Tulisan ini merupakan curhat pembaca Vemale yang begitu menyentuh. Perjalanannya menemukan jodoh terbaiknya penuh liku. Hubungan yang dijalaninya dengan seorang pria selama 7 tahun pun kandas. Meski terluka dan terkhianati, ternyata ada takdir jodoh yang lebih indah untuknya.
***
Aku wanita usia 29 tahun, sudah menikah dan memiliki satu anak.
Tulisan ini aku tujukan kepada para wanita di luar sana yang selama ini menunda pernikahan dengan orang baik, demi mempertahankan sebuah hubungan asmara yang tidak sehat dengan orang yang tidak tepat.
Lulus SMA di usia 17 tahun, aku langsung diterima di sebuah universitas kenamaan. Walau aku sama sekali tak berminat dengan jurusan-jurusan di fakultasnya, tetapi aku tetap berangkat. Demi apa? Demi gengsi. Ya, aku kuliah di situ karena gengsi. Universitas terkenal dengan besaran biaya pendidikan yang bisa dibelikan rumah serta mobil.
Bisa ditebak. Hari-hari kuliahku begitu membosankan karena tak satu pun pelajaran menarik minatku. Aku kost di sebuah rumah warga setempat. Tak ayal cinta lokasi pun terjadi. Seorang tetangga laki-laki menyapaku saat aku melintas di depan rumahnya untuk membeli cemilan. Dengan berani dia meminta nomor HP-ku. Entah kenapa, langsung aku beri saat itu juga. Murahan? Tidak juga. Namanya juga mahasiswi lagi bosan, aku berkenalan dengan siapa saja yang mau berkawan denganku.
Selanjutnya kami resmi menjalin hubungan pacaran. Kami sering pergi berdua apalagi rumah dia dekat dengan tempat kost-ku. Aku merasa memang dia lah jodoh yang diberikan Tuhan padaku. Kami saling mengerti satu sama lain. Apabila salah satu dari kami marah atau tersinggung, yang satunya akan cepat meminta maaf. Begitu pula di saat duka melanda, satu sama lain akan saling menghibur.
Salah satu kejadian yang paling tidak bisa aku lupakan adalah saat aku terserang muntaber. Kondisiku lemas tidak bisa berdiri, berlumur muntahan dan kotoran. Aku sudah tak bisa bergerak untuk mandi. Pukul 02.00 dini hari dia menggendongku ke jalan, sampai kami menemukan taksi yang membawaku ke rumah sakit. Sampai aku sembuh, dia sangat telaten merawatku, membelikan makanan dan obat.
Advertisement
Ada satu hal yang tidak sehat dalam hubungan asmara kami. Aku adalah mahasiswi dengan uang bulanan tetap sebesar empat juta rupiah per bulan dari orangtuaku, sedangkan dia adalah remaja tanggung pengangguran di mana orangtuanya pun tidak memperhatikan kehidupannya. Sudah tahu alurnya, kan? Ya, akulah yang membiayai hampir seluruh kebutuhannya. Mulai dari hal yang mendasar yaitu beli makan, beli baju, isi bensin, sampai kebutuhan tersier yaitu kredit motor gede sampai berbelanja barang bermerek. Dari uang empat juta, hampir tiga juta aku alokasikan untuknya. Selain karena dibutakan cinta monyet, aku juga merasa hutang budi.
Tahun pertama kami berpacaran, aku tak berkeberatan dengan ini semua. Toh, dia juga lah yang mengantar jemput aku kuliah. (Dan aku sering membolos). Memasuki tahun kedua, aku mulai menyarankan kepadanya supaya mencari pekerjaan. Tak digubrisnya usulku. Maka aku berinisiatif membeli aneka macam surat kabar, aku carikan iklan lowongan kerja untuknya. Aku berbelanja amplop, aku buatkan dia surat lamaran kerja, aku persiapkan seluruh berkasnya, aku kirimkan ke berbagai perusahaan. Banyak telepon panggilan kerja datang, tapi apa respon darinya? Dia menjawab, "Nggak ah, bukan bakatku. Nggak minat."
Pada tahun ketiga dan keempat kami masih bertahan dalam hubungan seperti ini. Kuliahku makin terbengkalai dan aku mulai sadar bahwa jarum jam tidak berhenti walau sedetik. Aku ingin menabung supaya di masa depan memiliki dana simpanan. Namun dengan pacarku, hal ini tidak akan berhasil, karena uangku habis dia konsumsi. Akhirnya aku dengan tegas mengatakan padanya bahwa aku tak bisa lagi menanggung pengeluarannya. Rupanya hal ini sedikit berhasil, dia mau memenuhi sebuah panggilan kerja.
