Sukses

Lifestyle

Mama, Aku Meneteskan Air Mata Saat Menuliskan Ini

Ada satu kata yang paling tak pantas diucapkan seorang mama untukku.
Terima kasih.

Aku kadang benci sekali kalau mama mengucapkan kata-kata itu padaku. Sering kali ia menghadiahi kata-kata itu untukku, lewat sms. Sudah pasti aku tidak akan membalas sms itu. Atau kadang juga diucapkannya secara langsung.

Aku kesal. Kenapa mama harus bilang terima kasih? Dalam hatiku, aku tak terima. Karena dengan seluruh bentuk cinta dan kasih sayangnya untukku, bagiku, aku yang harusnya mengucapkan kata-kata itu setiap hari untuk mama. Bukan mama yang justru mengucapkannya untukku.

Memang, beberapa tahun ini aku mengambil alih peran ayah sebagai kepala keuangan di keluargaku, sebab ayah sakit. Tapi itu baru beberapa tahun ini.

Aku ingat, mama sering sekali mengucapkan kata-kata itu setelah ia memintaku membelikannya sesuatu di perjalananku sepulang kerja, atau saat aku memberikannya uang setelah aku gajian.

Tapi apalah arti bantuanku itu? Tak ada apa-apanya dibandingkan semua perjuangannya. Mulai dari mengandungku selama sembilan bulan, memapahku di dua tahun pertama dalam hidupku, mengajariku cara membaca, menulis, berhitung, sampai ilmu sabar yang ia coba turunkan padaku.

Lantas apa pantas perjuanganku yang baru beberapa tahun itu, ia samakan dengan semua perjuangannya itu untukku? Sehingga ia merasa perlu berterima kasih padaku?

Ada bagian di hatiku yang terasa runtuh melihat ia memberikan kata-kata itu untukku. Karena di dalam hati, aku merasa terus-terusan berhutang padanya. Setiap hari semakin bertambah hutangku padanya.

Ia selalu menyiapkan bekal makanan untukku kerja, mengingatkanku agar tak ada barang yang tertinggal saat aku hendak keluar rumah, mengkhawatirkanku saat aku pulang terlalu malam, mengingatkanku untuk sholat saat aku di luar rumah, dan tiada henti mengingatkanku untuk segera makan malam jika aku sudah terlalu sibuk dengan gadgetku.

Mama, maafkan aku yang masih sibuk sendiri./Copyright unsplash.com

Tapi bodohnya, aku lebih sering menghabiskan waktu liburku untuk bermain dengan teman-temanku.

Bodohnya, aku sering lebih memilih untuk makan malam di restoran bersama teman-temanku sementara di rumah ia sedang mengeluhkan persendian tulangnya yang mulai sakit karena pengeroposan tulang.

Bodohnya, aku sering sibuk chattingan sampai larut malam sementara ia merasa kuabaikan, karena kadang pertanyaannya kujawab sekadarnya saja saat aku sibuk membalas pesan-pesan di HPku.

Terima kasih untuk semuanya, Ma./Copyright unsplash.com

Dengan semua kebodohanku itu Ma, mengapa kau bisa mengucapkan terima kasih padaku?

Aku menitikkan air mata saat menuliskan ini, Ma. Kini aku berharap Tuhan merestui niatku untuk bisa membahagiakanmu. Kini aku tahu, aku tak butuh seisi dunia untuk bisa membahagiakanmu. Aku hanya perlu waktu untuk bisa kuhabiskan bersamamu.



(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading