Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba My Body My Pride ini sangat mengharukan sekaligus menginspirasi. Memiliki kakak perempuan yang kata orang-orang lebih cantik, dia sempat merasa minder dan rendah diri. Bahkan ia sempat melukai dirinya sendiri sampai akhirnya ia berusaha untuk bangkit dengan caranya sendiri.
***
Sapaan, "Jeleknyaaa... ,” merupakan salah satu ungkapan lumrah ketika bertemu anak kecil pada umumnya. Ungkapan tersebut terlihat sangat lumrah, banyak yang mempercayai ungkapan ini dapat menghindarkan anak tumbuh menjadi sombong dan banyak juga yang percaya bahwa dengan berkata demikian anak tersebut akan tumbuh menjadi cantik di masa depan. Cantik? Apa arti kata tersebut sebenarnya? Menurut KBBI, cantik berarti elok, molek (bentuk wajah, muka perempuan), indah dalam bentuk dan buatannya.
Sejak kecil, saya hampir tidak pernah mendengar kata cantik yang ditujukan kepada saya. Hal tersebut membuat saya tumbuh dengan tidak menyukai penampilan wajah dan tubuh saya sendiri. Saya sangat percaya bahwa saya termasuk kategori jelek. Terlebih saya memiliki kakak kandung perempuan yang dalam standar masyarakat Indonesia tergolong sebagai cantik. Kakak kandung saya memiliki tubuh tinggi, ramping, memiliki warna kulit putih,dan bentuk wajah yang sesuai standar cantik umumnya (bibir kecil, hidung mancung, dan mata bulat besar). Sangat berbeda dengan saya yang mewarisi gen orang tua saya yang kurang favorable, yaitu kulit sawo matang dan gelap, rambut ikal, pendek, dan memiliki tubuh yang berisi.
Hal yang paling saya rasakan adalah bagaimana orang-orang memperlakukan kami berdua dengan sangat berbeda. Orang-orang akan bersikap sangat baik kepada kakak saya, sedangkan cenderung mengacuhkan saya bahkan terkadang bersikap seolah-olah saya tidak ada. Hal ini terus saya alami hingga saya beranjak remaja dan membentuk pola pikir saya bahwa saya jelek. Saya memiliki rasa percaya diri yang sangat rendah dan cenderung sangat membenci diri saya sendiri, bukan hanya wajah tetapi seluruh aspek dalam diri saya. Saya sangat sensitif dan sangat khawatir atas apa yang orang lain pikirkan tentang saya.
Kejadian ini terus berlanjut, saat saya SMP saya kerap mendapat bullying dari teman-teman saya. Mereka selalu membanding-bandingkan diri saya dan kakak saya yang sangat populer di sekolah. Mereka bahkan memberi julukan yang semakin membuat saya membenci diri saya, seperti ireng, monyet, gosong, gajah, dll. Saya terus membenci diri saya hingga pada titik saya berusaha keras mengubah diri saya.
Advertisement
Saya mulai meminum pil penurun berat badan dengan harapan dapat menurunkan berat badan dengan cepat. Bahkan tanpa saya sadari saya mulai memiliki kelainan cara makan, yaitu bulimia nervosa. Bulimia nervosa merupakan salah satu kelainan cara makan, seperti membuat diri sendiri muntah (Wikipedia). Saya juga berusaha keras mengubah warna kulit saya dengan membeli obat pemutih kulit yang di kemudian hari malah hanya merusak kulit saya. Saat itu, saya hanyalah remaja 13 tahun kelas 1 SMP yang sangat putus asa. Ketika saya kelas 1 SMA saya bahkan mulai melakukan penyiksaan diri dengan sering menyilet bagian tubuh saya sendiri seperti paha, betis, tangan, dll sebagai salah satu usaha saya mengurangi depresi yang saya rasakan. Saya sangat buruk dalam memperlakukan tubuh saya sendiri.
Kebiasaan buruk ini terus berlanjut hingga pada akhirnya semua ini menyerang saya kembali. Pada kelas 2 SMA, saya divonis dokter memiliki masalah ginjal. Jika saya tidak menghentikan kebiasaan buruk saya, saya harus melakukan operasi pengangkatan ginjal. Saya sangat terkejut, selama ini saya hanya memikirkan hal-hal yang tidak begitu penting yang sama sekali tidak memberikan efek positif bagi hidup saya. Beberapa orang akan berubah dan sadar apa yang benar-benar penting dalam hidup jika dihadapkan pada kematian, saya merupakan salah satunya.
