Setiap orang punya kisah dan perjuangannya sendiri untuk menjadi lebih baik. Meski kadang harus terluka dan melewati ujian yang berat, tak pernah ada kata terlambat untuk selalu memperbaiki diri. Seperti tulisan sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Vemale Ramadan 2018, Ceritakan Usahamu Wujudkan Bersih Hati ini. Ada sesuatu yang begitu menggugah perasaan dari kisah ini.
***
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Maaf adalah sesuatu yang mudah diucap tetapi sulit diungkap. Penuh pertimbangan dan derai air mata bila mana mengingat segala salah yang telah diperbuat. Hidup saya sungguh luar biasa. Saya memiliki ibu yang senantiasa sehat, pekerjaan yang baik, serta rekan-rekan di tempat kerja yang ikut mewarnai kehidupan.
Meskipun ayah saya sudah lama tiada, sedangkan saya anak tunggal tetapi saya mensyukuri ibu saya adalah sosok yang bisa menjadi ayah serta ibu bagi saya, sehingga cinta kasih orangtua senantiasa saya rasakan walaupun hanya hidup berdua dengan ibu. Dorongan cinta dan kasih keluarga terdekat pun mengalir, sehingga saya merasa tidak kekurangan suatu apa pun.
Pada tahun 2006, saat itu sedang booming Facebook dan saya pun mengikutinya. Mulailah banyak perkenalan dengan teman lelaki melalui media sosial tersebut, salah satunya dengan Andri. Andri orang yang baik dan hidup di kota terdekat. Setelah lama berteman di Facebook, kami pun bertemu di rumah saya di Jogja. Attitude yang ditunjukkannya baik dan terutama dia baik pada keluarga saya.
Setahun kemudian, kami tetap berkomunikasi hingga suatu saat saya diterima kerja di salah satu bank swasta di Jogja. Entah mengapa, Andri tidak suka dengan karier saya di bank. Pada suatu malam, Andri datang ke rumah dengan mengendarai sepeda motornya dan menggeber knalpot sepedanya di depan rumah saya.
Saya dan ibu hanya saling berpandangan, menutup pintu rapat-rapat dan saking takutnya kami mematikan lampu rumah untuk menghindari kemungkinan Andri masuk ke halaman rumah. Keesokannya, Andri sempat meminta maaf lewat telepon dan dia mengaku khilaf karena dia mabuk pada saat itu. Saya pun menjelaskan pada ibu dan awalnya ibu memang tidak merestui hubungan kami apalagi setelah tahu kelakuan Andri yang tiba-tiba buruk seperti kemarin. Namun setelah saya jelaskan, akhirnya ibu menyerahkan sepenuhnya hubungan saya dengan Andri, dengan catatan bahwa ibu saya sudah pernah melarang saya untuk dekat dengan Andri.
Advertisement
Saat itu Andri mulai berkata-kata manis lagi pada saya, dan saya pun kembali percaya. Hubungan saya dan Andri baik-baik saja selama setahun. Tak disangka, pada suatu malam saat ibu keluar rumah, tiba-tiba Andri ke rumah saya dan menemui saya, lalu mencekik saya. Saya kaget sampai menangis dan mohon ampun, dan saya tahu dia di bawah pengaruh alkohol lagi.
Entah mengapa pada saat itu saya ingat kata-kata ibu, dan sejak saat itu saya tidak ingin lagi bertemu dan berkomunikasi lagi dengan Andri. Tetapi sialnya saya karena mungkin bertemu dengan seorang Andri yang posesif, setiap malam Andri selalu menggeber knalpot motornya di depan rumah saya, dan tentu saja mengganggu para tetangga. Keesokannya Andri mencoba menghubungi tetapi saya tidak menggubris dan ibu kembali mencoba mengingatkan saya untuk menghindari Andri.
Suatu saat ibu menawari saya untuk menikah dengan anak seorang temannya. Saya menatap ibu, dan saya berpikir ini semua demi ibu dan tentunya untuk menghindari Andri, saya pun rela dinikahkan dengan lelaki pilihan ibu. Saya sungguh menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak pernah saya temui sebelumnya, dan saya tidak cintai dia.
