Janda. Kata yang sering digunakan dalam candaan, cemoohan bahkan hinaan akan status para perempuan yang kehilangan pasangannya. Baik karena ditinggal wafat pasangannya atau karena perceraian yang terjadi pada perkawinan mereka. Janda memang sudah sejak lama diidentikkan dengan perempuan-perempuan tak bertuan yang bisa semena-mena diperlakukan, seenaknya digunjingkan bahkan semaunya dijadikan permainan.
Padahal tak seorangpun bisa menduga, kapan ibunya, saudara perempuannya, atau malah anak perempuannya menjadi janda. Karena janda adalah status yang bisa saja menghampiri seorang perempuan yang telah menikah, setiap saat.
Lalu, jika suatu saat ketertarikan muncul terhadap seorang janda (atau duda), langkah apa yang bisa diambil untuk mengawalinya, agar tak salah langkah dan menyinggung nuraninya?
A-wali dengan salam
Awalilah dengan salam atau doa. Karena saat kita memasuki dunia atau area pribadi milik orang lain, ucapan salam lah yang paling tepat dilakukan. Salam yang mengandung makna ‘doa keselamatan’, menitipkan harapan-harapan baik dan juga sebuah isyarat jika kita memasuki dunia atau area milik orang lain tersebut dengan niatan yang baik. Adakah tugas yang lebih layak untuk didoakan ketimbang mereka yang sedang menjanda untuk anak-anak mereka?
B-ehave
Berperilakulah sesuai dengan norma kesusilaan, kesopanan serta aturan pergaulan berlandaskan ajaran agama masing-masing. Tinggalkan stigma tentang janda yang kesepian, janda yang menggoda suami orang, janda yang butuh belaian, apalagi janda yang ‘kegatelan’. Itu hanya isapan jempol karangan dari sebagian orang berdasarkan contoh yang tak seberapa jumlahnya, yang sudah sejak lama mencitrakan janda sedemikian ‘rendah’nya. Janda dengan anak-anaknya justru kelompok orang yang paham betul bagaimana selama ini orang telah menyalahgunakan kesetiaan, mengingkari janjinya atau bahkan menelantarkan cinta mereka dan anak-anaknya. Banyak janda yang mengalami berbagai kisah perselingkuhan dan pengkhianatan dari pasangannya, yang kemudian justru menjadi trauma untuk menerima kehadiran laki-laki lainnya. Jadi jika ada harapan untuk bisa memanfaatkan kesendirian janda untuk pelampiasan hasratnya, sepertinya sudah salah kaprah pada awalnya.
C-harity
Bukankah ajaran agama menempatkan para janda dan anak-anaknya sebagai kelompok manusia yang patut dan diprioritaskan untuk disantuni? Bukankah dinilai tinggi, perbuatan baik dari seseorang dan bantuan yang diberikan kepada para janda dan anaknya? Pemberian yang didasarkan pada pemahaman bahwa para janda dan anak-anaknya memang membutuhkan dan bantuan yang diberikan pun sepatutnya dengan tanpa pamrih, tanpa tujuan-tujuan tak beretika dan berperikemanusiaan.
Janda adalah para ‘single fighters’ yang mendedikasikan diri memenuhi kebutuhan dirinya dan anak-anaknya. Kaki di kepala, kepala di kaki, demikian anekdot yang selama ini sering digunakan untuk menggambarkan bagaimana perjuangan berat seseorang, khususnya perjuangan para janda untuk anak-anaknya. Alih-alih membantu, sebagian orang justru memanfaatkan kondisi tak menguntungkan dari para janda dan anak-anaknya ini untuk tujuan yang seolah mulia namun ternyata ada ‘udang di balik batu’ nya. Dijadikan isteri simpanan, atau malah sekedar permainan semata.
D-ignity
Janda juga manusia, mereka punya harga diri dan martabat. Sebagai perempuan dan sebagai ibu bagi anak-anaknya, mereka layak untuk ditempatkan lebih tinggi ketimbang posisi mereka saat ini. Posisi yang disudutkan oleh berbagai macam stigma masyarakat justru memandang status mereka dengan kilat-kilat penuh nafsu yang sudah jelas dari setan datangnya. Tak heran jika ada laki-laki yang sudah beristri pun akan ‘melirik’ jika mengetahui bahwa ada janda baru yang ada di sekitarnya. Kapankah janda mendapatkan penghormatan yang sepadan, jika mengingat hidupnya diabdikan untuk membesarkan anak-anaknya dalam kecukupan dan kesejahteraan? Berikan mereka ‘martabat’ sebagai hak yang mereka dambakan.
E-mpathy
Tips terakhir ini adalah cobalah belajar berempati kepada para janda dengan anak-anaknya. Cobalah berandai andai, menempatkan diri berdiri di kaki mereka, mengenakan status mereka dan mengenakan seragam ‘perjuangan’ mereka.
Semoga lima hal ini dapat diresapi dan dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap pilihan hidup masing-masing individu.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
(vem/wnd)