Karya seni merupakan ekspresi dan media menyampaikan pesan kepada masyarakat luas menyoal keresahan-keresahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyampaian seniman terhadap apa yang menjadi perhatiannya juga beragam, dengan caranya masing-masing.
Beberapa hari ini, publik ramai membicarakan soal pertunjukan seni #MakanMayit. Beredar foto-foto di social media yang menunjukkan kegiatan pameran yang diselenggarakan di Footurama Jakarta bulan Januari 2017 lalu ini. Tidak seperti pameran-pameran seni yang umum diselenggarakan di Indonesia, pertunjukan yang diinisiasi oleh seniman muda bernama Natasha Gabriella Tontey ini menuai kontroversi karena menampilkan makanan berbentuh tubuh bayi dan otak bayi yang dibuat dari ASI. Begitu juga dengan penggunaan keringat dari ketiak bayi yang diklaim oleh sang seniman, sebagai salah satu bahan pembuat roti sourdoughyang disajikan dalam acara ini.
Kontan, publik bereaksi. Komentar-komentar yang beredar di social media menyoal pertunjukan seni seniman yang pernah menyelenggarakan pameran karyanya di Jepang ini, menganggap apa yang dilakukan oleh Tontey tidak sesuai dengan nilai-nilai norma kesusilaan dan etika masyarakat Indonesia.
Advertisement
Melalui siaran pers nomor: B-008/Set/Rokum/MP 01/02/2017, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyatakan bahwa karya seni #MakanMayit melanggar norma kesusilaan. Berikut paparannya, seperti yang kami kutip dari kemenpppa.go.id:
"Belakangan marak diperbincangkan di media sosial terkait karya seni dari seniman muda Indonesia, yang mengusung tajuk #makanmayit. Karya seni yang didalangi oleh Natasha Gabriella Tontey ini, menampilkan makanan berbentuk tubuh bayi dan otak bayi yang dibuat dari ASI (Air Susu Ibu) dan juga keringat ketiak bayi. Makanan tersebut kemudian disuguhkan dalam suatu gelaran pameran di Footurama Jakarta pada bulan Januari 2017 kemarin.
“Hal ini sangat disayangkan, karya seni anak bangsa seharusnya merupakan ekspresi dari kreativitas yang diciptakan dan mengandung unsur keindahan bukan yang justru melanggar norma kesusilaan, kepatutan, dan agama. Negara ini melindungi anak-anak Indonesia sejak mereka masih dalam kandungan. Hal tersebut tidak tercermin dalam karya seni ini”, tutur Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), menanggapi fenomena tersebut.
Di samping itu penggunaan ASI dan keringat ketiak bayi yang dimasukan ke dalam bahan makanan merupakan suatu hal di luar akal sehat dan tidak lazim untuk dilakukan. ASI bukanlah konsumsi bagi orang dewasa. “Penyalahgunaan ASI melalui karya seni yang disebarluaskan melalui pesan visual ini sangat rentan memberikan dampak negatif bagi masyarakat karena sesuatu yang tidak lazim jika digunakan akan menimbulkan protes di masyarakat,” terang Menteri Yohana.
“Belum lagi dampak bagi anak-anak kita yang melihat pesan visual ini melalui media sosial. Bukan hal yang mustahil anak-anak akan meniru perilaku tersebut”, tambahnya.
Menyikapi fenomena ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menghimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan kembali karya seni ini di media sosial. Dengan menyebarluaskannya maka kita telah berkontribusi dalam penyebarluasan konten yang negatif bagi anak-anak.
Setiap orang berhak mengembangkan diri dan dijamin dalam pasal 28 c UUD 1945 ayat 1 namun tidak bertentangan dengan norma kepatutan dan nilai-nilai hidup dalam masyarakat.
“Kami juga mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti kasus ini karena karya seni ini telah melanggar norma kesusilaan, kepatutan, agama dan bila terbukti melanggar UU akan dikenakan Pasal 27 ayat 1 Undang- Undang ITE dan pasal 282 ayat 3 KUHP kesusilaan”, imbuh Menteri Yohana.
Adanya kasus ini memungkinkan munculnya modus penjualan organ tubuh yang termasuk ke dalam bentuk perdagangan orang di Indonesia. Hal ini mengingat sudah banyak kasus serupa terjadi di luar negeri."
Seni bersifat relatif, begitu pula dengan bagaimana masing-masing individu mengapresiasi dan menginterpretasikannya. Namun tetap berada pada koridor menghormati nilai-nilai kesusilaan dan kemanusiaan. Bagaimana tanggapanmu tentang pertunjukan Tontey ini?
- 'Aku Bisa Mengendalikan Diri' Bukan Untuk Anak, Tapi Untuk Ortu
- Komnas: 'Aku Bisa Mengendalikan Diri' Tak Ajarkan Main Kelamin
- Ini Tanggapan Resmi Penulis 'Aku Bisa Mengendalikan Diri'
- Gila, Pengantin Ini Diminta Berhubungan Intim di Depan Undangan
- Masih Anak-Anak, Pasangan Ini Telah Bertunangan & Kisahnya Viral