Aku kira hubungan kami akan membaik di tahun kelima, apalagi dia sudah berpenghasilan tetap. Dia bekerja sebagai petugas cleaning service di sebuah showroom mobil elit. Ternyata dugaanku salah. Suatu sore saat kami makan bersama di warung, aku iseng memainkan HP-nya saat dia ke toilet. Ada banyak sekali arsip SMS dan chat dari seorang wanita lain. Aku diselingkuhi.
Kami banyak bertengkar di tahun keenam. Aku berusaha bertahan karena aku berpikir, sudah enam tahun kami bersama, banyak yang kami lewati, jika harus putus alangkah capeknya mulai dari nol lagi, berkenalan dengan orang baru, beradaptasi, dan segala tetek-bengeknya. Sudahlah, pertahankan saja hubungan ini! Manusia tak ada yang sempurna. Begitu pikirku.
Tiga misteri besar Tuhan untuk manusia, yaitu kelahiran, jodoh, dan kematian. Di tahun ketujuh aku berpacaran dengannya (aku belum juga lulus kuliah), tidak sengaja aku berkenalan dengan seorang pria di internet. Kami sama-sama memainkan game online yang sama. Dari situlah kami berkenalan. Lagi-lagi kerja Tuhan, S ternyata berasal dari kota yang sama denganku.
Sebut saja pria ini bernama S. S adalah seorang pria yang biasa saja, tetapi sangat tertib. Dia bangun pagi, mandi, bekerja (berdagang sembako), pulang, mandi, main game satu jam, tidur. Begitu saja setiap hari. Bagi diriku, mahasiswi perantauan yang selama ini hidup tidak jelas bersama lelaki pemalas dan suka berselingkuh, S tampak berkilau seperti mutiara di dasar kegelapan laut. S tidak menyatakan cinta kepadaku, karena dia tahu aku punya pacar, tetapi setiap hari dia selalu menyapaku baik melalui telepon maupun SMS.
Di penghujung tahun itu, lagi-lagi aku temukan sebuah SMS mesra di HP pacarku. Wanita yang dia bilang sudah tak ada hubungan dengannya, ternyata justru makin intens. Aku tidak marah dan tidak ingin menyelidikinya. Aku sudah terlalu capek, selama 7 tahun membiayai kehidupan seseorang yang sama sekali tidak menghargaiku. Aku tidak membahas apapun mengenai hal ini dengannya. Dalam diam aku kebut skripsiku dengan S yang selalu menyemangatiku. Usaha tak mengkhianati hasil. Aku berhasil lulus dalam waktu relatif singkat.
Masih tercetak jelas dalam ingatanku. Hari itu, aku mengemas seluruh barang-barangku di kost. Barang yang tidak aku perlukan, aku berikan kepada ibu penjaga warung dekat rumah. Aku sudah memesan tiket untuk pulang ke kampung halaman dan bertemu S. Semua ini tanpa sepengetahuan pacarku. Ah, dia bukan lagi pacarku, sejak dia berselingkuh. Setelah berpamitan kepada pemilik kost, dengan izin Tuhan dan perasaan lega luar biasa, hari itu aku meninggalkan kota Bandung.
Sesuai rencana aku bertemu S pertama kali di rumah orangtuaku. Kami saling berkenalan dan S bukan orang yang banyak bicara. Tak sampai sebulan sejak pertemuan kami, dia melamarku dan kami menikah dalam ijab qabul sederhana di rumah. Saat ini kami memiliki satu anak dan masih berharap dikaruniai banyak lagi anak. Total waktu perkenalanku sampai pernikahanku dengan S, hanya memakan waktu tujuh bulan. Benar kata orang, kalau sudah jodoh segalanya pasti mudah.
Mantan pacar? Aku tidak tahu kabarnya dan tidak ingin tahu. Menikah adalah perbuatan mulia dan juga merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Apabila sudah menemukan pasangan yang cocok di hati, tidak perlu menunda pernikahan. Jangan mempertahankan hubungan asmara yang tidak sehat, yang hanya menghabiskan usia kita.
Doaku untuk semua wanita Indonesia yang belum menikah, semoga kalian semua secepatnya dipertemukan dengan jodohmu, jodoh yang mampu membawamu ke arah peribadatan pada Tuhan yang semakin baik setiap harinya. Aamiin.
- Peringati Anniversary, Pemuda Ini Memberi Pacar Hadiah yang Tak Terduga
- Dulu Tak Sengaja Foto Bersama Saat Kecil, Pasangan Ini Ternyata Berjodoh
- Review: Novel Posesif - Lucia Priandarini
- Khawatir & Curiga Itu Wajar, Tapi Jangan Bikin Hubungan Kamu Mudah Bubar
- Cinta Bersemi dalam Grab, Kisah Cinta Pasangan Ini Romantis & Manis Abis