Fimela.com, Jakarta Keadilan berbasis gender ternyata masih sulit untuk ditegakkan di Indonesia. Dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Saya dan Keadilan" pada 29 November 2018 lalu, Hakim Pengadilan Tinggi Albertina Ho mengatakan korban tindak kekerasan terhadap perempuan juga mendapat perlakukan tidak adil saat memberikan statement di peradilan.
Menurutnya, tidak ada hak korban dalam norma Hukum Acara Pidana. Pasalnya, ada banyak ketidakadilan terhadap para korban perempuan.
Advertisement
BACA JUGA
"Salah satunya, korban tidak didampingi oleh pendamping. Sudah tidak didampingi, dimarahi pula oleh hakim," katanya saat sesi diskusi berlangsung.
Perlakukan, termasuk pertanyaan yang memojokkan para korban kekerasan seksual pun juga masih sering dilakukan oleh banyak hakim. Albertina mengatakan, hakim kerap kali memojokkan pekerja seks komersial yang menjadi korban kekerasan seksual.
"Hakim bertanya, Anda sehari-hari bekerja, kenapa pada saat kekerasan seksual itu terjadi tidak mau? Padahal, saat bekerja dia mau. Saat tidak bekerja, dia tidak mau. Jadi, kekerasan seksual terjadi ketika perempuan tidak mau, ya kan?" katanya.
Selain itu, dalam diskusi tersebut juga disinggung mengenai beberapa poin penting yang masih harus dibenahi dan disediakan untuk melindungi korban. Seperti Rumah Aman untuk korban agar tidak lagi harus berhubungan dengan pelaku atau tersangka.
Selain itu, Albrtina mengatakan, perlindungan terhadap perempuan, baik sebagai korban, saksi, pelaku, dan juga pihak (dalam kasus perceraian) juga sangat penting. Keadilan gender dapat terwujud, jika pria juga ikut berperan dalam menegakkannya.