Ketika seseorang yang begitu kau cintai ternyata telah mengorbankan banyak hal demi kebahagiaanmu, rasanya pasti akan sangat sedih sekali. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini.
***
Aku belakangan ini sudah mendiamkan Ibu, menjawab seadanya ketika beliau bertanya, dan selalu mengurung diri di kamar. Menahan sesak yang aku rasa. Merasa berdosa, namun gengsi dirasa begitu besar. Dan di malam itu, puncak dari semuanya aku keluar sebentar tanpa berpamitan dan mencium tangannya seperti yang biasa aku lakukan.
Ketika kembali lagi ke rumah, aku masih diam seribu bahasa, dan langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamar tanpa aku kunci. Aku pejamkan mata, berharap kondisi lebih tenang aku dapatkan. Tetapi ternyata tidak. Ibu kemudian menyambangi aku, mengelus kepalaku, dan bertanya, “Adik sudah tidur?”
Advertisement
Aku yang masih memejamkan mataku hanya bergumam, ”Hu'um." Ibu melanjutkan pertanyaannya, “Adik kenapa? Adik marah sama Ibu? Kalau Ibu bertanya ini-itu, karena Ibu begitu bodoh. Ibu hanya ingin kamu menjelaskan kepada Ibu, agar Ibu berdoa kepada Allah lebih spesifik, agar keinginanmu itu dikabulkan Allah. Ibu cuma punya doa yang tulus untuk kamu, Dik." Pertahananku akhirnya luruh. Aku menangis, dan semakin menjadi mendengar yang Ibu ucapkan.
Dengan suara yang tidak begitu jelas, aku menjawab, “Nggak, Adik nggak marah sama Ibu. Tapi Bapak yang terus dan terus mencela yang Adik lakukan. Semua terasa percuma, tidak pernah berarti."
“Tapi kenapa Ibu yang kamu acuhkan?” lalu Ibu terdiam. Kemudian melanjutkan, ”Tidak usah diambil hati apa yang Bapak katakan. Ibu juga sebenarnya sudah capek dengan Bapak. Capek hati dan pikiran."
Air mata Ibu mengalir, dan pandangan matanya lurus ke depan, seolah sedang melihat kejadian di masa lalu. Aku tidak berucap apa–apa, menunggu cerita Ibu selanjutnya, “Adik tahu, kenapa Ibu selalu tidur di kamarmu? Karena Bapak sendiri yang menginginkannya. Dan sampai sekarang, Ibu tidak ingin lagi tidur di kamar itu. Coba, berapa lama Ibu tidur di kamarmu? Dari kamu masih kecil kan? Lalu, kalau Adik perhatikan, Ibu sering mengatakan dan mengeluhkan kalau Ibu pilek, sebenarnya Ibu itu menahan tangis mengingat semua kelakuan dan ucapan Bapakmu. Hanya saja Ibu tidak ingin menangis di depan kamu."
Suasana hening, Ibu seperti sedang mengumpulkan tenaga untuk menceritakan puncak dari kisahnya. “Ibu bisa saja keluar dari rumah, meninggalkan Bapak. Tetapi Ibu tidak memilih itu. Ibu ingat kalau punya kamu, abang kamu. Bagaimana jadinya kalau Ibu pergi. Apalagi kamu anak perempuan, bagaimana kamu tumbuh nantinya tanpa seorang Ibu? Itu yang Ibu pikirkan terus–menerus. Membuat Ibu kuat. Ketika Abangmu sudah besar, sudah bekerja, bisa saja Ibu memilih untuk tinggal bersama dengan kamu, abangmu. Tetapi Ibu tidak memilih emosi Ibu itu. Ibu memilih bertahan sampai sekarang, bahkan ketika Bapak sudah sakit. Bukan karena Ibu cinta, melainkan Ibu kasihan."
Aku langsung mencium tangan beliau, meminta maaf. Semua benar–benar beliau korbankan, hingga perasaannya sebagai seorang istri pun rela tercabik–cabik demi anak–anaknya.
“Mungkin tetangga, saudara, bahkan kamu pun berpikir Ibu dan Bapak baik–baik saja. Ibu hanya menutup–nutupi semuanya. Sampai sekarang kamu akhirnya mengetahui yang sebenarnya. Jadi, Ibu mohon sama kamu, untuk selanjutnya, kalau Bapak mulai berbicara macam–macam, tidak perlu didengar. Tapi tetap, berlakulah baik kepada Bapak dengan segala perilaku dan ucapannya.”
Tangisku mulai mereda, begitupun dengan Ibu. “Maafkan aku, Bu," rasa sesalku dalam hati, karena aku, luka itu kembali Ibu rasakan. Aku sadar, tidak akan pernah aku dapat membayar semua pengorbanan yang telah Ibu lakukan. Namun aku berjanji tidak akan membuka lukamu untuk kedua kalinya, dan selalu memberikan doa terbaik untuk Ibu, dan juga Bapak selama hidupku.
- Ibu Mertua adalah Panutanku Menjadi Perempuan Kuat
- Dalam Setiap Perjuangan, Ada Campur Tangan Tuhan
- Bertahan sebagai Anak Rantau, Hidup yang Sederhana Janganlah Dibuat Rumit
- Kukorbankan Pria yang Kucinta untuk Menikahi Perempuan Pilihan Ibunya
- Perempuan Bisa Betap Berdiri Tegak Meski Dilanda Badai Prahara Kehidupan
(vem/nda)