Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Surat untuk Ibu ini sungguh bikin air mata meleleh rasanya. Ia menuliskan sebuah surat tapi mustahil baginya bisa mengirimkan surat itu agar sampai di tangan bundanya.
***
Seorang gadis kecil sedang berjalan dengan sedikit melompat-lompat. Ia melangkahkan kaki mungilnya dengan ceria dan tangan yang saling bertautan dengan ibunya ia ayunkan dengan semangat. Hingga si gadis tiba-tiba berhenti, membuat ibunya bingung, kemudian gadis itu menunjuk pada sebuah tanaman berbunga putih yang indah.
“Bunda, ini bunga apa?” tanyanya sambil menatap ke ibunya.
“Itu bunga kaca piring, sayang.” Ibunya tersenyum lembut.
“Kaca piring?” tanyanya bingung sambil menyentuh bunga dan menyelidiknya.
“Kenapa namanya kaca piring, Bun?” tanyanya lagi.
“Hmm... Kenapa ya? Bunda juga tidak tahu.”
“Tapi, sayang. Walaupun namanya membingungkan. Tapi bunga cantik ini punya makna yang artinya ‘Kau yang Terindah’.” Ibunya melanjutkan.
Kemudian gadis itu memetik bunga putih bersih itu dan memberikan pada ibunya.
“Ini buat Bunda,” katanya, sambil menyodorkan sekuntum bunga yang ia petik.
“Eh, kenapa?” tanya ibunya bingung.
“Soalnya Bunda yang paling cantik.” Dengan polosnya ia menjawab.
Ibunya terkejut mendengar ucapan gadis kesayangannya, kemudian Ia mencium pipi gadis kecilnya.
Aku hanya dapat tersenyum melihat pemandangan manis itu dari halaman rumahku, tentu saja aku dapat melihatnya, karena tanaman Kaca Piring itu milikku dan bunda.
Pagi di hari libur memang membawa suasana yang berbeda. Mentari pagi sudah menyeruak memancarkan kilau emasnya. Tinggal sendirian di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota memanglah tidak mudah pada awalnya, namun seiring berjalannya waktu aku mulai terbiasa, membuatku dituntut mandiri. Setelah sarapan aku terdiam, bingung akan kegiatan yang kulakukan untuk hari ini, kemudian teringat pada kejadian tadi pagi. Tiba-tiba rindu merasuki diriku, bergejolak di hatiku perasaan rindu yang tiba-tiba muncul, begitu sesak dan menyakitkan, aku rindu bunda.
Sudah lama sekali aku tidak bertemu bunda, karena kesibukan yang menelan waktuku hingga jarak yang jauh menghambatku. Dan seketika aku memiliki ide untuk menulis sebuah surat untuk bunda. Bukankah lebih mudah lewat pesan singkat? Tapi, bunda tidak bisa menggunakan handphone, maka dari itu aku memutuskan untuk membuat surat, ditambah lagi dengan surat, akan menjadi lebih romantis, bukan?
Advertisement
Aku bergegas menuju meja di kamarku, mengambil secarik kertas binder berwarna merah muda, mengambil sebuah pulpen dengan tinta hitam. Memposisikan tubuhku senyaman mungkin dan mulai menulis, menuangkan segala kerinduanku, bernostalgia menceritakan momen-momen indah bersama bunda, dan segenap perasaan yang aku tuangkan.
Kutuliskan semua perasaan, semua pengalaman, semua kerinduanku pada bunda, sampai tanpa sadar aku sudah menulis sebanyak lima lembar. Kemudian aku sampai pada akhir bagian suratku.
Kulipat lembaran kertas berwarna merah muda di mana telah kutuangkan segala cerita tentang rinduku. Kumasukkan dalam amplop berwarna ungu muda. Kemudian aku bersiap-siap untuk mengantarkan suratnya.
Setelah aku siap, tak lupa juga kubawa benda terpenting yang syarat akan kenangan. Aku berangkat menggunakan motor matic kesayanganku untuk mengirimkan surat ini. Tak butuh waktu lama aku sudah sampai. Kuparkirkan motorku, mengambil surat yang ada dalam tas selendangku, dan benda yang sangat penting tak ketinggalan. Kulihat sebuah gapura kecil, akupun masuk pada sebuah lapangan yang cukup luas dengan berjajar rapi batu-batu bertuliskan nama sebagai tanda, kuberjalan di antara batu-batu nisan tersebut sampai akhirnya aku sampai pada sebuah batu nisan bertuliskan nama seseorang yang sangat berharga dalam hidupku, orang yang sangat kurindukan saat ini, bahkan di setiap tidurku, di setiap doaku.
Kemudian aku berlutut di sisi makamnya, dengan nisan bertuliskan “Salma Hanifah”. Terenyuh hati ini, tak sanggup sebenarnya hatiku setiap melihat makam ini. Tak ingin ku lihat sebenarnya, terulang kembali kenangan yang menyayat hati karena tak sanggup menerima takdir, namun hanya inilah satu-satunya cara agar aku dapat menghilangkan setitik rindu, walau nyatanya hanyalah ilusi.
Kuletakkan sebuah benda yang sangat berarti bagiku dan bunda, yap, sekuntum bunga kaca piring yang penuh kenangan. Kemudian aku berdoa untuk bunda yang telah beristirahat dengan damai, agar mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan.
Kemudian kubuka amplop dan mengambil lembaran kertas yang tadi kutulis. Kubacakan surat pengantar rinduku di makam bunda, berharap bunda dapat mendengarnya, agar tidak kesepian.
