Kisah sahabat Vemale dalam tulisan yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Here Comes the Bridezilla ini benar-benar bikin hati nyesek. Tak terbayang kalau kita berada di posisinya.
***
Maret 2015 awal perkenalan kami yang dicomblangi oleh teman saya bernama Gilang, kebetulan suaminya adalah teman calon suami saya. Nama calon suami saya adalah Topan Christianto. Berkenalan selayaknya seperti yang lain saling komunikasi untuk tukar pendapat dan saling mengenal satu sama lain.
Seiring berjalannya waktu, kami ada rasa saling ketertarikan satu sama lain. Desember 2015 ia menyatakan perasaannya untuk menjalani hubungan yang lebih serius. Tapi saya tidak langsung menjawabnya pada saat itu, karena saya masih ada rasa traumatik hubungan sebelumnya. Saya menyatakan kepada dia bahwa saya ingin mencari calon pendamping hidup untuk selamanya, bukan hanya menjalani hubungan tanpa ada kejelasan. Ia pun menjawab yang sama. Tapi saya masih ragu dengan pernyataan dia pada saat itu.
Akhirnya kami menjalani hubungan seperti pertemanan biasa, dan akhir bulan Januari 2016 tepatnya tanggal 30 ia menyatakan kembali perasaannya. Dan saya menjawabnya dengan berkata, “Bisa nggak kamu menyatakan ini di depan orang tua aku?” Ia pun mengiyakan dan minta bertemu dengan orangtua saya. Orang tua saya pun kaget dan mengiyakan permintaan dia dengan syarat harus menyayangi saya dengan tulus jangan merasa terpaksa. Akhirnya hubungan kami pun direstui oleh orang tua, karena buat saya restu orang tua adalah yang paling penting untuk kelanggengan suatu hubungan.
Rasa senang bahagia seperti anak ABG yang baru mengalami pacaran, itu yang saya alami hehehe. Senang sekali rasanya ada seseorang yang menyayangi dan perhatian terhadap saya. Setelah 3 bulan berjalan, saya mulai meminta ingin berkenalan dengan keluarganya terutama kedua orangtuanya. Di saat itu ia bercerita bahwa orangtuanya sudah tidak bersama lagi (bercerai) dari ia kecil bahkan bisa dibilang pada saat lahir ke dunia. Dan ibunya pun kurang perhatian terhadapnya, terkadang mendapatkan perlakuan kasar dari ibunya. Akhirnya ia pun diurus oleh neneknya, dengan penuh kasih sayang.
Saya pun merasa ikut prihatin dengan apa yang ia rasakan sewaktu kecil. Ia pun bilang bahwa ibunya unik, bukan seperti ibu pada umumnya. Saya pun heran maksud dari perkataan tersebut. Lalu, saya pun tetap memaksa ingin bertemu dengan ibunya. Tapi ia bilang kembali kalau nanti bertemu jangan kaget jika tidak sesuai dengan ekspektasi. Mei 2016 saya dipertemukan ke rumah ibunya di Cikarang, dan ternyata benar saja apa yang sebelumnya ia pesan.
Advertisement
Saya tidak disambut baik oleh beliau, dengan mimik muka yang ketus dan mata sinis melihatnya seolah-olah ada yang salah di diri saya. Tapi saya tetap memberikan senyuman dan sapaan terbaik. Selama pertemuan di rumah beliau, saya tidak diajak ngobrol sama sekali bahkan beliau lebih sering di dalam kamarnya. Merasa seperti tidak dihargai dan menahan untuk menangis mata ini, saya berusaha setenang mungkin mengendalikan emosi ini.
Mas Topan berusaha mengalihkan keadaan di rumah dengan mengajak makan makanan masakan ibunya dan berusaha mengajak ngobrol apapun. Kemudian kami pamit pulang, salim dengan ibunya tapi tetap saja mukanya tetap tidak ramah. Di perjalanan pulang, Mas Topan meminta maaf kepada saya atas ketidaknyamanan di rumah tadi. Saya pun berusaha memaklumi keadaan tersebut dan memaafkannya. Saya tidak patah arang soal ini karena buat saya sekeras-kerasnya hati manusia pasti bisa luluh juga.
Pertengahan tahun 2016 kami merencanakan pernikahan dan Mas Topan ingin melamar saya di bulan Desember 2016. Mendekati bulan lamaran, ibunya jatuh sakit dan harus dirawat intensif di RS Siloam Cikarang. Diagnosa dokter mengatakan bahwa beliau terkena batu empedu dan harus dioperasi.