Saya mulai menyadari bahwa saya jatuh terlalu dalam dalam jurang kesesatan “perfection of beauty” yang diciptakan lingkungan saya. Saya mulai perlahan mengubah pola makan saya. Pepatah mengatakan you are what you eat, saya sangat setuju dengan pepatah tersebut. Saya mengalami banyak perubahan terhadap apa yang saya rasakan dengan mengubah pola makan saya. Perlahan saya mulai mengubah pola pikir saya, saya juga mulai membaca banyak buku.
Saya pun semakin sadar, saya lah yang membiarkan orang-orang sekitar saya yang menentukan kebahagiaan saya. Saya terluka dengan komentar-komentar buruk mereka dan terlalu peduli apa yang mereka pikirkan tentang. Saya semakin sadar nilai hidup saya haruslah tidak ditentukan oleh orang lain, tetapi oleh diri saya sendiri. Saya juga mulai belajar bahwa nilai diri saya dan hidup saya tidak dapat ditentukan oleh fisik saya, latar belakang, status, dan jabatan saya. Bagaimana saya memperlakukan orang lain, karaker, sopan santun, cara saya berpikir jauh lebih penting dari pada fisik saya.
Saya juga mulai sangat bangga pada warna kulit saya, saya sedikit pun tidak tertarik pada produk pemutih yang ada di iklan-iklan di setiap tempat. Saya juga memilih hidup sehat dan berolahraga bukan lagi dengan tujuan agar memiliki tubuh yang bagus atau agar orang lain melihat saya. Akan tetapi dengan motif bahwa hal ini baik untuk hidup saya dan dapat meningkatkan konsentrasi serta produktivitas saya. Saya tidak lagi menyiksa diri, tetapi menjadikan yoga sebagai tempat saya menjernihkan pikiran saya dan menghilangkan stres.
Walaupun sangat sulit saat saya menjalaninya, tetapi saya bersyukur pernah melewati semua pengalaman tersebut. Saya belajar bagaimana memperlakukan orang lain, dan lebih berhati-hati terhadap apa yang saya katakan. Karena saya tahu betul bagaimana satu kata buruk dapat menghancurkan hidup orang lain jauh lebih besar dari yang saya pikirkan. Saya mulai menerima fakta bahwa tidak mungkin semua orang akan menyukai saya dan mulai menerima kekurangan maupun kelebihan diri saya. Terkadang, hal-hal menyakitkan dapat menjadi pelajaran yang sangat berharga hingga mengubah kita menjadi manusia yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
Saya berbagi cerita ini dengan harapan siapapun yang membaca dapat lebih menghargai tubuh mereka sendiri dan lebih fokus kepada kebahagiaan internal yang dirasakan. Karena pada akhirnya semua yang hidup akan mati. Mengurangi pemikiran buruk yang tidak perlu akan mengubah banyak hal dalam hidup.
Saya juga berharap siapapun yang membaca ini lebih berhati-hati dalam berkomentar mengenai fisik orang lain. Sapaan lumrah seperti “Wah, kamu gendutan,” saat bertemu kawan yang lama belum ditemui mungkin tanpa anda sadari dapat meningkatkan rasa buruk teman anda pada diri mereka sendiri. Daripada berkata hal-hal buruk bagaimana dengan memujinya dengan hal-hal kecil seperti “Wah kamu makin cantik," “Wah baju kamu lucu, di mana membelinya?” sebagai pembuka obrolan. Karena tidak semua orang dapat mengungkapkan masalah apa saja yang ada dalam dirinya, hendaknya kita jangan menambah masalah tersebut. Saya berharap siapapun yang membaca ini lebih sadar pentingnya hidup mereka dan mencintai diri maupun tubuh mereka sendiri.
- Meski Sejak Kecil Fisiknya Kerap Dihina, Kini Sukses Sampai ke Finlandia
- Tubuhku Gemuk dan Nggak Pintar Make Up, Suami Tetap Mencintaiku Seutuhnya
- Tercabik Hatiku, Dituduh Nggak Perawan karena ''Bagian Tubuh Ini'' Melorot
- Tak Suka Dandan dan Sering Pakai Baju Lungsuran, Aku Bahagia dengan Caraku
- Bertubuh Mungil dan Divonis Hypertiroid, Aku Justru Makin Banyak Bersyukur
- Difabel dari Kecil dan Berkali-Kali Kena Tumor, Hidupku Tetap Kuperjuangkan
(vem/nda)