Menikah di usia yang tepat adalah impian banyak wanita. Namun tak semua wanita bisa menikah cepat, ada banyak faktor yang membuat rencana itu harus tertunda. Mengurus mama yang sedang sakit adalah satu alasan sahabat Vemale. Kisah nyata ini adalah satu satu tulisan untuk Lomba Menulis: My Life, My Choice.
***
Saya berpacaran dengan suami saya yang sekarang ini 9 tahun lamanya. Banyak faktor yang membuat kami sampai di usia sangat matang untuk menikah, yang utama dan jelas banyak orang di sekitar saya tahu hanya karena kami berbeda –keyakinan-, tapi ada yang mereka tidak tahu, ada alasan lain yang membuat saya lambat untuk memutuskan menikah.
Advertisement
Di usia saya yang cukup matang pada waktu itu, ketika satu persatu teman dan keluarga sudah memutuskan untuk menikah, bisa dipastikan saya dan pasangan mendapat banyak sekali pertanyaan dan sindiran kenapa setelah sekian tahun berpacaran kami belum juga menikah. Mereka menghakimi bahwa kami terkendala perbedaan keyakinan untuk menikah ( dan ya, itu memang salah satunya, tapi bukan yang utama ) sehingga tidak sedikit dari mereka yang pesimis pada hubungan kami dan mulai mempengaruhi saya dan pasangan untuk mengakhiri hubungan--yang kata mereka 'tidak ada masa depannya'.
Mereka Tidak Tahu Bahwa Saya Masih Fokus Merawat Mama
Padahal mereka tidak tahu, alasan terbesar saya untuk menunda menikah adalah karena saya ingin mengurus mama saya. Mama saya. Ya, mama saya.
Mama saya penderita kanker serviks. Banyak proses pengobatan yang harus beliau jalani, dan saya yang hampir selalu menemani beliau sewaktu menjalani pengobatan. Pengobatan kanker sangat tidak mudah, bukan hanya untuk mama saya, tapi juga untuk saya. Perasaan saya sering hancur ketika melihat beliau merasa kesakitan di waktu-waktu tertentu. Badan saya lelah ketika harus membagi waktu untuk mengerjakan segala hal yang harus dikerjakan bersamaan dengan itu.
Pernahlah beberapa kali mama saya menanyakan kapan saya akan menikah, karena beliau tahu saya pacaran sudah cukup lama, dan –mungkin- beliau ingin melihat anak perempuannya menjadi pengantin. Banyak keinginan beliau yang beliau sampaikan ke saya jika saya menikah nanti, misalnya saja mau dandan seperti apa, bajunya nanti bagaimana, dsb. Tapi pada saat yang bersamaan beliau berkata:
"Tapi kalau kamu menikah, siapa yang urus mama? Kalau begitu nanti saja ya menikahnya.”
Hati saya sangat sedih mendengar pernyataan beliau seperti itu. Ya, siapa yang mau urus beliau setelaten saya? Kakak-kakak diatas saya sudah menikah dan punya keluarga sendiri yang harus diurus, dan adik saya masih anak sekolahan yang –ya-, kurang peka dan tidak telaten dalam memperhatikan kebutuhan mama. Jika saya memaksakan diri untuk menikah, maka banyak yang harus saya kurangi porsinya untuk menjadikan keluarga kecil saya prioritas tentunya, bukan hanya pekerjaan saya, tetapi terutama waktu untuk mengurus mama saya pastinya tidak bisa lagi jadi prioritas saya.
Pada Akhirnya Saya Menikah dan Tidak Menyesali Keputusan Merawat Mama
Saya tidak menyesal untuk menunda menikah demi mengurus mama saya. Bukan hanya karena beliau membutuhkan saya, tapi lebih untuk kebahagiaan batin saya sendiri, karena tidak banyak yang bisa saya berikan kepada mama saya. Selain perhatian dan tenaga yang ada, dan apapun yang saya lakukan, saya sadar tidak akan pernah bisa membalas kasih sayang beliau di sepanjang hidup saya.
Mama saya sekarang sudah tenang di surga, dan saya yakin beliau sekarang sudah berbahagia di sana.
Dan, saya sekarang adalah seorang istri dari pria yang saya pacari selama 9 tahun kemarin, dan mama dari seorang bayi kecil yang sangat saya kasihi. Perbedaan yang kami miliki nyatanya tidak menjadi hambatan berarti bagi kami untuk membangun rumah tangga. Kabar baiknya lagi, suami saya sama sekali tidak membatasi ruang gerak saya untuk menjadi ibu pekerja agar tetap bisa berkarya sebagai seorang individu yang membutuhkan sarana untuk menyalurkan kreativitas. Semakin bahagia saya, karena waktu pacaran yang panjang merupakan ajang perkenalan yang sangat baik bagi kami sebelum menikah sehingga sama-sama menyadari bahwa kami tidak salah pilih pasangan.
Lihat kan? Walaupun saya harus menunda menikah untuk lebih mengabdi kepada mama saya, tetapi semuanya terbayar karena saya bisa mendampingi beliau sampai akhir hidupnya. Dan meski saya harus sedikit terlambat untuk menikah, tetapi nyatanya kebahagiaan tidak terlambat untuk menghampiri saya.
Ya, hidup ini pilihan, dan pilihan saya yang sempat dicibir dan disindir oleh banyak orang tanpa tahu alasannya malah berbuah manis untuk saya tanpa ada kata terlambat dan menyesal.
(vem/yel)