Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.
***
Usia saya hampir 28 tahun. Usia mendekati kepala tiga ini, sering membuat saya merasa insecure.Terlebih jika memikirkan masalah karir dan keluarga.
Advertisement
Di satu sisi, saya ingin melejitkan karier sebelum usia 30. Namun, di sisi lain saya merasa tidak sampai hati untuk menomorduakan keluarga, yakni suami dan anak.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan menuntut tanggung jawab yang besar. Bukan hanya sekadar mencari penghasilan, namun juga bagian dari aktualisasi terhadap kemampuan diri. Pekerjaan juga menjadi pembuktian akan perjuangan yang dilakukan sejak masa muda.
Namun dengan tanggung jawab sebagai seorang istri dan seorang ibu yang sudah ditakdirkan Tuhan, saya merasa harus lebih pandai menjaga prioritas. Jangan sampai karena egois diri sendiri, orang-orang yang saya cinta menjadi korbannya. Terkadang hal ini tidak mudah. Dan kesehatan harus sering dinomorduakan.
Pada suatu waktu, saya pernah memiliki kebiasaan hanya tidur tiga jam per hari. Pagi mengurus keluarga, kemudian dilanjutkan bekerja hingga sore hari. Sore hingga malam menemani anak. Dan setelah suami dan anak tidur, saya melanjutkan bekerja hingga tengah malam.
Saya juga perfeksionis terhadap pekerjaan rumah. Tanpa memiliki asisten rumah tangga, saya kerjakan semua pekerjaan rumah mulai dari memasak, mencuci, dan menyetrika. Menyelesaikan setrikaan hingga pukul tiga dini hari adalah hal biasa.
Apa yang terjadi? Saya tumbang. Fisik saya tercederai. Saya lebih sering marah-marah terhadap suami dan anak. Saya merasa tertekan dengan aktivitas sehari-hari yang begitu membuat penat.
Kejadian ini membuat saya tersadar. Saya perlu menjaga diri, baik itu secara mental maupun fisik.
Akhirnya saya menjadi lebih realistis. Pekerjaan rumah tangga saya kerjakan bersama suami. Pun belajar mendelegasikan pekerjaan seperti menyetrika pakaian dengan bantuan jasa laundry.
Selanjutnya, mengomunikasikan target-target hidup dengan pasangan. Meski menempatkan keluarga pada prioritas utama, saya harus memberi ruang pada diri sendiri. Memberi kesempatan untuk berkarya di sela-sela waktu yang tersisa.
Suami saya mengatakan, "Hidup ini mencari keberkahan. Kita harus memilih mana yang harus diperjuangkan."
Saya harus menjaga agar kehidupan selalu seimbang dan selaras. Keluarga, karier, dan kehidupan sosial. Tidak lupa untuk selalu meminta petunjuk pada sebaik-baiknya Penjaga Kehidupan. Pada akhirnya tujuan manusia hanya satu, yakni mencari kebahagiaan.
- Berkarier Tak Membuatku Lupa Akan Tanggung Jawab Menjaga Buah Hatiku
- Meski Maut Memisahkan Kekasih Hati, Cinta Sejati Akan Selamanya Abadi
- Ayah Mengembuskan Napas Terakhirnya di Pelukanku
- Putriku Bukan Anak Down Syndrome, Potensinya Lebih Hebat dari Kelemahannya
- Ikhlas Itu Susah karena Hadiahnya Surga