Kala itu, di kampung kami, dikenal laki - laki tua berusia 60 tahun bernama Pak Murdo. Ia adalah sosok yang kalem dan santun berbudi bahasa, yang tinggal sendiri di kamar kontrakannya di pinggir Kali Code, Kota Jogja. Jarang bergaul dan beraktifitas bersama warga, karena rutinitasnya hanyalah; pagi saat matahari baru saja terbit dia berangkat bekerja sebagai tukang kredit di pasar dan di sore hari saat waktu mendekati maghrib, dia pulang kembali ke kamar kostnya. Selebihnya sendirian berada di kamar kecilnya atau kadang keluar sebentar untuk sekedar ngobrol dengan pemilik kos yang tinggal di bangunan utama di depan kamar kosnya.
Pak Murdo sudah lama tiada. Meninggal dalam kesendiriannya. Sebelum warga kampung mengebumikan jasadnya, hanya seorang adik perempuannya yang hadir melayat lalu turut menghantarkan kepergiannya ke Alam Baka. Tidak banyak yang tahu tentang masa lalunya. Ada yang bilang dia pernah patah hati di masa mudanya lalu memilih menjadi perjaka selamanya dan memutuskan untuk tak berumah tangga. Ada yang bercerita, dia adalah seorang duda yang entah mengapa ditinggalkan istri dan anaknya sejak lama dan tak pernah lagi bersua setelahnya. Apapun itu, sudah tak berarti lagi. Karena Pak Murdo sudah tak bersama kita di dunia ini. Membawa cerita masa lalu yang sebenarnya bersamanya.
Selain profilnya yang besahaja namun lembut dan sopan saat bertutur kata, kacamata dan aroma badannya, adalah dua hal yang sudah menjadi ciri khasnya. Bau badan 'apek' dan bikin 'eneg' yang dihasilkan dari kesenangannya untuk mengurung diri di dalam kamar kostnya yang memang 'sumpek'. Bau 'sangit' keringat kering yang menempel di bajunya yang mungkin tak ada selusin jumlahnya. Karena baju yang dipakainya, terlihat hanyalah yang itu - itu saja. Namun apa peduli dia pada bau badannya yang dikenali sekaligus dijauhi oleh warga? Jika dia memang jarang bergaul dengan mereka. Namun apa peduli dia pada bau badannya yang sedemikian 'apek', jika selama bertahun - tahun dia hidup sendirian saja. Toh bau badannya hanya akan tercium di sepanjang gang yang dilewatinya, dua kali sehari saja, saat pagi dan sore harinya. Dan bau itupun hanya akan tercium hidung orang yang kebetulan melewati gang yang sama tak lama setelah Pak Murdo melewatinya. Bau badan Pak Murdo yang khas dan tiada duanya.
Advertisement
Pak Murdo adalah kita semua. Manusia yang memilih jalannya sendiri - sendiri. Berusaha menjalani hidupnya sehari - hari dan menghadapi apapun yang terjadi. Juga berusaha untuk selalu menikmati hidup yang dijalani. Bisa tidaknya menikmati, itu urusan masing - masing pribadi. Ada pikiran dan ada perasaan yang acapkali tak perlu ditunjukkan kepada orang lain, hanya untuk disimpan di dalam hati. Yang kadang menyangkut masa lalu yang tak mau diingat - ingatnya lagi.
Mungkin bau badan Pak Murdo adalah wujud sebuah proses dan protes panjang jiwa dan raganya pada masa lalu yang membuatnya sendiri. Atau mungkin semacam perlambang yang mencoba mengajarkan kita bahwa 'setiap pribadi pasti membawa bangkainya masing - masing yang disimpannya sendiri, namun baunya tak akan bisa ditutup - tutupi selama - lamanya'. Atau mungkin hanya berarti bahwa Pak Murdo memang malas untuk mandi, karena tidak ada yang mengingatkan dirinya bahwa mandi bukanlah hanya untuk keperluan diri sendiri, namun agar kita tak menjadi public enemy dan membuat kita tak disuka orang lalu dijauhi.
Dalam kasus Pak Murdo, walau 'Ajining Diri, Ono ing Lathi' (kualitas manusia tergantung mulutnya) namun 'Ajining Rogo Ono ing Busono lan Gondo(kualitas raga ada di busana dan aroma). Dan walau sudah lama sekali waktu berselang, namun sampai kinipun, saya masih ingat kalimat yang akan diteriakkan 'mbakyu' saya jika dulu saya malas mandi;
"ADUS! AMBUMU WIS KOYO PAK MURDO!" atau "Mandilah! Baumu sudah seperti Pak Murdo!"
Pak Murdo, baumu kan kukenang selalu. Semoga semerbak di alam sana.
Dituliskan oleh Yasin bin Malenggang untuk rubrik #Spinmotion di Vemale Dotcom
Lebih dekat dengan Spinmotion (Single Parents Indonesia in Motion) di http://spinmotion.org/
- Kisah Nyata: Kubuktikan Ketulusan Cintaku Meski Nyawa Taruhannya
- Bu, Jangan Mengamen Lagi! Doakan Saja Nova Jadi Desainer Muslimah
- Tetangga Tolak Beri Istri Air, Suami Gali Sumur Selama 40 Hari
- Kupakai Gaun Nenek untuk Foto Pre-Wedding, Hasilnya Wow!
- Sungguh Pahamilah, Meski Tubuhku Cacat Aku Tak Mau Dikasihani