Siang itu, matahari sedang terik-teriknya. Saya berada di antara ratusan pengendara motor di jalanan yang berjibaku melawan sengatan matahari, debu-debu beterbangan dan sesekali masuk ke mata. Wajah-wajah resah diburu waktu, seolah jadi pemandangan yang mengisyaratkan semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Kecuali, dua orang lelaki di mobil di samping saya. Saya sibuk melihat angka lampu lalu lintas yang berdetak menghitung mundur hingga akhirnya saya merasa ada suara menggelitik telinga saya, "Sst .. sstt .." Saya tidak begitu menghiraukannya tetapi semakin lama semakin kencang dan .. "Cewek, ihiy, ihiy, sendirian aja motorannya? Mau dibonceng?"
Saya perhatikan dua orang laki-laki yang barusan berceloteh itu. Bisa dibilang tidak terlalu muda, mungkin saya saja keliru menduga karena kadang wajah memang bisa menipu usia. Perkiraan saya usianya sekitar 30 tahunan. Setelah melemparkan celotehan itu, mereka tertawa terkekeh-kekeh kemudian tancap gas bertepatan dengan lampu lalu lintas yang sudah berubah menjadi hijau.Mobil itu berlalu begitu saja, meninggalkan saya yang masih terkaget-kaget dengan ucapan dua orang laki-laki yang tak saya kenal itu. Padahal, hari itu saya memakai jaket dengan kancing rapat hingga ke leher, celana panjang (ripped jeans, I know) dengan sepatu keds dan tas ransel. Pun saya memakai masker menutup mulut yang membuat wajah saya tidak terlalu kentara dilihat orang lain. But, why ... ?Berbulan-bulan berlalu setelah kejadian itu, saya menemukan sebuah video yang ramai dibagikan di timeline social media saya. Video berjudul "10 Hours of Walking in NYC as a Woman" dan telah ditonton hingga 43 juta kali. Seorang perempuan berjalan di jalanan Manhattan dengan mengenakan celana jeans dan T-shirt. Selama 10 jam, ia merekam diam-diam apa yang terjadi padanya. Selama itulah, ia menerima banyak sekali komentar bernada menggoda secara seksual atau yang disebut dengan cat calling. Cat calling adalah bentuk pelecehan seksual terhadap wanita melalui komentar, celetukan, godaan, siulan dan sikap yang merendahkan dari orang asing.Cat calling, yang dialami oleh wanita dalam video itu dan juga yang pernah saya alami, termasuk dalam kategori street harassment. Sayangnya, dalam banyak kasus street harassment, korban-korbannya (dalam hal ini, perempuan), merasa tak berdaya untuk melawan. Kebanyakan kejadiannya berlangsung begitu cepat sehingga korbannya tak sempat melakukan perlawanan. Atau, banyak orang yang mengaku tak mau ambil pusing dengan melawan sang pelaku karena posisi yang lemah di jalanan. Masih banyak orang yang beranggapan, "Kalau nggak mau digoda, ya jangan menggoda dong." Secara tersirat: Jangan pakai pakaian yang seronok kalau di jalanan, jangan bersikap yang 'mengundang'. Kemudian pertanyaannya, saya yang hari itu berpakaian super tertutup bahkan cuma kelihatan matanya doang, apakah memenuhi anggapan affirmatif perempuan yang 'layak' dilecehkan: 'pakaiannya jangan seronok, sikapnya jangan mengundang'? Sama seperti yang lain, semua manusia punya hak yang sama, sekecil-kecilnya untuk masalah berpakaian. Ada yang memilih untuk berpakaian tertutup, ada yang suka berpakaian seperti celana robek-robek .. just because this is us! Tak peduli seperti apa pakaian yang dikenakan, tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang berharap dirinya menjadi korban cat-calling dan korban pemerkosaan bukan?Sedihnya, kala melihat sang korban ternyata 'biasa-biasa saja', tak memenuhi standar afirmasi seseorang yang (menurut mereka) layak untuk 'dilecehkan', komentar yang muncul bak boomerang yang terputar balik. "Itu 'kan kamu dipuji sama orang gak dikenal. Bukan dilecehkan dong, 'kan dia bilang kamu 'cantik'." Here's something that we should know about cat-calling: seseorang (asing) yang melakukan cat-calling tidak punya tujuan yang tulus untuk memuji, karena tujuan mereka hanya untuk bersenang-senang tanpa rasa hormat sama sekali terhadap perempuan. So sorry, Sir, your 'compliment' won't make our days better. Jika memang seseorang menghormati kecantikan seorang perempuan, ia akan memberikan compliment dengan cara yang terhormat pula. Sayangnya, seringkali kita menganggap hal ini adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan. "Toh, gak ada hukumnya". Mewajarkan cat-calling, menurut saya, menjadi jalan masuk yang membenarkan berbagai pelecehan seksual yang lebih besar, misalnya kontak fisik, memfoto bagian pribadi tanpa ijin hingga pemerkosaan. Membenarkan sikap pelaku, menyudutkan posisi perempuan sebagai korbannya. Menyederhanakan kasus cat-calling sama dengan membenarkan seseorang untuk cabul sejak dalam pikiran.Bulan September 2016, Buenos Aires memberlakukan hukuman serta denda untuk pelaku cat calling. Pelakunya dikenakan denda sebesar $60 USD atau sekitar Rp. 800 ribu. Hukuman ini menjadi sebuah pergerakan yang baik untuk Buenos Aires karena pada tahun 2014, Mauricio Macri, presiden Argentina, melontarkan pernyataan kontroversial di radio menyoal keraguannya bahwa para perempuan tidak senang di'goda'.
Tulisan ini merupakan opini pribadi Winda Carmelita. Kenalan lebih jauh dengan Winda Carmelita di www.windacarmelita.com.
Advertisement
- Saya Pernah Menjadi Korban Body Shaming dan Membenci Tubuh Saya
- Body Shaming: Inilah yang Kami Rasakan Saat Tubuh Kami Dipermalukan
- Mengapa Ada Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan?
- Padahal, Bukan Cuma Ibu-Ibu Naik Matic Yang Berbahaya di Jalanan
(vem/wnd)