Ikatan persahabatan bisa terjalin kuat seiring perjalanan waktu dan masa-masa yang pernah dilalui bersama. Seperti kisah sahabat Vemale yang satu ini. Dalam surat yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Surat Cinta Vemale.com ia menceritakan sosok sahabat yang begitu dekat dengannya tapi sekarang terpisah jarak yang cukup jauh.
***
Hi Yo,
Advertisement
Kita telah berteman selama 13 tahun, bukan?
Yups, kita berteman karena waktu. Yaitu waktu yang sama saat kita memasuki bangku kuliah dan memaksa kita bertemu hampir setiap hari dikarenakan kelas yang sama.
Kita berteman karena keadaan. Yaitu keadaan yang memaksa untuk saling peduli dan saling berbagi, apalagi kalau bukan karena ospek sebagai mahasiswa baru. Saat itu begitu sulit bukan? Namun kita sekarang bisa menertawakannya sebagai lelucon. Hahahaha.
Tapi, kita juga berbagi waktu dan keadaan itu dengan 70 orang teman satu angkatan yang lainnya, atau lebih spesifiknya dengan 15 orang teman perempuan yang lain (karena hanya segitulah jumlah perempuan di angkatan kita di jurusan perkuliahan yang didominasi kaum adam).
Pertemanan yang sebagian besar dengan kaum adam lah mungkin yang membuat kita sedikit berjiwa “macho”. Kita tidak pernah mengungkapkan rasa sayang lewat kata-kata. Hahaha, apakah itu terasa terlalu memalukan kah? Yah, apapun itu alasannya, yang terpenting kita telah menunjukkan kasih sayang itu dengan tindakan nyata.
Namun kali ini, saya ingin melanggar aturan yang tak tertulis dalam pertemanan kita. Saya ingin mengungkapkan rasa syukur saya mempunyai sahabat (karena bagi saya kamu adalah seorang sahabat) seperti dirimu.
Inilah bentuk keegoisan saya karena menyebut kamu adalah sahabat. Saya mungkin tidak pantas kamu sebut sahabat karena saya merasa tidak selalu ada di masa-masa sulit dalam hidupmu. Saya mohon maaf atas hal tersebut.Apa yang membuat kamu berbeda dengan teman yang lainnya? Padahal kita adalah dua orang yang memiliki watak yang sama kerasnya, seharusnya bagaikan dua kutub magnet yang sama sehingga saling tolak-menolak. Yang membuat kamu berbeda adalah kamu setia mendengarkan setiap keluh kesah saya. Apakah itu terdengar klasik? Yah, mungkin sebagian besar orang akan bilang itu klasik sekali karena bukankah itu yang seharusnya dilakukan seorang teman?
Namun kamu selalu bisa memahami situasi saya dengan baik, kapan saya membutuhkan kamu sebagai pendengar dan kapan saya membutuhkan kamu memberikan nasehat dan pendapat-pendapatmu. Kita juga sering berargumen dan berbeda pendapat, namun kita akan selalu tahu kapan harus berhenti dan diam. Tidak pernah ada kata mencela dan menghujat yang terucap saat kita berbeda pendapat dan pandangan akan sesuatu. Kamu juga tak sungkan memarahi saya saat kamu menilai saya keterlaluan dan kamu sudah habis kesabaran dengan sikap saya. Saya ingat suatu ketika saya sedang ribut dengan mama saya karena suatu hal, dan kamu menjadi tempat curhat bagi mama saya dan mampu menenangkan beliau. Kamu mampu menjadi penengah antara saya dan mama. Kamu sangat memahami emosi saya yang gampang meledak dan kamu selalu tahu cara menghadapinya.
Walau sekarang jarak sudah memisahkan kita, saya tidak ragu bilang pada dunia bahwa kamu adalah sahabat terbaik saya. Kamu bukan hanya sahabat namun sudah seperti saudara bagi saya. Kamulah yang selalu menjadi orang pertama yang mendukung dan memberi penghiburan saat masa-masa sulit dalam hidup saya. Saya selalu yakin kamu selalu mendoakan yang terbaik bagi saya. Apapun yang terjadi, semoga persahabatan ini menjadi kisah klasik yang dengan bangga kita bagi dengan anak cucu kita nantinya.
I miss you and hope the best for you. Rajutlah masa depanmu dengan indah. Keep fighting, my best friend!
Your friend,
Gie.
(vem/nda)