Setelah menikah, saya dan suami pun hijrah ke kota Semarang, dan ibu sendiri di Jogja. Saya pun lepas dari Andri dan hidup saya tenang kembali. Walapun saya sudah memiliki suami yang jauh lebih baik, lebih mapan, dan bisa menjadi imam bagi saya, tetapi saya perlahan mulai memikirkan Andri. Saya pun berterus terang kepada suami bahwa saya tidak bisa melayaninya, karena kami memang tidak pernah kenal sebelumnya.
Suami saya kemudian bertanya, apakah benar saya masih memikirkan laki-laki yang saya cintai sewaktu di Jogja. Saya pun berterus terang dan membenarkan bahwa saya masih memikirkan Andri. Aneh memang saya masih mencintai orang yang buruk perilakunya, tetapi sudah telanjur cinta dan cinta ini sungguh membutakan saya. Pada akhirnya suami saya yang baik hati benar-benar merelakan saya pergi di usia pernikahan yang hanya setahun lamanya. Untungnya pada saat itu saya belum sempat memiliki anak, sehingga saya bisa kembali ke rumah orangtua saya tanpa beban. Setelah kami bercerai, saya kembali mencari Andri, dan Andri pun ternyata sudah menikah dan malah sudah bercerai. Entah mengapa, usia pernikahan Andri hanya beberapa bulan dan kandas sama seperti saya.
Tahun berikutnya, Andri melamar saya. Tanpa melihat kesalahan terdahulunya, saya menerima lamaran Andri dan kami pun menikah. Kami kemudian tinggal di kota Solo, kota asal Andri. Andri bekerja sebagai staf di pemerintahan, dan saya akhirnya menjadi ibu rumah tangga, meninggalkan teman dan keluarga di Jogja.
Setelah lima bulan menikah, Alhamdulillah saya hamil di umur saya yang diatas 30 tahun. Pada saat itu, Andri sepertinya “kumat”. Dia mulai jarang pulang tepat waktu dan selalu pulang pagi itupun dalam keadaan mabuk. Perlahan saya tetap melayaninya dengan baik, mengganti bajunya, memandikannya, dan sempat membersihkan kotorannya karena pada saat mabuk, dia bahkan tidak sadar sudah buang kotoran di celana. Hampir tiap malam dan menjelang subuh dia selalu berkelakuan buruk seperti itu. Karena mengingat saya hamil, saya berusaha tabah menghadapi Andri.
Sembilan bulan kemudian, alhamdulillah anak kami lahir dengan selamat dan sehat. Keadaan pada saat itu baik-baik saja dan “harmonis”. Walaupun Andri tetap suka mabuk, saya tetap baik padanya dan saya hanya bisa istighfar karena saya takut pada Allah dan takut tidak bisa melayani suami saya dengan baik. Puncaknya, pada saat anak saya berumur setahun, Andri mulai terlihat berkelakuan aneh dan ditamparnya saya di depan anak saya tanpa suatu alasan padahal saya hanya mengingatkan untuk tidak pulang larut seperti biasanya, itupun tanpa kata-kata kasar kepada suami saya.
Saya selalu memaafkan Andri dan hanya bisa istighfar serta menangis. Segala doa baik selalu tercurah pada suami saya meskipun dia berkelakuan buruk pada saya. Saya teringat dulu ibu saya selalu berucap baik dan tidak pernah mendoakan keburukan pada orang lain meskipun pernah didzolimi orang lain. Saya ingin seperti ibu saya.
Suatu hari, Andri mengajak bepergian Ica, nama adik Andri, dan juga mengajak anak kami. Sepulangnya dari bepergian, raut wajah Ica sungguh seperti ketakutan. Ica kemudian menceritakan bahwa dia telah diajak bertemu dengan wanita di sebuah kos-kosan dan wanita itu terlihat “sangat akrab” dengan Andri. Tanpa pikir panjang, saya langsung berpikiran bahwa Andri telah selingkuh. Pantas saja setiap malam pulang larut hingga hampir Subuh, ternyata di luar sana Andri memiliki WIL. Segala doa dan ampunan saya panjatkan pada Allah SWT.
