Kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam Lomba Ayah Aku Rindu ini mengingatkan kita kembali betapa perjuangan seorang ayah untuk membahagiakan anaknya tak pernah setengah-setengah. Duh, nyesek banget deh bacanya.
***
Ayah merupakan sosok yang paling penting dalam hidupku. Seorang ayah mampu mengorbankan apapun dalam hidupnya untuk anak-anaknya. Ayahku pria terhebat sedunia. Seorang pria tangguh yang menangis diam-diam untuk menutupi segala penderitaan yang ia alami.
Saya bernama Agnes CA Sihombing, anak pertama dari 3 orang bersaudara di mana saya terlahir dari keluarga yang dibilang kurang beruntung dalam hal ekonomi, namun paling beruntung sedunia karena terlahir dari seorang ayah yang begitu luar biasa. Tidak ada pria seperti ayahku. Pria yang selalu membuat saya bahagia dalam dunia ini.
Saya kuliah di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis. Teringat pertama kali pengumuman SNMPTN setahun silam bahwa saya lolos di USU, hal utama yang paling saya ingat adalah ayah saya. Dia pasti akan sangat bangga pada saya karena saya masih orang pertama perempuan di keluarga yang kuliah di USU, walau kebahagiaan itu terhambat dalam hati saya karena mengingat perekonomian kami yang begitu tidak mendukung untuk mewujudkan impian saya.
Ketika ayah saya tahu kabar gembira tersebut, ia menangis dan bersyukur. Namun dalam hati saya, saya tahu apa yang ayah saya pikirkan saat itu. Ayah saya bahagia juga sedih beraduk menjadi satu. Hal utama yang ia pikirkan adalah bagaimana mendapatkan biaya untuk menguliahkan saya sedangkan dia memiliki banyak utang dan juga adik-adik saya yang harus ia tanggung. Tapi ayah saya menyimpannya dan tetap senyum di hadapan kami.
Bagaimana pun, ayah saya adalah pria terhebat sedunia yang saya tahu. Demi kelanjutan kuliah saya, ayah saya rela pergi merantau menjadi kuli bangunan di negeri orang. Oh, betapa sakitnya yang ia rasakan karena meninggalkan anak-anak dan istrinya di masa tuanya. Bahkan saya masih mengingat kami berada di dalam mobil yang sama ketika saya akan berangkat ke Medan dan ayah saya berangkat ke Samosir. Saya masih ingat betul uang yang dipegang ayah saya di situ adalah Rp 65.000 dan ketika kami harus terpisah karena arah tujuan yang berbeda, ayah saya memberi saya uang Rp 50.000. Saat itu saya mau menangis sekuat mungkin untuk mengungkapkan rasa sedih saya. Apa yang ayah saya lakukan itu begitu luar biasa. Ayah saya dulunya merokok, namun berhenti setelah saya kuliah.
Advertisement
Tak ada yang lebih sayang pada saya selain ayah saya. Ayahku malaikatku. dalam setahun ini, kami ditinggal pergi oleh kakek dan nenek kami untuk selama-lamanya. Tak terbayangkan betapa sedihnya ayah saya karena kehilangan sosok tempatnya berlindung. Kini yang saya pikirkan adalah kemana lagi ayah saya akan mencurahkan segala yang ada dipikirannya belum lagi dia harus menjadi pemimpin untuk saudara-saudaranya yang lain. Oh Tuhan kuatkan ayah saya. Seseorang harus selalu bersyukur jika memiliki ayah sehebat ayah saya. Yang tak akan pernah malu untuk melakukan apapun untuk anak-anaknya. Ia tidak malu menangis di depan umum karena melihat anaknya sakit. Berlari kesana kemari meminta bantuan.
Ayah selalu memaafkan kesalahan saya. Terkadang saat ia berdoa, ia tidak lupa untuk meminta pengampunan untuk anak-anaknya. Mengorbankan segala apapun demi anaknya. Saya tahu betapa sakit yang ia rasakan saat saya kesusahan biaya untuk kuliah. Tapi ingat, “Tuhan tidak pernah memberikan cobaan di luar kemampuan manusia," itulah kata-kata yang ayah saya katakan ketika saya mulai menyerah dengan sandiwara dunia yang ingin menghancurkan aku.
Dalam masalah apapun doa ayah dan ibu adalah jalan keluar terbaik.
Ayah aku mencintaimu. Doakan anakmu sukses, ya ayah. Aku ingin menyenangkan kalian di masa tua kalian. Jangan ada lagi air mata yang menetes dari matamu. Tetap bersyukur ayah, Yesus beserta kita. Tak peduli seberapa jauh pun aku pergi, aku pasti akan kembali ke rumah, ayah. Karena kalian adalah surgaku. Jangan pernah menangis lagi. Aku sayang kalian, sangat sangat sayang. Bahkan sayangku melebihi dunia ini.
- Kata-Kata Ini Seharusnya Kuungkapkan Saat Ayah Masih Hidup
- Sudah 15 Tahun Kita Berpisah, Apakah Ayah Sehat-Sehat Saja?
- 19 Tahun Lalu, Telepon yang Berdering Itu Mengabarkan Kepergian Bapak
- Ayah, Kepergianmu Kuikhlaskan Meski Banyak Cerita Kita yang Belum Usai
- Pulang Nak, yang Abah Butuh Itu Kamu dan Bukan Uangmu
(vem/nda)