Mengorbankan hati dan perasaan sendiri demi kebahagiaan orang lain nyatanya bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Tapi berdamai dengan kenyataan pun ternyata tidak terlalu sulit. Seperti kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Kisah Pahlawan dalam Hidupmu ini.
***
Kisah yang saya alami memang sudah berlalu sekitar empat tahun yang lalu. Tetapi kenangan dan ingatan itu masih sesekali hadir dan menjelma rindu yang terus saja tak bisa ditahan.
Saat tahun terakhir di SMA dulu, saya pernah sangat mencintai seorang lelaki dan kami menjalin hubungan sekitar satu setengah tahun. Karena umur kami terpaut cukup jauh yakni sekitar 10 tahun, umurnya yang sudah menginjak akhir dua puluhan dan hampir kepala tiga adalah usia yang sudah cukup matang untuk mulai serius ke jenjang pernikahan. Dia mengajak saya untuk serius dan meminta untuk menikah dengannya, saat itu saya baru saja lulus dari SMA. Dan sangat senang juga bahagia sekali, saya sudah membayangkan rumah tangga yang indah dan harmonis yang akan kami rajut bersama. Maka seketika itu juga saya utarakan maksud tersebut pada kedua orangtua saya.
Advertisement
Saya mengutarakan maksud dia ingin mempersunting saya kepada kedua orangtua, tetapi alangkah menyakitkan hati ini, orangtua saya belum mengizinkan saya menikah di usia muda yakni di usia 18 tahun. Orangtua saya saat itu sangat bijak dan hati-hati memilih bahasa untuk menolak keinginan saya secara halus. Mereka tidak serta merta berkata, “Tidak,” pada saya, tetapi lebih banyak nasihat dan pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan.
Mengisahkan beberapa cerita tentang orang-orang yang menikah muda, dan petuah-petuah yang intinya mengarah pada penolakan untuk menikah di usia yang masih sangat muda. Bahkan ibu saya sampai menegaskan lagi dan mengingatkan tentang cita-cita yang pernah saya impikan yakni keliling dunia. “Masa muda itu tak akan terulang lagi Nak, maka gunakan masa mudamu untuk meraih cita-citamu dulu. Masalah jodoh tak usah diambil pusing, jika dia jodohmu, maka dia akan kembali dan apapun yang menghalangi kalian jika jodoh akan bersatu juga," begitulah petuah orangtua saya. Saya tak bisa menjawab kata-kata mereka, hanya uraian air mata yang banjir memenuhi segenap hati dan perasaan.
Tentu saat itu sudah tak tergambar lagi bagaimana perih dan hancurnya hati saya mendengar jawaban mereka. Tetapi saya tak kuasa untuk membangkang dan menentang mereka bukan?
Sebenarnya orangtua saya memberikan opsi, yakni jika masih ingin menikah, maka tunggulah sampai 3 tahun ke depan, setidaknya menunggu saya sampai lulus kuliah. Saya sampaikan lagi kepada dia jawaban dari orangtua saya. Ternyata jawaban darinya jauh lebih menyakitkan hati. Dia tidak bisa menunggu saya!
Ibunya memaksa dia untuk menikah tahun itu juga dengan perempuan yang sudah siap menikah. Tentu ini bukan kehendaknya dan dia pun tak kuasa untuk menolak dan membangkang pada ibunya. Sebab dia adalah anak pertama dari seorang ibu yang sudah lama menjalani single parent, maka seberapa pun dia mencintai dan tak relakan perpisahan ini, dia tetap tak bisa menolak kehendak ibunya.
Alasan lainnya adalah karena adiknya ingin menikah juga di tahun itu, tetapi tidak ingin “melangkahi” dia. Begitulah kira-kira berakhirnya kisah kami, dengan lelehan air mata perpisahan, takdir ternyata lebih berkuasa daripada cinta kami yang telah mengakar kuat dan lama. Dia juga berkali-kali menenangkan kacaunya batin saya, dengan mengatakan bahwa restu orangtua harus lah menjadi pondasi utama dalam segala hal.
Sekitar enam bulan kemudian, dia benar-benar menikah dengan perempuan pilihan ibunya. Maka setelah perpisahan itu, kami sudah sama sekali putus kontak dan saya pun baru mengetahui dia menikah, tiga bulan setelahnya.
Dari pengalaman patah hati ini saya baru menyadari bahwa yang paling menyedihkan adalah ketika dua hati yang sudah saling sayang dan cinta harus terpisah karena takdir yang tak berkehendak. Saat ini jika sedang mengenang kisah masa lalu dengannya, tidak lagi menimbulkan luka dan perih di dada.
Saya berbahagia melihat dia bahagia, apalagi sekarang dia sudah dikaruniai seorang anak lelaki yang lucu dan imut. Biarlah masa lalu menjadi pelajaran dan pengalaman juga sebagai pengingat bahwa saya bisa melalui itu semua. Sebaris doa untuk dia dan keluarga kecilnya, semoga diberkahi rumah tangga yang harmonis dan senantiasa diliputi kebahagiaan.
Depok, 23 Agustus 2018
- Perempuan Bisa Betap Berdiri Tegak Meski Dilanda Badai Prahara Kehidupan
- Setelah Cerai, Kulepas Karier Cemerlang demi Buah Hati Tercinta
- Tak Harus Punya Ikatan Darah untuk Bisa Jadi Keluarga
- Tak Ada Pengorbanan yang Sia-Sia Bila Disertai Cinta dan Kasih Sayang
- Kukorbankan Segalanya untuk Suamiku, Tapi Khianat adalah Balasnya