Apakah ada sosok pahlawan yang begitu berarti dalam hidupmu? Atau mungkin kamu adalah pahlawan itu sendiri? Sosok pahlawan sering digambarkan sebagai seseorang yang rela berkorban. Mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini. Seorang pahlawan bisa berasal dari siapa saja yang membuat pengorbanan besar dalam hidupnya.
***
Sudah empat tahun sejak saya lulus dari SMP dan lulus dari sebuah pesantren, kini saya mengabdi pada sebuah yayasan tempat awal saya belajar mengaji ketika masih kecil. Saya tahu setiap guru memiliki pengorbanan luar biasa. Namun, menjadi seorang guru ngaji memiliki pengorbanan yang teramat sangat besar dan luar biasa.
Saat berjuta manusia menjadikan “guru (guru pelajaran umum)” sebagai sebuah profesi tetap, hal tersebut tidak terjadi dengan guru ngaji. Guru ngaji hanya menjadikan aktivitasnya sebagai ladang mencari pahala sebagai bekal di akhirat nanti. Saya dan guru ngaji yang lain bekerja di pagi hari dan mengajar ngaji di siang maupun sore hari.
Advertisement
Saat beberapa stasiun televisi menayangkan demo para guru yang menuntut hak agar diangkat sebagai pegawai negeri, karena telah berpuluh-puluh tahun mengabdi menjadi guru honorer, guru ngaji tetap bertahan dan terus mengajar, meskipun terkadang tak dibayar sepeser pun. Atau saat ada beberapa santri yang terlambat membayar infaq bulanan. Bahkan, tak jarang santri yang tidak mampu dan santri yang merupakan anak yatim digratiskan dari pembayaran infaq, itu membuktikan bahwa guru ngaji ikhlas menyalurkan ilmunya.
Di yayasan tempatku mengabdikan diri, hanya terdapat tiga ruangan dan satu teras yang lantainya merupakan bentuk awal dari pondasi rumah yang bagian atasnya hanya dilapisi dengan semen yang diratakan sehalus mungkin. Dan warnanya menjadi agak abu-abu kehitaman, entah bahan apa lagi yang dicampurkan di situ. Yang jelas, semua itu bertujuan demi menghemat biaya pembangunan gedung tempat mengaji.
Gedung tersebut dibangun bukan hanya dengan biaya dari pemilik yayasan saja, tapi juga dari sumbangan wali santri juga para donatur. Meski gedung tempat mengaji itu sedemikian sederhana, yang mana selain struktur bangunannya yang sederhana dan hanya memiliki beberapa bangku lipat yang juga merupakan hasil sumbangan dan amal jariyah. Namun, semangat mengajar dan belajar di tempat tersebut tidak pernah surut.
Aku merasa sangat lelah setelah seharian bekerja. Seringkali terlintas rasa malas dan lelah untuk kembali berangkat mengajar anak-anak mengaji. Ya, aku harus berjalan kaki sejauh dua kilometer, menelusuri jalanan yang tak mulus dan banyak bebatuan yang sering membuatku terpeleset. Bukan hanya itu, jalanan yang sedikit menanjak sebab daerah pegunungan pun selalu membuatku lelah bukan main dan berpikir untuk tidak kembali besoknya atau sekedar ingin libur saja besoknya. Namun, setelah sampai di tempat mengaji, semua rasa lelahku terasa hilang begitu saja.
Ya, karena senyuman anak-anak kecil yang telah menantiku untuk mengajari mereka mengaji. Senyuman itu begitu tulus dan aku berharap agar tetap seperti itu, meskipun mereka telah dewasa. Bukan senyuman palsu untuk sekadar menutupi kesedihan dan kepahitan hidup, atau sekadar senyuman pura-pura yang menutupi rasa kebencian.
Bukan hanya rasa lelahku, tapi rasa sedihku pun seringkali hilang begitu saja berkat senyuman mereka. Bukankah dalam kehidupan ini, orang-orang baik yang lembut, yang suka menolong dan menghilangkan kesedihan orang lain selalu dijuluki sebagai seorang malaikat? Oleh karena itu, aku menyebut mereka malaikat-malaikat kecil.
Aku ingin memperjuangkan senyuman-senyuman indah itu, aku bahkan selalu berusaha mengingat-ingat senyuman-senyuman itu, ketika lelah dan perasaan malas berulangkali datang menghampiri. Aku berusaha mengorbankan rasa kantukku, lelahku dan sakitku hanya demi mereka. Karena, aku adalah seorang pejuang, pejuang senyuman malaikat-malaikat kecil. Aku hanya mampu menyumbangkan sedikit ilmu yang telah kupelajari dan kuperoleh selama ini, namun doaku akan selalu menyertai mereka tanpa batas.
- Ibu Mertua adalah Panutanku Menjadi Perempuan Kuat
- Dalam Setiap Perjuangan, Ada Campur Tangan Tuhan
- Bertahan sebagai Anak Rantau, Hidup yang Sederhana Janganlah Dibuat Rumit
- Kukorbankan Pria yang Kucinta untuk Menikahi Perempuan Pilihan Ibunya
- Perempuan Bisa Betap Berdiri Tegak Meski Dilanda Badai Prahara Kehidupan
(vem/nda)