Berbicara tentang pengorbanan tentu setiap kita, manusia pernah melakukannya. Aku baru berusia 17 tahun. Tidak, ini bukan tentangku. Rasanya belum ada pengorbanan yang bisa aku ceritakan. Ini tentang kakak perempuanku. Kakakku, meski dia bukan pahlawan super yang menyelamatkan dunia ataupun si kaya raya yang rela menyumbangkan setengah hartanya tapi ada satu hal dari dirinya yang membuat aku ingin menuliskan tentang pengorbanannya. Bukan harta, tapi kurasa jiwanya telah ia korbankan.
Kakakku berusia 22 tahun. Seumur hidupnya dia belum pernah memiliki pacar. Bahkan ketika kutanya apakah ada seseorang spesial di hatinya, dia akan selalu jawab tidak ada. Bukan karena tak ada seorang pria pun yang menyukainya, bahkan baru-baru ini datang beberapa pria membawa keluarganya untuk memohon agar Kakak mau menjadi pendamping hidup mereka. Bukan asal, bahkan beberapa dari itu ada yang berprofesi sebagai seorang perwira polisi dan ada juga perwira TNI yang baru saja tamat dari pendidikannya, seorang pilot yang baru saja menyelesaikan sekolahnya dan kakak seniornya di kampus yang baru saja lulus dan mendapat gelar dokter. Benar, kakakku seorang Mahasiswi Kedokteran. Ia menjalani pendidikannya dengan lancar dan nilai-nilai bagus yang tentu saja bisa membuat orangtuaku selalu saja menyebut-nyebut namanya ketika bertemu dengan teman-teman mereka. Aku pun sama! Aku bangga terhadap kakak.
Dilihat sekilas, tentu saja semua akan berpikir kakak memiliki hidup yang sempurna, dia juga seorang gadis yang taat beribadah dan memiliki kepribadian yang santun. Dia masih muda dan banyak hal telah dilakukannya dalam bidang prestasi. Tapi aku tahu, adiknya ini tahu, jiwa kakak sepi, ia sendirian meski banyak yang mengelilinginya.
Aku tahu kenapa kakak tidak pernah membuka hatinya untuk menerima cinta dari seorang pria. Itu karena besarnya rasa sayang kakak terhadap kedua orangtuaku, ia ingin memiliki pendamping hidup yang juga menyayangi kedua orangtuaku. Kakak selalu bilang, tak apa baginya jika Ayah dan Ibu saja yang mencarikan jodoh untuknya asalkan pria itu menyayangi keduanya. Kurasa hatinya saat ini tengah membeku, dia menjalankan hidup tanpa pernah menggunakan perasaan. Ia lakukan semua yang sesuai dengan logikanya. Bagaimana bisa ia berpikiran akan hidup dengan seseorang yang tidak ia cintai hanya karena ingin membuat kedua orangtuaku bahagia.
Mungkin ini terlihat sederhana, tapi bagiku ini adalah pengorbanan kakak. Rasa cinta dan sayangnya terhadap kedua orangtua kami, membuat ia mengorbankan hati, jiwa dan perasaannya. Lebih menyakitkan adalah, saat ini seorang psikolog mengatakan bahwa jiwa Kakak terganggu. Ia bahkan pernah berpikiran untuk tidak menikah hanya demi untuk membuat kedua orangtuaku bahagia. Kakak takut, ketika ia menikah maka ia akan meninggalkan Ayah dan Ibu.
Saat mengikuti tes psikotest, rata-rata hasil yang kakak buat adalah tentang keluarga. Bahkan di setiap gambar, ia hanya akan menggambar pohon. Psikolog bilang pohon merupakan lambang keluarga. Ia hanya menggambarnya tanpa sadar itu. Kakak tidak pernah menangis, sesulit apapun masalahnya ia tidak pernah menangis. Ia hanya akan menangis jika Ayah, Ibu atau aku mengalami kesulitan. Seluruh hidupnya ia serahkan hanya untuk keluarganya.
Kakak tidak pernah ngumpul untuk hang out bersama temannya. Sehabis kuliah ia akan langsung pulang dan kembali mengurus kedua orangtuaku. Kakak bahkan tidak ikut organisasi apapun di kampusnya hanya karena Ayahku tidak membolehkannya. Kakak tidak memiliki makanan kesukaan, ia akan suka setiap masakan yang Ibu masakan. Kakak tidak pernah memiliki kegiatan yang ingin lakukan selain membuat Ayah dan Ibu bahagia. Meski sederhana, bagiku ini menakjubkan.
Aku bangga pada Kakak! Kuharap ia bisa menemukan sosok yang ia cintai dengan segenap perasaannya. Aku harap kakak bisa melihat dunia ini dengan hatinya tanpa harus berpikir apakah sesuatu itu sesuai logikanya, agar Kakak tahu, bahwa hidup ini indah. Kakakku, yang tak punya hati untuk dirinya. Hatinya telah ia berikan seluruhnya untuk keluarganya.
Advertisement