Setiap wanita punya kisah hebatnya masing-masing. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari cerita seorang wanita. Seperti tulisan dari sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Rayakan Hari Perempuan Sedunia ini.
***
Tidak terasa usia pernikahanku sudah menginjak tujuh tahun. Tiga anak yang masih balita membuat rumah tidak pernah sepi dengan canda tawa yang kadang diselingi tangisan saat mereka berebutan mainan. Semua orang yang sudah berkeluarga pasti menginginkan kebahagiaan yang sempurna. Membina keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah menjadi impian setiap keluarga muslim. Aku pun seperti itu, berusaha untuk menjadikan keluargaku surga yang selalu kurindukan saat aku tidak bersamanya.
Sehari-hari aku mengajar di sekolah swasta yang memiliki waktu yang sangat padat. Waktuku juga habis di perjalanan karena rumahku di Bogor, sedang tempat mengajarku di Tangerang Selatan. Jika pulang pergi naik angkot, membutuhkan waktu masing-masing 1,5 jam karena harus berganti angkot tiga kali. Tahu sendiri, angkot kalau belum penuh penumpang pasti belum mau jalan. Dilema sebagai wanita bekerja yang selalu menjadi pikiran adalah keberadaan anak-anak. Siapa yang akan menjaga mereka?
Advertisement
Lika-liku pengasuhan ketiga buah hatiku belum selesai sampai saat ini dan itu sangat menguras pikiranku. Sejak menikah, aku dan suami sudah tinggal terpisah dari orang tua. Kami memilih mengontrak dan belajar mandiri. Anak pertama lahir 5 tahun yang lalu, awal mula aku menjadi ibu baru yang masih serba bingung dengan pola asuh anak, tapi aku berusaha menjadi ibu yang baik. Ketika masa cuti habis,aku belum juga mendapatkan pengasuh untuk anakku. Aku sangat bersyukur, suami benar-benar sangat peduli. Berhubung dia belum mendapatkan pekerjaan lagi setelah di PHK, akhirnya suamiku yang mengasuh anak pertama kami.
Ketika anak pertama berusia 11 bulan, kami pindah rumah dan di sana ada tetangga yang mau mengasuh anakku. Tapi, belum setahun bekerja dia mengundurkan diri karena hamil. Padahal, aku sedang mengandung anak kedua yang nanti ketika lahir jaraknya 1,5 tahun dari anak pertama. Aku harus mencari lagi orang yang mau mengasuh dua anak sekaligus. Sementara suami mencari pekerjaan yang sekiranya bisa sambil menjaga anak-anak di rumah, aku harus bekerja lebih keras lagi, karena biaya hidup semakin bertambah sedangkan saat itu aku yang menjadi pencari nafkah.
Belum genap dua tahun usia anak kedua, lahirlah anak ketiga. Aku memang tidak berniat untuk KB. Pada dasarnya, aku senang memiliki banyak anak. Akan tetapi, aku benar-benar belum bisa mengatur hidupku sedemikian rupa sehingga tidak merasakan beban berat di pundak walau berbagai masalah menghadang. Aku mulai merasakan stres yang berkesinambungan. Ketika pengeluaran kebutuhan rumah tangga semakin membengkak, dan pendapatan hanya naik beberapa rupiah saja. Kunci utama sebenarnya rasa syukur. Jika rasa syukur sudah melekat di hati, pasti hidup akan terasa damai. Tapi, namanya manusia yang tidak sempurna, sering aku merasa menjadi wanita paling lemah.
Aku harus menikmati keadaan yang belum sesuai keinginan untuk saat ini. Dengan alasan menemani mbah di kampung, anak pertamaku sejak umur 4 tahun kutinggal di Jawa bersama mbahnya dan sekarang dia bersekolah di PAUD. Kedua adiknya yang kemarin ada pengasuh saat ini terpaksa dijaga kembali oleh suamiku karena pengasuhnya minta pensiun dini. Maklum, sudah nenek-nenek dan sering sakit-sakitan.
Aku tetap menjadi single fighter pencari nafkah untuk keluargaku. Tekadku di tahun ini, aku ingin menjemput putriku di kampung untuk bersekolah di sini dan mendapatkan kasih sayang ibunya yang kemarin tidak dia dapatkan. Semoga aku tidak terlambat. Seberat apapun ujian yang kita alami, akan tetap menyisakan kebahagiaan jika kita bersandar pada Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.
- Siapa Bilang Nikah Muda Itu Merepotkan dan Bikin Karier Terhambat?
- Berhenti Jadi TKW, Aku Menjadi Pemilik Kafe
- Hadirnya Anak Membuatku Seolah Terlahir Kembali Jadi Wanita yang Lebih Kuat
- Penyakit Itu Muncul Lagi Saat Aku Sudah Jadi Ibu dan Wanita Karier
- Aku Memilih Lanjut Kuliah, karena Tak Mau Beranak Dua di Usia Muda
  Â
(vem/nda)