"Bunda, sudah lama sekali aku tidak bertemu Bunda. Bagaimana kabar Bunda di sana? Aku harap Bunda selalu baik-baik saja. Bun, maafkan aku yang jarang sekali menjenguk Bunda, bukan aku lupa, hanya saja begitu sulit untuk aku mengunjungi Bunda, aku yang semakin sibuk, jarak kita yang begitu jauh dan rasa sakit yang tidak bisa aku tahan. Bukan aku yang tidak bisa menyempatkan waktu, Bun. Hanya saja, ini benar-benar sulit."
Tak dapat kutahan, sambil membacakan kata demi kata, kalimat demi kalimat, mataku mulai terasa perih, berkumpul tetesan air memenuhi pelupuk mataku, membuat pandanganku menjadi buram.
"Bun, aku sangat merindukan Bunda, sangat. Aku rindu melihat Bunda, aku rindu mendengar suara Bunda, aku rindu masakkan Bunda, aku rindu dipeluk Bunda, Aku rindu dicium Bunda, bahkan aku benar-benar rindu dimarahi Bunda."
Akhirnya menetes, kemudian tetesan itu makin deras berubah menjadi isakan, kuseka tangis yang membasahi pipiku, namun nyatanya semakin lama, jari dan tanganku kalah cepat dengan air mata yang mengalir makin deras, hingga akhirnya kubiarkan, sambil kubacakan suratku.
"Bun, aku sadar betapa sulitnya hidup sendirian, biasanya Bunda yang selalu menyiapkan sarapan untukku, dan membangunkanku agar aku tidak terlambat. Tapi di sini, kadang aku tidak sarapan karena telat bangun dan tidak sempat, hehe. Pasti Bunda sekarang menggeleng-gelengkan kepala mengetahui putri kesayangannya begitu pemalas dan ceroboh, hehe. Maaf ya Bunda. Tapi Bunda, meskipun gadismu ini begitu ceroboh, sekarang gadis kesayanganmu ini sudah selangkah lagi menuju kesuksesan Bun! Tahu ya Bun, gadismu kini sebentar lagi akan jadi dokter! Iya Bun, dokter! Bunda pasti senangkan? Banggakan? Hehehe."
Aku selangkah lagi dapat mewujudkan cita-citaku, begitu sulit untuk mencapai titik ini, penuh perjuangan, apalagi tanpa bunda di sini. Tapi aku tidak pernah menyerah, seperti yang selalu bunda ajarkan, bahwa tidak ada perjuangan yang mengkhianati hasil.
Bunda, aku teringat ketika mengalami patah hati saat pertama kali pacaran, aku menangis dan memeluk bunda, ketika keesokannya pacarku meminta maaf dan mengakhiri hubungan kami. Dan kemarin aku baru tahu bahwa saat itu bunda meneleponnya dan memarahinya, mantan pacarku menceritakannya kemarin Bun.
Katanya Bunda bilang, “Hey Nak, jangan berharap kau bisa memiliki seseorang jika kau tidak bisa menjaganya. Jangan harap kau dapat cinta yang tulus jika kau tidak pernah memberi ketulusan. Dan jangan pernah berharap dapat memiliki putriku, jika kau tidak pernah berniat membahagiakannya.” Aku terkejut mendengar ceritanya Bunda. Kenapa Bunda tidak pernah bilang? Tapi Bun, terima kasih, tidak kusangka Bunda sampai meneleponnya. Hahahahaha.
Tak sanggup lagi rasanya menahan rindu ini. Aku meringkuk pada makam bunda, kupeluk nisan bertuliskan nama wanita terindah yang pernah kutemui, tangisku makin keras, mengungkapkan rindu yang tak tersurat, dengan isakan tanda luka hati yang sangat dalam.
Terima kasih Bunda atas segala kasih sayang yang selalu kau curahkan, atas semua kerja keras yang engkau berikan, atas segala pelajaran, atas segala kenangan.
Dan maafkan aku yang terkadang menyakiti hatimu, yang terkadang membentakmu, yang sering membuatmu marah dan kesal, yang selalu membuatmu lelah. Maaf. Maafkan aku yang tidak sempat membahagiakanmu, yang tidak sempat meminta maaf padamu, yang selalu mementingkan hal lain dari pada membuatmu tersenyum, maafkan aku. Maafkan aku, bunda.
Aku bertekad untuk membiasakan diri, semakin sering mengunjungi bunda, agar pedih ini tidak selalu terngiang, dan kenanganku di halaman depan saat pertama kali kulihat indahnya bunga kaca piring bersamanya, bunda. Karena ialah yang terindah.
***
Hai ladies dan moms yang ada di Kota Malang, yuk kita ketemuan dan seru-seruan merayakan Hari Ibu!
Kamu bisa ajak ibumu main games dan makan siang bareng. Semuanya GRATIS! Terus bisa ikut seru-seruan bareng juga dengan 50 Vemalist lainnya dan ibu mereka.
Seperti apa syaratnya? Yuk cek di halaman ini.
- Dokter Mendiagnosa Aku Susah Punya Anak, Namun Tuhan Maha Baik
- Bermetamorfosa Jadi Ibu di Usia Muda, Aku Begitu Bangga & Bahagia
- Tak Pernah Akrab Dengan Anak-Anak, Kini Aku Berubah 180 Derajat
- Tantangannya Begitu Besar, Tapi Aku Tak Menyesal Melahirkannya
- Meski Tiap Hari Seperti Diuji, Jadi Ibu Itu Kebanggaan Tersendiri
(vem/nda)