"Pa, tadi aku berantem. Temenku gigit aku di pundak. Aku dorong dia. Lalu dia lari, aku kejar eh dia malah jatuh. Waktu mau aku pukul, udah dipisah sama Bu Guru."
Dua hari sebelumnya, laki - laki kecil yang baru saja mengawali pendidikan sekolah dasarnya bercerita tentang sepenggal pagi yang telah dijalani dalam hidupnya. Spontan, tanpa tedeng aling - aling, Perkelahiannya dengan teman sekelasnya adalah salah satu wujud spontanitas masa kecil mereka yang lugu jauh dari rekayasa.
Sehari kemudian, ia berceloteh lagi, "Pa, temenku udah minta maaf tadi. Kita udah main bersama lagi." Ke mana geram dan rasa sesal karena tak sempat membalas sakit gara - gara gigitan temannya? Di mana dendam berkilat - kilat di matanya saat bercerita sembari mengeluas pundak memerahnya? Rasa geram dan kekesalan karena dendam tak tersampaikan itu, tiba-tiba sirna karena satu kata. Maaf.
"Itulah makanya, buat apa sih membalas orang atas sakit pada diri kita yang diakibatkannya, jika dia kemudian malah lebih kesakitan karena ulahnya?"
Tentulah retorika yang ditujukan padanya ini hanya berakibat kerutan di dahi, alis terangkat satu sisi dengan mulut sedikit ternganga. Menyoal 'karma', yang sebenarnya menjadi bahasan selanjutnya, harus ditunda unfuk beberapa saat manakala dia nanti lebih dewasa. Saya menghela nafas dan menjelaskan dengan bahasa yang lebih sederhana, "Ingatlah, yang kamu lakukan sekarang bisa saja suatu waktu kembali kepada dirimu di masa depan."
Karma dalam hidup manusia, dipercaya ada atau tidak, seringkali menunjukkan dirinya dalam berbagai cara. Setidaknya jika seseorang tak mempercayai adanya karma dalam hidupnya, sifat Tuhan Yang Maha Adil memberikan sebentuk keyakinan, setiap perbuatan selalu mengandung resiko. Resiko muncul untuk dihadapi dan dipertanggungjawabkan di masa datang. Masa datangpun juga bisa berarti; sedetik, semenit atau sejam kemudian. Misalnya, sedetik setelah menggigit, mendorong atau memukul orang lain dalam sebuah perkelahian antar teman. Adilnya Tuhan dalam memberikan kekuatan dan kemampuan untuk bertindak dan berbuat kepada setiap manusia, sejatinya diiringi dengan kehendakNya agar setiap manusia memiliki kebijaksanaan dan rasa tanggung jawab yang besarnya sepadan.
"With great power comes great responsibility"
Selain adil, Tuhan pun Maha Baik serta Pencinta kebaikan. Ingatlah selalu kalimat yang selalu dilantunkan Dalang di setiap adegan terakhir sebuah pagelaran wayang kulit sembari menancapkan di tengah - tengah kelir, sebuah Ggnungan. Pertanda cerita telah berakhir dan kesimpulan telah ditetapkan, bahwa kebaikan, bagaimanapun juga dan sampai kapanpun akan beroleh kemenangan.
Advertisement
"Jaya - jaya kawijayan, lebur dening pangastuti."
Seunggul - unggulnya kejahatan, pasti akan sirna oleh cahaya kebaikan.
Yah, hidup memiliki cara yang unik untuk memaksamu berhadapan dan menjalani hal - hal, yang sebelumnya karenamu lah orang lain harus menghadapi dan menjalaninya. Setuju?
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom. Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
(vem/wnd)