Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.
***
Bulan Ramadan adalah bulan yang penuh dengan berkah. Pada bulan Ramadan ini umat Islam saling berlomba-lomba untuk memperbanyak ibadah dan mencari pahala karena pada bulan ini semua pahala dilipatgandakan. Setelah Ramadan, umat Islam pun menyambut hari Raya Idul Fitri di mana manusia kembali ke keadaan yang suci. Biasanya saat Idul Fitri umat Islam saling silaturahmi serta memohon maaf kepada kerabat-kerabat dan temannya. Sebenarnya tidak hanya pada saat Idul Fitri orang-orang harus saling meminta maaf. Setiap kali melakukan kesalahanan pun harus meminta maaf, dan jangan lupa meminta maaf kepada Allah karena Allah pasti memaafkan hamba-Nya.
Advertisement
Ramadan dan lebaran pertamaku tanpanya
Tahun 2015 lalu, merupakan tahun yang penuh dengan tantangan hidup dan kejutan bagiku. Tahun di mana hidupku berbalik 180 derajat dari biasanya. Mulai tahun 2015 itu aku belajar, bahwasanya aku harus lebih mandiri, lebih mampu mengatur waktu dengan baik, dan lebih tegar dalam menghadapi cobaan. Tahun 2015 sangat menguras air mataku, emosiku, dan juga tenagaku.
Kesedihanku di tahun 2015 dimulai ketika ibuku harus masuk ke rumah sakit. Saat itu aku tidak menyangka kalau ibuku divonis menderita kanker ovarium stadium 3. Aku yang tidak mengerti apapun mengenai penyakit itu langsung mencari tahu, dan setelah aku tahu, aku sangat sedih. Penyakit itu penyakit mematikan, dan dalam waktu tiga bulan saja kanker ibuku sudah stadium 4. Kankernya sudah menyebar ke organ-organ lainnya termasuk ke organ pencernaan.
Ibuku tidak bisa makan, tubuhnya semakin kurus, rambutnya rontok. Kala itu, ayahku lah yang menjaga ibuku di rumah sakit. Kakakku kuliah di Semarang, dan tinggalah aku dan adikku berdua di rumah. Hari-hari yang kujalani ketika itu sangat berat, dan aku harus sabar dan kuat dalam menjalaninya.
Akulah yang berperan sebagai ibu di rumah. Akulah yang harus bangun pagi, menyiapkan makanan untuk adikku, menyiapkan diriku sendiri untuk sekolah, mengantar adikku, mencuci baju, masak, mencuci piring, membersihkan rumah dan hal-hal lainnya. Pikiranku terbagi-bagi, antara sekolah, ibuku, keluargaku, dan masih banyak hal lainnya. Ingin mengeluh, namun tidak boleh.
Aku bukanlah manusia yang lemah yang mudah menyerah dengan keadaan. Tapi mengapa hidup ini seakan tidak adil? Mengapa harus aku yang mengalami semua ini? Mengapa harus ibuku menderita sakit separah itu? Namun aku yakin, ibuku pasti mampu melewati semuanya dan dia kuat. Aku tahu jika terus menyalahkan keadaan maka tidak akan memperbaiki semuanya.
Tiap kali aku menjenguk ibuku ke rumah sakit, tak pernah aku tampakkan wajah kesedihanku meskipun sebenarnya aku sangat-sangat ingin menangis melihat kondisinya. Hingga kudengar kabar bahwa ibuku koma, namun untungnya itu hanya sebentar. Dan pernah kutanya pada ibuku, "Kapan ibu bisa makan?"
Ibuku memang hanya mengandalkan asupan makanan dari infus saja karena organ pencernaannya sudah mulai rusak. Dan saat itu ibuku bilang kalau lusa ibu sudah bisa makan dan ada perkembangan yang baik dari penyakitnya. Aku tentunya senang mendengar kabar itu. Hingga hari itu lusa yang kutunggu pun tiba, namun bukan kabar menyenangkan yang kudengar, justru malah kebalikannya.