Akhirnya acara lamaran kami pun diundur sampe waktu yang belum dibicarakan lagi. Keluarga saya sempat kaget karena batal lamaran akhir tahun, saya pun jadi meragukan keseriusan Mas Topan untuk berumah tangga. Tapi apa daya saya hanya bisa berpasrah dan berdoa kepada Allah SWT agar semua ini bisa segera dilewati.
Awalnya kami berencana akan melangsungkan pernikahan bulan Februari 2017, tapi diundur karena uang tabungan ia untuk biaya operasi dan rumah sakit. Alhamdulillah saya mempunyai orang tua yang sangat luar biasa, yang bisa menenangkan saya dengan wejangan, “Kalau memang ia jodoh kamu, pasti akan selalu bersama dan nggak bisa dipisahkan." Lega rasanya.
Dua bulan sudah ibunya dirawat dan pulih dari penyakitnya. Bulan Maret 2017 kami pun merencanakan kembali untuk lamaran dan pernikahan. Dan tanggal 30 April 2017 lah lamaran kami dilangsungkan. Tapi itu tidak berjalan dengan lancar, ternyata sang ibu tidak merestui hubungan kami.
Dua hari sebelum hari H lamaran, sang ibu mengirim SMS kepada saya dengan mengatakan untuk dibatalkan acara lamaran nanti. Banyak kata menghina dan mengancam saya sampai tak habis kata ketika membaca SMS beliau. Kaget, syok, merasa terpojok dan saya hanya bisa menangis sedalam-dalamnya. Saya memberitahu Mas Topan soal ini, dan ia pun juga merasa kaget membaca kata-kata ibunya yang seharusnya tidak pantas beliau katakan sebagai seorang ibu.
Kami pun menangis berdua. Sampai saat ini saya pun tidak mengerti di mana letak kesalahan saya hingga beliau tega mengatakan seperti itu dan menghina orang tua saya. Akhirnya saya memasrahkan semua ini kepada Allah SWT, “Ya Allah, kalau memang benar ia jodoh untuk menjadi imamku nanti, tolong beri kelancaran dan jawaban yang terbaik dari-Mu.”
Saya pun bilang kepada Mas Topan, “Sekarang terserah keputusan kamu, ini mau dilanjutkan tujuan hidup kita atau nggak. Aku nggak mau memaksakan kalau keadaannya seperti ini. Dari awal aku juga nggak memaksakan kamu untuk mencintai aku, aku nggak memaksakan kamu untuk melamar aku nanti. Keluarga aku juga tidak menuntut banyak terhadap kamu. Jadi semua aku serahkan kepada kamu,” dengan mata berkaca-kaca.
Akhirnya ia pun memutuskan tetap melamar saya dengan diwakilkan oleh paman dan adik-adik dari ibunya. Karena ibunya sendiri pun tetap tidak sudi untuk menerima saya sebagai calon menantunya nanti. Saya pun menyembunyikan soal ini dari keluarga dan orang tua. Mereka hanya melihat saya dengan keadaan baik-baik saja, karena saya sendiri pun tidak ingin melihat mereka kecewa.
Alhamdulillah kami sudah melangsungkan lamaran, dan sekarang ini kami dalam proses untuk rencana pernikahan di mana nanti akan berlangsung tanggal 17 September 2017. Segala persiapan pernikahan, kami lakukan berdua tapi tetap wajib meminta saran dari orang tua saya agar tidak salah melangkah.
Dari kisah ini saya semakin percaya dengan adanya kebesaran Allah SWT bahwa sebesar-besarnya kekuatan dan usaha manusia untuk memisahkan sepasang manusia, jika mereka berjodoh dan diridhoi Allah SWT maka hal itu tidak akan terjadi. Sebaliknya, sekuat-kuatnya manusia untuk tetap bersatu, jika tidak diridhoi Allah SWT maka akan terpisah juga.
Semoga kisah kami ini bisa menjadi cerminan untuk banyak orang dan untuk kami juga agar saling menguatkan dan berpegangan satu sama lain. Janganlah mencintai seseorang hanya kesenangan saja, tapi cintai seseorang yang mau berjuang dan berusaha memecahkan masalah bersama tanpa melihat sisi kekurangan masing-masing. Mohon doanya semoga niatan baik kami bisa terwujud dengan baik dan lancar, amin ya Allah.
- Mempersiapkan Pernikahan dalam 2 Bulan, Ini yang Terjadi Kemudian
- Drama Soal Mantan Sempat Membuat Pernikahanku di Ujung Tanduk
- Mempersiapkan Pernikahan dalam Waktu 3 Bulan, Ini Suka Dukaku
- Semakin Mendekati Hari Pernikahan, Cobaan Terus Datang Silih Berganti
- Menikah dengan Tabungan Pribadi, Perbanyak Sabar dan Kurangi Gengsi
(vem/nda)