Love is so short, forgetting is so long. Kutipan dari Pablo Neruda seolah mewakili surat cinta yang dikirimkan oleh salah satu sahabat Vemale bernama R. A. Surat cinta ini adalah salah satu surat yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Surat Cinta Vemale.com.
***
Akhirnya selesai sudah. Menguap ke awan perasaanku dan perasaanmu. Penantianmu telah berakhir pada pelabuhan yang lain. Pemikiran-pemikiranku berbeda sungguh dengan dirimu. Menanti pilu mengisi hari–hari yang telah berakhir. Felix, namamu dan kuakhiri perasaanmu dengan sikapku. Keras dan menghantam telak. Semua harapan–harapan telah pupus menuju pelabuhan terakhir. Aku berkata cinta di mulut bukan dari hati. Karena sikap dinginku membuat jenuh dan resah. Atas setiap pertanyaan–pertanyaan yang entah terjawabkan.
Advertisement
Kau mengakhiri meski masih ada kesempatan kedua yang kau berikan namun telah kubuang kini hanyut sudah. Kedua mataku menatap langit malam dimana bintang–bintang bersinar terang meski gelisahku telah berakhir. Lembutnya angin malam menerpa diriku. Dan hatiku telah membatu oleh kesempatan kau berikan. Tidak, kekasihku yang pernah menyelimuti dengan keceriaan dan aura positif. Bukanlah penyesalan yang telah kau berikan bukanlah akhir dari segala kehidupan kuterima kini. Seandainya engkau mengetahui bila diri ini terlalu lama berbicara kematian dan hari akhir bukan karena ingin berpisah dengan dirimu. Namun jiwaku akan merana bila hal itu terjadi memperhatikan dirimu berlinang air mata.
Ibuku memiliki hari-hari panjang yang membuat hatinya tersayat perih. Perjalanan cinta yang dilalui jauh dari cerita kebahagiaan. Ia khawatir dan mulai termakan oleh rasa ketakutannya sendiri. Menurutmu itu adalah kesalahan. Ya, benar tapi sebagian besar kesalahan itu disebabkan oleh diriku. Masih terlalu jauh dari kedewasaan. Bukan hanya materiil semata seperti yang engkau katakan. Saat itu ketika engkau menatap ibuku ada keceriaan dan persahabatan yang diberikan. Ketenangan dan kedamaian yang diterima.
Sungguh sebuah kasih yang lama tak dirasakan. Tapi itu tak berlangsung lama berganti menjadi kemarahan dan kesedihan. Karena kedua hati kita bersatu. Akankah kembali nyanyian asmara berdendang syahdu? Aku tersenyum miris mengingat hal itu. Harapan palsu harapan yang entah terkabulkan. Bahkan engkaupun kini berada di dalam hati yang lain. Menghilang sudah perlahan rasa kecewa yang kuberikan kepadamu, Felix.
Aku terkejut pada awalnya, menangis berhari-hari kekasihku sudah tak kumiliki lagi hatinya. Seseorang pernah berkata, “Bila tak sayang masihkah engkau bersama dengannya?” Aku terdiam hanya menangis menyebut namamu dalam hati yang bergelora ini. Namun aku berusaha menggapaimu meskipun sulit setidaknya kembali berjalan seirama kedua hati kita. Tapi, sayangnya kita tidak melihat luka yang berdarah–darah tersimpan lugu. Penantian, harapan, air mata yang terus menemani kekosongan diri. Mungkin Felix, kekasihku yang entah dimana dirimu berada.
Kembalilah kepada dirimu sendiri dimana engkau berawal dan tersenyum bahagia. Kembalilah ke asalmu ketika engkau menatapku dengan kehangatan dan keceriaan. Bukan kepada diriku, namun kepada dirimu sendiri. Ibuku tentu saja aku mencintainya tak berbeda dengan dirimu. Namun cerita kita berdua telah berakhir. Dan aku memilih engkau untuk kembali. Di mana senyuman dan kehangatan menemanimu selalu. Sebelum engkau bertemu dengan diriku ini. Sebelum kekosongan mengisi hari–harimu dengan kelam. Pertanyaan–pertanyaan yang entah terjawabkan.
Biarkan rasa sayang bergelora menusuk jantung
Menyudutkan kelam mematahkan harapan kosong
Bila kita bersama semoga senada
Berada dalam perlindungan dari-Nya
Ini adalah salah satu penggalan puisi untukmu. Berbahagialah, Felix yang pernah kucintai meski kita tak pernah bersama lagi senada menyayangi, benih–benih cinta yang tidak kutuai dengan kasih. Maka berakhirlah sudah kisah kita bersama. Dan aku masih mencintaimu meski engkau tidak akan pernah mengetahuinya. Karena terlalu lama membuaimu dalam kegelisahan dan mimpi–mimpi yang entah terwujudkan. Kekasihku, Felix namamu akan bersinar suatu hari nanti bersama dengan keceriaanmu. Dan kebaikan–kebaikanmu akan kuingat selalu. Maka bersinarlah dengan indah kini layaknya cahaya bulan bersinar pada malam hari.
Entah kapan kau akan mengetahui bahwa akan selalu dicintai oleh diriku.
Yang pernah memiliki hatimu.
(vem/yel)