Arti cinta bisa berbeda-beda pada setiap orang. Seperti kisah Sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Bukan Cinta Biasa ini.
***
Tepat saat kuliah semester akhir, jodoh menghampiriku. Awalnya, impian lulus kuliah lanjut menikah sambil mencari kerja sudah terencana di depan mata. Dan wisuda kelak ada kekasih hati yang mendampingi beserta kedua calon mertua. Rencana yang begitu sempurna dan membahagiakan. Tapi ternyata pihak calon suami ingin pernikahan ini disegerakan tanpa menunggu aku lulus. Sempat bingung karena pikiranku masih fokus pada skripsi yang selalu ‘disiksa’ oleh dosen pembimbing lumayan killer. Aku khawatir skripsiku akan mangkrak dan wisuda pun tertunda.
Advertisement
Mantap dengan bismillah... pernikahan pun digelar, kebahagiaan menjadi seorang istri aku nikmati. Dan saat awal-awal kehamilan, susunan skripsi yang tinggal bab pengolahan data mulai malas kujamah. Rasanya mual melihat angka-angka dan setumpuk data yang harus diotak-atik. Kekhawatiranku terbukti.
Nyaris tiga bulan tak kutemui dosen pembimbing. Aku terlalu fokus dengan kehamilan anak pertamaku, dan lebih memilih mengumpulkan referensi tentang kehamilan daripada berkutat dengan susunan skripsi yang belum kelar. Hal ini terjadi hingga kehamilanku memasuki trimester akhir. Kabar teman-teman satu angkatan akan diwisuda membuat bahagia sekaligus sedih. Sedih karena skripsi yang kususun masih jalan di tempat.
Syukurlah... suamiku tak pernah lelah menyemangati.
“Dik, ayo semangat lanjutin skripsinya. Sayang kalau mangkrak begini... . Adik ingat kan dulu belajar mati-matian demi masuk tes perguruan tinggi negeri... belum lagi ibu bapak adik kerja capek-capek demi biaya kuliah yang tak sedikit. Dan, sekarang tinggal dikit lagi berjuang... malah menyerah. Nanti kalau keburu si kecil lahir, apa ndak malah tertunda lagi lulusnya?” kata suamiku.
Aku kembali bersemangat. Di tengah perutku yang semakin membesar, kukerjakan lagi skripsi yang sempat terbengkalai. Aku bertekad harus sidang ujian sebelum bayiku lahir. Suami pun rela mendampingi walau ia lelah bekerja.
Akhirnya, aku sukses menempuh ujian skripsi dengan nilai A. Terharu ketika tim dosen memberi selamat dan mengatakan nilai ini sebagai kado kelahiran. Tapi memang skripsi yang kukerjakan bukan main perjuangannya. Aku begitu bahagia dan puas.
Dua minggu setelah ujian, bayiku lahir. Bayi laki-laki yang sangat lucu menambah kebahagiaan di keluarga kecil ini. Dan kabar acara wisuda kelulusan telah kuterima. Segalanya kupersiapkan, termasuk kelengkapan prosesi acara.
Namun, di luar dugaan ketika hari-H bayiku tiba-tiba demam tinggi dan muntah. Panik kubawa bayiku segera ke dokter, walau ibu menawarkan menggantikan posisiku tapi aku tetap ingin bersama bayiku. Kuabaikan acara wisuda yang tengah berlangsung hari itu. Suami pun memberi kesempatan agar aku mengikuti proses wisuda. Tapi aku bersikeras tetap ingin bersama si kecil.
Biarlah kelulusan ini tanpa toga, tanpa kenangan bersalaman dengan rektor dan rekan-rekan karena cintaku pada buah hati melebihi segalanya.
- Melanjutkan Pendidikan dan Jauh dari Orangtua, Kutemukan Makna Cinta Sejati
- Terlahir dengan Penyakit Bawaan, Aku Sering Merasa Takut Jatuh Cinta
- Menikah Muda dengan Pria Psikopat, Siksaan Fisik dan Psikis Kualami
- Rindu Setelah Kehilangan Itu Berat, Tapi Doa Selalu Menjadi Penguat
- Salahkah Aku yang Mencintai Papa Tiriku?
(vem/nda)