Semakin lama penduduk di Indonesia semakin bertambah, hal ini menyebabkan ketersediaan air bersih berkurang. Hutan banyak hilang dan banyaknya lahan terpakai menjadi beberapa alasan air bersih di Indonesia semakin menipis.
Hal tersebut dapat dilihat dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat, DAS yang semakin menurun, meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan kekeringan.
Di sisi lain, DAS memiliki fungsi yang sangat strategis dalam menunjang sistem kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir. Dalam buku panduan Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) yang dikeluarkan USAID (United States Agency for International Development) dan Pemerintah Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Bappenas) disebutkan, bahwa laju pertambahan penduduk dan percepatan pembangunan di berbagai kawasan di Indonesia, tidak berbanding lurus dengan ketersediaan sumberdaya air, terutama air bersih.
Hal itu tidak hanya menyebabkan persoalan berkurangnya pasokan, namun juga distribusi sumberdaya air yang tidak merata terhadap persebaran dan jumlah penduduk. Di sisi lain, berbagai aktivitas manusia dan alam turut mencemari dan memperburuk kualitas sumberdaya air, sehingga manusia tidak dapat langsung memanfaatkannya sebagai air bersih.
Advertisement
Selain itu, kawasan resapan juga beralih peran dengan pembangunan infrastruktur dan pemukiman sehingga tak lagi menahan dan meresapkan sumberdaya air. Akibatnya jumlah potensi air tanah menyusut, dan mengurangi aliran mata air yang akan mengalir ke sungai saat musim kemarau.
Salah satu upaya mengembalikan fungsi strategis DAS adalah melalui model pengelolaan terpadu multipihak yang melibatkan lembaga swadaya masyarakat (LSM), universitas, pihak swasta, pemerintah dan masyarakat lokal. Pengelolaan DAS terpadu harus dilakukan secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan sasaran dan tujuan, rencana kegiatan, implementasi program yang telah direncanakan, serta monitoring dan evaluasi hasil kegiatan secara terpadu.
Pengelolaan DAS terpadu, selain mempertimbangkan faktor biofisik dari hulu sampai hilir, juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi, kelembagaan, dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu diharapkan dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap permasalahan yang ada, upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam skala DAS secara efektif dan efisien.
Model ini diterapkan melalui Rejoso Kita, yaitu gerakan yang mengajak seluruh pihak untuk terlibat dan senantiasa berupaya mencari solusi terbaik dalam melestarikan DAS Rejoso, di Jawa TImur. Dengan pendekatan skema ko-investasi jasa lingkungan, Gerakan #RejosoKita telah berhasil melibatkan 13 kelompok tani, terdiri dari 174 petani dengan total lahan seluas 106,6 hektare di tujuh desa di Pasuruan, yang bersedia untuk bekerja sama melakukan upaya Konservasi DAS Rejoso.
Dukungan yang didapat Gerakan #RejosoKita memberikan harapan bahwa ketersedian air bersih bisa dijaga. Sejalan dengan upaya membangun infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), pengelolaan DAS Terpadu perlu untuk dilakukan di seluruh DAS di Indonesia.
Director Sustainable Development Danone AQUA Karyanto Wibowo meyakini bahwa pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya air adalah tanggung jawab bersama.
“Kita selalu berkomitmen mengelolaan SDA yang terpadu dan berkelanjutan. Melalui Gerakan Rejoso Kita seluruh pihak dapat berpartisipasi demi keberlangsungan sumber daya air” ujar Karyanto, saat ditemui dalam temu media, Kamis (9/8), di Jakarta.
Dr. Gunawan Wibisono, Ahli Hidrologi Universitas Merdeka Malang mengatakan persoalan DAS erat kaitannya dengan pengelolaan sumber daya air demi ketersediaan sumber air bersih dimasa yang akan datang.
“Pengelolaan sumber daya air perlu dilakukan dengan melibatkan semua pihak. Karena itu, pemerintah selaku regulator harus dapat menyediakan payung hukum yang menjamin pengelolaan sumber daya air secara terpadu sehingga dapat memberikan ruang gerak bagi masyarakat, LSM, BUMD dan juga swasta dalam pengelolaan SDA,” jelas Gunawan.
Model Pengelolaan DAS Terpadu Rejoso Kita
RejosoKita adalah Kolaborasi strategis antara pemangku kepentingan untuk pengelolaan DAS Rejoso secara berkelanjutan yang dipelopori oleh Yayasan Social Investment Indonesia (SII), The World Agroforestry Centre (ICRAF), Collaborative Knowledge Network (CK-Net), The Nature Conservancy (TNC) dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Gerakan ini berupaya untuk menerapkan pendekatan pengembangan yang cerdas untuk menciptakan pengelolaan sumber daya air terpadu. Dengan menggabungkan keahlian dan pengalaman yang dimiliki setiap pemangku kepentingan.
Kerjasama ini diharapkan dapat membantu merumuskan rencana, strategi, dan rekomendasi untuk menerapkan pengelolaan sumber daya air dan pemanfaatan air yang berkelanjutan yang menguntungkan manusia, alam, dan kegiatan usaha.
Kolaborasi ini mendukung RejosoKita sebagai sebuah gerakan yang dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumber daya air di Rejoso bagi masyarakat di Pasuruan, Gresik, dan Surabaya