Kabar buruk yang selama ini tidak ingin kudengar, akhirnya kudengar juga. Ibuku meninggal. Tidak bisa lagi kuungkapkan dengan kata-kata betapa kagetnya aku, betapa sedihnya aku, dan betapa terpuruknya aku. Aku bertanya tanya kepada Tuhan. Mengapa Tuhan? Mengapa harus ibuku? Mengapa harus secepat ini? Mengapa?
Ketika ibuku meninggal, beberapa hari kemudian adalah bulan Ramadan. Itu merupakan Ramadan pertamaku tanpanya. Tanpa ibu yang biasa membangunkan sahur, tanpa ibu yang biasa menemani berbuka. Aku harus mencoba terbiasa tanpa ibu, meskipun awalnya sangatlah berat karena biasanya semuanya dilakukan oleh ibu. Ibu memanglah wanita yang luar biasa. Ramadan pun berakhir, dan disambut oleh Idul Fitri. Idul Fitri pertamaku tanpanya, tanpa ketupat buatannya, dan tanpa kue lebaran buatannya. Segala hal tentang ibu sangat membuat diriku rindu, tapi aku tahu ibu sudah tenang di sana tanpa rasa sakitnya.
Penyesalan yang berujung pada introspeksi diri
Ketika mendengar kabar buruk bahwa ibuku meninggal, aku menyesal dan sangat menyesal. Aku belum sempat meminta maaf kepada ibu, aku belum sempat berbakti kepadanya, aku belum sempat membuatnya bangga kepadaku, aku belum sempat menjadi anak yang baik untuknya, dan aku belum sempat mengucapkan bahwa aku sangat menyayanginya untuk yang terakhir kalinya.
Aku menangis pun, keadaan tidak akan berubah. Ibuku sudah pergi untuk selama-lamanya. Sempat menyalahkan diri sendiri, dan sangat menyesali akan perbuatanku terhadap ibuku selama ini. Sekarang yang harus aku lakukan yaitu introspeksi diri.
Memaafkan diri sendri, melihat ke depan bahwa kehidupanku masih panjang. Aku harus menjadi orang yang lebih baik lagi, aku harus berbakti kepada ayahku, dan tentunya dengan kejadian ini aku harus belajar menjadi pribadi yang tegar. Aku tidak boleh meratapi nasib, aku tidak boleh terus-terusan melamun dan merutuki kebodohanku selama ini karena merasa kurang memberikan perhatian lebih kepada ibuku, dan terkadang aku juga tidak patuh kepada ibuku.
Aku tahu, Allah tidak mungkin memberikan hamba-Nya cobaan jika hambanya itu tidak mampu melewatinya. Sejak saat itu aku berusaha mengubah diriku, memaafkan diri sendiri, memohon ampun kepada Allah SWT, dan mencoba melakukan hal dengan sebaik mungkin.
Teman-teman dan keluargaku pun ikut membantuku berubah, memberiku semangat, dan mendoakanku. Aku harus terus mengintrospeksi diri. Pesanku kepada semua orang adalah sayangi dan jagalah orang tuamu. Hormatilah mereka, jangan membantahnya. Karena jika mereka sudah tiada, kalian semua akan menyesal dan penyesalan itu akan sia-sia. Manfaatkan selagi masih ada waktu kalian bersama orang tua kalian. Â
- Untuk Suamiku Tersayang, Tetaplah Bersamaku dalam Suka dan Duka
- 5 Tips Memaafkan untuk Membuat Hati Kembali Damai
- Ikhlas Itu Susah karena Hadiahnya Surga
- Bila Masalahmu Terasa Berat, Ada Tuhan yang Kapan Saja Bisa Diajak Curhat
- Bila Niat Hijrah Cuma untuk Menarik Perhatian Pria, Hati Akan Sakit Sendiri
(vem/nda)