Beberapa hari belakangan ini, tersiar kabar menggemparkan tentang kematian demi kematian yang mengenaskan. Kabar ini mewarnai berbagai macam media. Dari kematian tragis bapak dan anak beserta beberapa orang lainnya di kamar mandi berukuran 1x2 meter, hingga kebakaran kapal di tengah laut yang merenggut belasan nyawa.
Kabar-kabar duka ini seolah ingin membuktikan bahwa cara kematian menjemput manusia tidak akan pernah bisa diduga. Mungkin itulah sebabnya mati memiliki lebih banyak alias atau padanan kata dengan nuansa makna berbeda. Mati bisa menjadi tewas, jika seorang manusia mengalami nasib naas dalam sebuah musibah atau kecelakaan. Lalu mati berubah menjadi wafat jika disebabkan oleh uzurnya usia atau meninggal oleh penyakit tua atau penyakit lainnya, dan mati akan disebut sebagai mangkat bagi orang - orang yang dianggap sebagai 'orang penting', berjasa atau dipuja sebagai pahlawan, saat ajal menjemputnya.
Mati, tewas, meninggal, wafat dan mangkat hanyalah bagaimana cara pandang manusia lainnya menilai kematian. Dari caranya mencapai 'garis akhir' jalan hidupnya. Memang, kata pepatah "banyak jalan menuju Roma" jikalau memang 'Roma' yang dimaksud adalah ajal yang menjemput.
Mana yang lebih dikenang, apakah jalan hidupnya atau cara matinya, tergantung dari masing-masing kisah yang diukir oleh seseorang saat masih hidup di dunia. Meski seringkali jalan hidup dan kematian seseorang akan dikenang secara bersamaan untuk jadi pelajaran hidup bagi orang lain. Untuk dijadikan cerminan, pelajaran dan pengingat bagi yang masih hidup dan masih menunggu gilirannya masing-masing. Setidaknya, jalan hidup dan kematian tiap manusia, bersama-sama akan menjadi satu paket kenangan yang tak bisa dipisahkan begitu saja. Purwo, madyo lan duksino, yang dalam Bahasa Indonesia artinya awal, tengah dan akhir kisah perjalanan tiap manusia di dunia yang terangkai dalam satu untaian takdir Sang Pencipta.
Apapun cara kematian bagi seseorang, pengaruhnya kepada yang lainnya relatif sama. Rasa kehilangan yang sulit untuk dilupakan begitu saja, karena setiap manusia memiliki takdir dan peranannya sendiri di dunia. Hal ini tak bisa tergantikan oleh manusia lainnya. Namun, ironisnya, pada beberapa kisah, justru kematian seseorang dirayakan oleh orang-orang lainnya. Karena dengan ketiadaannya, orang-orang di sekitarnya merasa lebih bahagia. Sungguh satu akhir yang tragis jika kegembiraan atas ketiadaan ini terjadi.
Nilai sebuah nyawa manusia sejatinya selalu setara dengan seisi dunia. Jangan jadikan hidup hanya sebuah jeda antara lahir dan mati, yang di antara keduanya tiada apapun juga. Namun jadikan hidup sebagai pilihan untuk hidup yang baik, sehingga baik jugalah pada akhirnya nanti.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
Advertisement
- Rengkuhan Tangan Kecil Tak Terlihat Dalam Doa Penyambung Nyawa
- Secercah Rasa Ingin Tahu Mengawali Pagi Hari di Tahun Yang Baru
- Salah Sebut dan Salah Ucap Berujung Hadiah Pizza 'Pijahat'
- Smile Like Monalisa: Cerita Di Balik Legenda Senyuman Monalisa
- Sambut Tahun Baru & Masa Depan yang Selalu Bikin Penasaran