Setelah tamat SMA dan melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Bandung aku punya beberapa mimpi. Salah satunya yaitu, jika suatu hari nanti aku pacaran aku ingin menjalani hubungan yang serius dan lanjut hingga ke jenjang pernikahan. Tapi angan-anganku itu pun kandas di tengah jalan. Selama enam semester kuliah aku sudah dua kali gagal menjalin hubungan asmara.
Semester dua aku dekat dengan kakak tingkat dan kebetulan kami berasal dari daerah yang sama. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengannya karena aku tidak tahan dengan sifatnya yang tiba-tiba berubah dan kebetulan waktu itu dia sedang kerja praktek di kota Batu, Jawa Timur. Dia mulai susah dihubungi dan juga jarang sekali memberi kabar setibanya di sana. Tiga empat hari di sana sifatnya semakin menjadi, dia bilang sibuk makanya jarang ada kabar.
Tapi kebetulan ada seniorku yang lain dan satu tempat kerja dengannya memang kerjanya tidak terlalu sibuk sebenarnya dan hari kerjanya cuma dari Senin sampai Jumat. Tapi bodohnya aku percaya waktu dia bilang kalau dia kerja praktek dari Senin-Sabtu, tapi setelah aku tahu kebenarannya memang lebih baik sampai di sini karena aku merasa sudah dibohongi dan aku yakin dia sudah menemukan seseorang yang baru di tempat kerjanya.
Satu minggu lebih aku frustrasi, galau, tidak nafsu makan, sedih, dan kecewa. Bahkan berat badanku pun turun sampai 6 kg, hehe. Sampai akhirnya aku kembali bangkit dan mulai menata hati. Aku sudah mulai aktif di kepanitiaan dan klub mahasiswa di kampusku. Aku mulai menyibukkan diri dengan kegiatan di kampus. Memang di semester pertama dan kedua kuliah aku masih termasuk mahasiswa "kupu-kupu" (kuliah-pulang) karena waktu itu aku masih mencari-cari kegiatan apa saja yang ada di kampus yang sesuai dengan passion-ku. Sampai akhirnya aku juga mendaftarkan diri di organisasi kampus tingkat fakultas dan kebetulan aku diterima. kalian sering dengar kan istilah cinta datang karena terbiasa? Well, aku mengalaminya.
Setelah hampir satu tahun lebih sendiri mungkin ini saatnya aku mulai membuka hati kembali. Dan aku pacaran dengan adik tingkat yang kebetulan dia teman satu divisiku. Aku mulai pacaran dengannya saat semester empat akhir. Di awal hubungan kami masih adem ayem. Baru setelah menginjak 6 bulan pacaran banyak masalah yang kami alami. Entah karena orang ketiga, saling tidak percaya, dan kadang cuma karena masalah sepele.
Advertisement
Dia yang selalu merasa jadi orang paling sibuk sedangkan aku yang bodohnya menjadikan dia sebagai pusat dari semua perhatianku. Benar sih kata orang kalau sudah cinta jadi lupa diri. Dan aku pun mengalaminya, semacam malas melakukan kegiatan apa-apa yang ada di pikiranku, hanya seputar dia lagi apa, sama siapa, dsb. Aku mungkin bukan prioritas di hidup dia karena aku sering merasa jadi nomer kesekian. Bahkan untuk memberi kabar pun harus aku yang ngomel-ngomel dulu baru dia kasih kabar. Lucunya lagi dia lebih penting update insta story lebih dulu daripada ngasih kabar ke aku.
Bukan sekali dua kali aku menegur dia perihal itu sering malah, tapi ya itu percuma nggak akan berubah. Karena menurut aku dia tipe orang yang lebih mementingkan kehidupan social medianya daripada kehidupan pribadi dia. Aku mulai tidak tahan dengan sikapnya, aku sering dibuatnya menangis dan dia sering kali bilang putus jika dia lagi emosi. Tapi setelahnya dia minta maaf dan bilang kalau tadi cuma emosi sesaat.
