang banyak, lalu bolehlah menikah. Buat saya, menikah lebih dari itu semua.
Menikah adalah ketika saya mau berubah menjadi manusia yang lebih baik dalam segala hal lahir dan batin. Menikah adalah ketika saya siap menerima kodrat wanita yang akan banyak berkorban dalam waktunya. Dan menikah adalah ketika saya mampu mengisi rumah pernikahan dengan kebahagiaan yang akan dibawa sampai ke akhirat kelak. Itu definisi saya, itu kompleksitasnya menikah. Saya percaya jika emosi yang lebih dewasa akan lebih baik menata dan membangun sebuah keluarga, apalagi untuk mendidik anak-anak.
Lalu, menjadi bebankah menikah? Tentu saja tidak. Justru dengan standar seperti itu, saya merasa menikah bukanlah menjadi hal yang main-main. Menjalankan penyempurnaan agama dalam pernikahan, tegakah saya jika harus main-main?
Mewujudkan tali pernikahan yang sakinah, mawaddah, warahmah, bukanlah seuntai kata-kata indah penghias pernikahan saja, tetapi memang tanggung jawab dan janji yang harus dibuktikan kepada-Nya.
Sebelum waktunya datang, memang kesabaran dibutuhkan. Bukan hanya untuk proses menunggu, tetapi juga sabar dalam menghadapi pertanyaan. Dalam kasus saya, sebenarnya pertanyaan yang mengganggu bukanlah dari luar, tapi justru dari dalam diri saya sendiri. Saya adalah tipe orang yang lebih menuntut banyak pada diri sendiri.
Selang berjalannya waktu, biasanya orang akan mengurangi kecenderungannya dalam bertanya. Entah sudah bosan atau tidak peduli. Namun pertanyaan demi pertanyaan tidak akan dengan mudahnya hilang begitu saja dalam pikiran.
Stop untuk bertanya kapan dalam hal pernikahan memang menjadi pertanyaan terbesar sekaligus terberat untuk saya pribadi. Menunggu dan menunggu dengan kesabaran dan bertubi-tubi doa mungkin akan berhenti sampai tiba waktu yang dinantikan datang di hadapan mata.
Wahai hati, berhentilah menanyakan perayaanmu. Tunggulah ia dengan cinta yang suci lagi tulusmu. Ke depannya, semoga pertanyaan pernikahan tidaklah lagi menjadi pengganggu di dalam pikiran saya.
Terakhir, katanya jika kita mendoakan seseorang, malaikat pun akan mendoakan kita. Maka dari itu saya di sini akan mendoakan semua sahabat Vemale. Untuk sahabat yang masih menunggu hari indahnya datang, saya doakan agar segera dipertemukan dan dilancarkan.
Untuk sahabat yang sudah dalam bahtera rumah cintanya, semoga selalu diberi kebahagiaan dan kesetiaan yang saling hingga akhir nanti. Dan untuk sahabat yang lain, semoga kasih sayang Sang Pencipta selalu menjadi perlindungan dan sumber kekuatan di setiap keadaan apapun. Amin. Amin. Ya Rabbal Alamin.
- Pernikahan Tak Cuma Menyatukan Dua Insan, Tapi Menerima Perbedaan Keluarga
- Saling Cinta Bukan Satu-Satunya Jaminan Bertahannya Suatu Hubungan
- Lebih Baik Berpisah daripada Bertahan dengan Pria Bermuka Dua
- Cinta Sejati, Suami Istri Ini Adalah Pasangan Tertua di Dunia
- Cinta Sempat Kandas Terhalang Weton, Akhirnya Malah Berjodoh dengan Mantan
(vem/nda)