Kisah kami bermula tanggal 19 Mei 2010.
Kami seangkatan, satu ruangan juga, jadi hampir tiap hari ketemu. Kalau bermula 2010, berarti hubungan kami udah mau hampir 8 tahun ya di tahun 2018 ini. Sudah selama itu tapi sedetik pun tidak pernah merasakan bosan.
Rasa ini masih sama seperti kemarin, tidak ada yang berubah, sedikit pun. Kenapa? Tergantung pada siapa kita memberi dan menerima rasa. Ya, dia lelaki hebat, mampu memberiku rasa yang kuat seperti ini. Entah mengapa aku tidak bisa memiliki rasa yang sekuat ini kepada makhluk Tuhan yang lain selain kepadanya. Namanya Asis, singkat tapi memiliki arti lebih di kehidupanku.
Ada sebuah survei dalam media online yang mengatakan bahwa 93% pasangan putus setelah menjalin hubungan bertahun-tahun. Insyaallah kami bukan bagian dari mereka. Insyaallah rasa yang kami punya benar-benar hidup bersama tuannya, tidak berganti tuan. Tidak semua rasa bisa sampai ke tahap itu.
Kami berusaha untuk sampai ke tahap itu. Bertahun-tahun melewati tangis, bahagia, marah, kesal, senang, kami lewati sama-sama. Dia adalah partner ternyamanku saat bertengkar dan saat berdamai. Kenapa kami bertahan? Karena rasa kami sama. Pernah berkata untuk mengakhiri? Pernah. Berkata tanpa berpikir. Ya. Kami hanya berkata, tanpa memikirkan itu akan terjadi, keinginan untuk berpikir pun tidak ada, apalagi untuk benar-benar pergi.
Hubungan ini tidak akan bertahan selama ini jika bukan dengannya. Dia mampu mengimbangiku yang kadang selalu mengucapkan kata harus mengakhiri. Memang tidak dari hati, hanya sekadar luapan emosi sesaat yang setelahnya disesali, karena menyakiti pasangan sama dengan tindakan menyakiti diri sendiri.
Saya menghargai hubungan ini. Sangat berharga, tidak akan menyerah begitu saja, pergi setelah berucap, tidak akan pernah. Itulah kenapa talak tidak dianugerahkan kepada wanita, mungkin karena terlalu mudah berkata pisah walaupun dari lubuk hati yang paling dalam berharap tidak dikabulkan permintaanya.
Terkadang saya berpikir dan khawatir, apa dia serius sampai ke tingkat yang halal nantinya? Menurut orang-orang, wajar saya berpikir begitu. Orang-orang pun berpikir hal yang sama jika hubungannya tidak ada tingkatan yang lebih serius. Tapi saya mulai berpikir kembali, kenapa kami harus khawatir?
Advertisement
Kami jaga sekuat apapun, kalau memang jadi milik kami maka ia tidak akan menghilang. Apa saja yang akan menjadi milik kami pastilah akan datang untuk kami. Hanya memperbaiki diri, berdoa dan berpasrah kepada Tuhan yang bisa aku lakukan setiap hari hingga akhirnya Tuhan akan memantaskan.
Hanya doa, kesetiaan dan keyakinan yang memantapkan hati ini untuk bertahan. Kesetiaan yang tidak bisa ditebak sampai kapan, kami hanya berusaha untuk menjauh dari penyebab hilangnya kesetiaan, dan itu kami lakukan sampai saat ini dan semoga seterusnya.
Ini adalah keyakinan, keyakinan yang tidak sebatas sampai pada lidah dan tulisan saja, tapi juga hati. Insyaallah.
Untukmu yang selalu kunanti, perjuangan ini masih berlanjut, ini adalah bagian dari proses.
- Terkadang Ada 'Drama' yang Harus Dilewati Sebelum Menikahi Kekasih Hati
- Pernikahan Tak Cuma Menyatukan Dua Insan, Tapi Menerima Perbedaan Keluarga
- Dalam Persiapan Pernikahan, Tuhan Pasti Membantu Memudahkan Segalanya
- Setiap Pasangan Pasti Ingin Buah Hati, Tapi Semuanya Ada Waktunya Sendiri
- Lebih Baik Berpisah daripada Bertahan dengan Pria Bermuka Dua
(vem/nda)