Aku bertahan selama hampir sepuluh bulan sama dia, tapi lebih banyak nangis dan berantemnya dari pada senengnya. Sebentar baikan, sebentar marahan dan nangis. Tapi tiap kali aku cerita ke temen-temen soal masalah hubunganku dengan dia pasti mereka bilang, “Lha bukannya kalian baik-baik aja ya? Perasaan tiap kali update insta story seneng terus.” Hehe, namanya juga kehidupan di social media ya, yang kita post cuma pas senengnya aja demi konsumsi publik semata.
Beberapa sahabat menyarankan aku untuk putus saja, tapi aku masih memilih untuk stay sama dia karena sayang. Bukan hanya itu saja, aku malas jika harus memulai semua siklus yang sama dengan orang baru. Di bulan kesepuluh pacaran, dia semakin berulah dan aku mulai tambah kewalahan menghadapi sikapnya. Aku tipe orang yang mudah percaya dengan orang lain tapi sekalinya orang itu berbohong, seterusnya aku tidak bisa sepenuhnya percaya sama dia.
Kemudian sampailah di titik di mana aku harus memutuskan untuk memilih jalan keluar yang terbaik untuk hubungan kami. Dan aku rasa memang tidak ada lagi yang perlu dipertahankan. Semakin lama aku merasa kalau kami tidak satu visi. Banyak hal yang rasanya tidak bisa ditoleransi lagi. Dan menurutku selingkuh itu penyakit bahkan bisa dikatakan habit, sekali orang itu melakukan perbuatan tersebut selanjutnya pun akan tetap begitu. Yang aku tidak suka dari dia adalah dia tidak bisa menghargai aku. Berkata kotor, memaki, mengumpat sudah jadi kebiasaan buruknya jika kami sedang bertengkar.
Dari situlah aku mulai sadar kalau jika dia tidak sungguh-sungguh mencintaiku. Maka kuputuskan untuk mulai lebih mencintai diriku sendiri dengan berani mengambil keputusan untuk berpisah dengannya. Aku memutuskan dia bukan karena aku sudah tidak sayang tapi karena aku ingin lebih menghargai dan mencintai diriku sendiri dengan tidak membiarkan orang lain menginjak-injak harga diriku.
Setelah berpisah dengannya aku menjadi wanita yang jauh lebih bahagia dari sebelumnya. Aku banyak melakukan kegiatan yang aku sukai entah itu. Kembali bercumbu dengan buku-buku, melakukan hobiku, hingga aktif di kepanitiaan dan klub mahasiswa di kampusku. Aku mulai menata hidupku dan cita-citaku kembali.
Aku tunjukkan ke dia bahwa mindset dia selama ini yang menganggap aku orang yang gabut lah, mahasiswi kupu-kupu, dan lain sebagainya itu salah besar. Aku sekarang menjadi diriku sendiri tapi dulu ketika dengan dia mungkin aku menjadi orang lain karena aku takut dia minder bersanding dengan wanita hebat sepertiku. Banyak sahabat yang sering curhat masalah pacarnya yang suka gini lah itu lah. Come on, girl kalian terlalu berharga buat mereka.
Please, berhenti menyakiti diri kalian sendiri dengan tetap berada di sisi laki-laki yang tidak bisa menghargai kehadiran kalian di hidup mereka. Sayangi diri kalian sendiri. Cintai diri kalian lebih dari kalian mencintai mereka. Tunjukkan betapa hebatnya kalian jika tanpa mereka buat mereka menyesal karena pernah menyia-nyiakan kalian. Jika kalian berani meninggalkan sesuatu yang buruk aku yakin Tuhan akan menggantinya nanti dengan yang jauh lebih baik. So, kalian cuma perlu menyiapkan, memperbaiki diri belajar mencintai diri sendiri lebih baik lagi supaya sampai saatnya tiba kalian bisa bersanding dengan laki-laki yang sepadan dengan kalian.
- Meski Tak Bisa Seperti Perempuan 'Normal' Lainnya, Kuberjuang dengan Caraku
- Kisah Nyata: Melawan Pelecehan Verbal di Industri Media
- Awalnya Nyanyi di Acara Keluarga, Kini Beprestasi Raih Medali Emas di Korea
- Gadis yang Seragamnya Pernah Dibakar Ibu Itu Kini Jadi Pelatih Karate
- Bundaku, Sang Tukang Ojek Online
(vem/nda)