Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.
***
Saat usia belasan tahun saya begitu menginginkan untuk memiliki adik kecil. Jarak saya dengan adik pertama hanya 13 bulan membuat saya seperti tak memiliki adik apalagi adik saya laki-laki, seakan tumbuh besar bersama tetapi dari postur tubuh jelas lebih besar adik dibandingkan saya. Banyak pula yang mengira sayalah adiknya. Waktu cepat berlalu, keinginan memiliki adik sudah tak terlalu terpikirkan. Karena saat ini usia sudah mencapai kelapa dua, saya pun telah lulus kuliah dan bekerja.
Rencana Allah begitu indah, karena pada akhir tahun 2012 kabar gembira tiba. Mungkinkah ini adalah 'bonus' dari-Nya, tak ada yang mengira orangtua yang belum lama pulang ibadah haji tahun lalu, ibu dinyatakan positif hamil. Saya begitu terkejut mendengarnya. Senang dan gembira bercampur dengan perasaan tak menyangka, seumuran saya akan memiliki adik kecil. Tepat 22 tahun dengan adik pertama saya, jarak yang begitu jauh membuat saya dan keluarga begitu kegirangan.
Namun ada yang ditakutkan oleh dokter yang memeriksa ibu saat hamil. Usia 42 tahun adalah usia yang memiliki risiko tinggi untuk melahirkan normal apalagi jaraknya juga cukup jauh. Meski begitu ibu tidak merasa takut, dua kali melahirkan secara normal membuatnya cukup tenang mendengar penjelasan dokter.
Advertisement
Saya yang menginginkan adik kecil begitu bahagia mendengar kehamilan ibu sehat dan baik-baik saja. Meski belum bisa bertemu karena masih dalam kandungan, saya begitu menyayangi adik kecilku. Mulai dari membelikan makanan, buah-buahan, susu, vitamin dan penunjang kehamilan lainnya saya belikan demi kesehatan adik saya. Belum lagi peralatan bayi baru lahir seperti baju, bantal, guling, kasur, bedong, dll. Tidak cuma itu peralatan ibu melahirkan juga saya siapkan demi menyambut kelahiran adik kecil.
Lebaran kurang satu minggu lagi, ibu sibuk bersih-bersih rumah. Saya yang masih harus bekerja tak bisa membantu ibu. Ibu periksa ke bidan terdekat, mungkin karena kecapaian air ketuban pun rembes tanda akan melahirkan, tetapi harus di rumah sakit mengingat usia dan jarak kehamilan yang jauh. Bersyukur hari esoknya sudah libur lebaran, saya pun bisa menemani ke rumah sakit bersama adik laki-laki saya. Ayah masih harus ke kantor untuk tugas penting jadi ia menyusul siang harinya.
Rasa was-was, gembira dan khawatir bercampur menjadi satu. Ibu dibawa ke ruang VK rumah sakit, saya masih diperbolehkan menemani. Sampai di ruang VK ibu ditawari untuk dipacu agar bisa lahir normal. Dari pagi sampai siang belum ada perubahan. Ayah sudah datang ke RS, jadi saya bisa bergantian menjaga.
Dalam hati berkata pokoknya saya tak ingin melihat atau mendengar saat ibu sedang melahirkan. Rasanya seperti teringat puluhan tahun lalu saat ibu sedang melahirkanku yang begitu hebat dia berjuang. Karena waktu itu posisi saya sungsang jadi saat kepala hendak keluar tertahan di leher mengakibatkan leher saya panjang sebelah. Sebenarnya harus dioperasi tetapi karena keterbatasan biaya memaksa untuk tetap lahir normal. Saya tak ingin hal itu terjadi pada keluarga yang lain apalagi adik kecilku.
Sore hari pun tiba, saatnya berbuka puasa sembari was-was karena ibu belum juga lahiran. Saya tunggu dengan setia sembari berdoa hingga tengah malam, rasa kantuk dan dingin menemani. Adik sudah pulang dari sore untuk menunggu di rumah.
Akhirnya tepat pukul 02.30 adik kecil saya lahir meski sempat disarankan dokter untuk operasi caesar, tetapi dengan tekad yang kuat dan doa alhamdulillah ibu bisa melahirkan normal seorang bayi berjenis kelamin perempuan. Adik kecilku harus mendapatkan pengobatan beberapa hari karena lamanya proses melahirkan sedangkan ibu sebenarnya sudah diperbolehkan pulang tetapi tak mau pulang sendiri tanpa membawa bayi akhirnya di hari ketiga kami meminta pulang atas kemauan sendiri.
Keluarga dan tetangga menyambut gembira, sebentar lagi lebaran pun tiba. Tugas memasak kini digantikan oleh saya. Tak hanya itu, karena ibu sudah mulai berumur, saat merawat adik sebentar saja sudah capek atau pegal-pegal. Saya pun ikut ambil alih mengurus adik seperti membantu mengganti popok, memakaikan baju, menggendong, menidurkan atau hanya sekadar menemani adik.
Sebelumnya saya tak pernah mengurus bayi atau sekadar menyapa anak kecil. Karena saya merasa tak bisa. Namun setelah memiliki adik sendiri semua terasa begitu natural, ternyata saya bisa juga. Saya pun banyak belajar.
Sekarang saya sudah menikah dan dikaruniai seorang anak. Saya pun banyak belajar saat mengurus adik saya. Namanya baru punya anak tetap masih ada groginya. Tetapi dengan pengalaman sebelumnya setidaknya saya mengerti apa yang harus saya lakukan saat mengurus bayi.
- Jangan Terlalu Perfeksionis, Jaga Kesehatan Tetap Jadi Prioritas Utama
- Pesan Terakhir Papa Sebelum Meninggal
- Nak, Hal-Hal Inilah yang Ibu Lakukan untuk #JagainKamu Sampai Kamu Dewasa
- Meski Maut Memisahkan Kekasih Hati, Cinta Sejati Akan Selamanya Abadi
- Berkarier Tak Membuatku Lupa Akan Tanggung Jawab Menjaga Buah Hatiku
(vem/nda)