Apa resolusimu tahun ini? Apakah seperti resolusi sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba New Year New Me ini?
***
Aku adalah seorang anak pertama di keluarga yang kecil. Namaku adalah Dewi Anggraeni. Aku berusia 23 tahun. Aku mempunyai seorang adik laki-laki yang berusia 15 tahun. Aku terlahir di tengah-tengah keluarga kecil nan sederhana. Di rumahku hanya ada Ayah, Ibu, Aku dan Adikku.
Ayahku berprofesi sebagai pegawai koperasi, dan ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga. Adikku masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Dan aku sudah bekerja di salah satu perusahaan. Aku ingin berbagi cerita tentang jalan hidupku.
Dulu aku sangat bahagia dan bersyukur sudah hadir di tengah-tengah keluarga yang kecil ini. Akan tetapi, kini rasa itu telah pergi perlahan semenjak sikap dan kasih sayang ayahku yang telah menghilang dari keluarga kecil ini. Sejak aku lulus kuliah dan sudah bekerja, ayahku tak lagi menafkahi kami. Kini ibuku hanya bergantung padaku.
Dengan gaji yang kecil dan pas-pasan, aku harus pandai membagi dan memecah untuk memenuhi kebutuhan bulanan. Ayahku berubah mulai awal tahun 2017, dan itupun tanpa alasan yang jelas. Suatu hari, ayahku tiba-tiba berkata padaku,”Mulai saat ini, seluruh kebutuhan bulanan kamu yang mengatasi. Tugas ayah hanya untuk membiayai adikmu dan selebihnya adalah tanggung jawabmu. Ayah lelah membiayai kalian. Tugas Ayah sudah selesai sampai kuliahmu lulus, dan sekarang saatnya kamu yang harus mengurus kebutuhan di rumah ini." Semenjak ayah berkata itu padaku, aku hanya diam dan berpikir apa aku bisa menjalankan tugas itu. Dan aku pun mulai bekerja keras dan selalu mengambil jam kerja tambahan. Aku rela meninggalkan hari liburku demi mencukupi kebutuhan bulanan di rumah.
Advertisement
Aku mengesampingkan rasa lelahku. Yang ada di pikiranku hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Sampai suatu hari, aku terjatuh sakit dan aku pun terpaksa mengambil cuti untuk 3 hari. Cutiku hanya aku gunakan untuk merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Selama cuti aku menghabiskan hari-hariku di kamar mungilku. Karena diriku tidak tampak di ruang keluarga, ibu pun menghampiriku ke kamar.
Sesampainya di kamarku, ibu duduk di sampingku sambil bertanya, ”Masih sakit, Nak? Kamu harus berobat supaya cepat sembuh. Sayangi tubuhmu, Nak, karena sehat itu mahal harganya." Aku menjawab pertanyaan ibu sembari melukiskan senyum kecil di bibir, "Nggak usah, Bu. Aku cuma butuh istirahat saja, nanti juga pasti sembuh kok. Ibu jangan cemas ya." Aku mencoba untuk menenangkan ibuku, karena aku tidak mau melihat ibu sedih dan cemas.
Ibuku adalah sosok wanita yang selalu melindungi dan menjagaku setiap saat aku terjatuh dan terpuruk dalam menghadapi masalah yang terjadi padaku. Di tengah perbincangan itu, tiba-tiba ibu berkata, ”Kamu masih memikirkan kata-kata ayahmu, kan? Apa kamu merasa terbebani oleh kata-kata ayahmu itu sampai kamu seperti ini, Nak? Jangan terlalu dihiraukan kata ayahmu itu, Nak. Mungkin Ayah berkata seperti itu karena lelah dengan pekerjaannya."
Aku pun segera membalas kata-kata ibu,"Nggak, Bu. Aku nggak merasa terbebani oleh kata-kata Ayah kok. Kan memang sudah sewajarnya kalau anak harus membantu orang tuanya." Mendengar jawabanku itu, ibu pun tersenyum lega. Tak lama kemudian ibu pamit istirahat.