Mungkin ini karena kesalahan saya terdahulu pada orangtua saya atau kedzoliman saya pada orang lain sehingga saya dibalas oleh suami saya. Tanpa sepengetahuan Andri, saya kemudian coba berkomunikasi dengan “pacar” suami saya. Saya coba berlapang dada menanyakan sejak kapan berhubungan dan sudah sejauh mana hubungan mereka.
Ternyata Andri menjanjikan pernikahan dengan pacarnya itu. Masya Allah sungguh hina apa yang dilakukan Andri di belakang saya. Dengan dibantu “pacar” Andri, saya mengungkap fakta dan segala kesalahan Andri depannya. Namun apa yang saya terima, saya kembali ditampar tanpa alasan di depan anak kami. Sungguh bukan seorang lelaki dan imam yang baik. Saya sejenak teringat mantan suami saya yang sungguh bertolak belakang dengan kelakuan Andri. Sungguh suami saya yang terdahulu ikhlas saya kembali pada Andri dan dialah suami yang pernah mencintai saya dari lubuk hati terdalam.
Saya sungguh menyesal dan kembali teringat kata-kata ibu saya yang telah melarang berhubungan dengan Andri. Tetapi kini Andri adalah suami saya. Untuk pertama kalinya saya tidak sabar dengan Andri dan meminta pergi dari kehidupannya. Saya pun tidak lantas meminta pergi begitu saja, saya mengancam bahwa Andri tidak akan pernah bertemu dengan anaknya lagi dan akan menghancurkan hidup Andri karena saya memiliki dokumentasi hubungan gelapnya dengan “pacar”-nya itu. Andri sempat kaget dan dia diam saja tanpa bisa berkata-kata.
Tidak pernah sekalipun seorang Andri meminta maaf kepada saya atas kesalahan-kesalahannya. Saya selalu berkata padanya bahwa saya sangat takut kepada adzab Allah SWT, dan tidak takut pada Andri. Apalagi kami sudah memiliki anak, sehingga saat itu Andri mungkin sempat berpikir jernih dan berkata tidak akan menceraikan saya karena cintanya pada anak saya. Ego kami kandas setelah melihat kepolosan anak kami dan saya pun kembali berlapang dada untuk memaafkan kesalahannya. Saya hanya takut pada Allah SWT. dan sejenak melupakan kejadian ini.
Waktu pun berlalu begitu cepat, anak kami sudah berumur tiga tahun dan kehidupan kami berjalan harmonis. Saya telah melupakan segala kejadian buruk yang menimpa rumah tangga kami, dan Andri menjadi sosok yang baik dan pekerja keras hingga kariermya menanjak begitu cepat. Sepertinya cerita ini sangat klise, tetapi ini adalah pelajaran yang luar biasa bagi kami.
Cinta saya pada Andri sudah terkikis habis, tetapi cinta Andri pada anak dan saya sungguh besar. Dia pun bertaubat dan tidak pernah ada cerita buruk yang menimpa kami lagi. Tawakal adalah kunci sukses agar terhindar dari segala keburukan. Jangan pernah membalas keburukan orang lain, apalagi suami sendiri. Ini adalah ujian hidup nyata yang kami lalui, dan Allah SWT telah mengabulkan segala doa saya untuk melaluinya dengan sabar. Subhanallah, hanya Allah SWT yang dapat membolak-balikkan hati ini. Semoga kita semua diberi kesabaran atas segala ujian hidup hingga akhir hayat. Amin.
- Kunjungi Ayah Selama Ia Masih Hidup, Jangan Sampai Menyesal Sepertiku
- Fisik Tak Sempurna Bukan Penghambat Jodoh, Aku Justru Menikah Tanpa Pacaran
- Selalu Ada Ganti yang Lebih Baik dari Setiap Kehilangan
- Meski Orangtua Bercerai, Lanjutkan Hidup Tanpa Menyimpan Dendam
- Menyimpan Dendam dan Benci Tak Akan Membuat Hidup Ini Lebih Baik
(vem/nda)