Tiga hari masa cutiku telah berlalu, dan pagi pun telah datang menghampiri. Aku pun bersiap-siap untuk berangkat kerja, akan tetapi mendung di langit tiba dan air hujan turun tak lama kemudian. Saat aku bergegas keluar dari pintu, Ibu memanggil, ”Tunggu Kak, di luar hujan lebat, biar Ayah yang mengantar kamu kerja ya." Aku pun menghentikan langkahku, lalu Ibu menghampiri Ayah yang sedang menonton TV di ruang keluarga. “Ayah, di luar hujan lebat, Ibu minta tolong anterin Kakak kerja, ya."
Tanpa basa basi Ayah menjawab, ”Ayah males, Ayah capek. Biar dia berangkat sendiri saja. Dia kan sudah besar jadi dia harus bisa kemana-mana sendiri tanpa harus dituntun, lagian masih ada jas hujan juga, ya dipakai saja jas hujannya, gampang kan?" Mendengar jawaban Ayah, air mataku menetes dengan sendirinya. Aku pun langsung bergegas berangkat kerja diiringi aliran deras air mata dan air hujan.
Rasa dingin tak lagi terasa di tubuhku. Yang aku rasakan hanya sakit hati, kecewa, dan sedih. Di sepanjang perjalanan hanya kata-kata Ayah yang ada dipikiranku. Apa salahku ya Rabb? Hingga ayah jadi seperti ini padaku.
Hari-hari sedihku telah terlewati panjang. Dan kini tiba di penghujung bulan Desember 2017. Seluruh karyawan di tempat kerjaku mendapatkan libur tahun baru. Aku berencana menghabiskan waktu liburku dengan orangtua dan adiku. Sore hari, aku memberanikan diri untuk menemui ayah dan berbicara dengan ayah. “Ayah, aku dapat libur tahun baru,aku berencana ingin mengajak Ayah, Ibu, dan Adik berlibur menyambut tahun baru, Ayah bisa kan?" Tak lama ayah menjawab, ”Ayah usahakan, tapi ayah tidak janji." Mendengar jawaban ayah, aku langsung melukis senyum bahagia di bibir sambil memeluk Ayah dan berkata, ”Makasih Ayah, aku akan tetap sayang sama Ayah apapun keadaannya”.
Aku sungguh bahagia mendengar jawaban ayah. Karena selama ini Ayah tak pernah ada waktu luang untuk berlibur dengan istri dan anak-anaknya. Setiap kali kami pergi, kami harus rela pergi tanpa ada Ayah yang menemani. Selama ini Ayah hanya menolak dan beralasan sibuk kerja tiap kali diajak berlibur.
Waktu menunjukkan pukul 20.30 WIB, ayah dan ibu sudah menunggu di depan rumah. Selang lima menit kami bergegas menuju ke Alun-Alun Kota Kudus. Tak lama kemudian kami sampai. Aku, Ibu, Ayah dan Adik turun dari mobil lalu menuju ke tengah alun-alun. Di tengah-tengah keramaian, Ayah dan Adik berpisah dariku dan Ibu.
Aku menghabiskan malam tahun baru dengan bercerita dan curhat kepada Ibu, sementara Adik bermain dengan Ayah. Di malam itu, Ayah seolah menjauhi aku dan tak ingin berbincang padaku. Rasanya aku ingin meneteskan air mata, tapi aku harus tegar dan senyum di depan Ibu. Aku tak mau Ibu melihatku menangis di malam pergantian tahun 2018 ini. Meskipun hati ini rapuh, aku tetap merasa bahagia karena Ayah mau menerima ajakanku untuk pergi bersama keluarga.
Aku sangat berterima kasih padamu ya Rabb, ini adalah 2 jam kebahagiaanku bersama Ayah menjelang pergantian tahun baru 2018.
Dad, your daughter loves you so much anytime.
Harapanku di tahun 2018 adalah semoga Ayah akan kembali menyayangiku seperti dulu waktu aku masih kecil, karena aku sangat menyayangi Ayah. Dan semoga ketentraman, kebahagiaan, dan kekompakan kembali hadir di tengah keluarga kecil kita. Amin.
- Sakit Hati Dihina Gemuk, Tahun Ini Target Diet Berat Badan Turun 20 Kg
- Selamat Tinggal Suara Mesin Printer!
- Demi Aku, Ibu Rela Bertahan Bertahun-Tahun Lamanya dengan Ayah yang Mendua
- Biarkan Anakku Lahir!
- Natal yang Kelabu dan Rasa Takut Kehilangan Mama
(vem/nda)