Ladies, jika saya mulai kisah kali ini dengan melontarkan pertanyaan : "sudahkah kamu bersyukur bisa menempuh pendidikan hingga jenjang sarjana?", barangkali jawabannya amatlah klise. Saya pun akan menjawab "Ya, sudah," atau mungkin sebagian orang tidak terlalu peduli dengan pertanyaan tersebut. Tetapi jika saya ganti pertanyaan tersebut dengan "Suatu hari ilmu yang kita miliki ini akan dipertanggungjawabkan, apa kamu sudah punya jawaban terbaik untuk itu?", saya yakin kita perlu merenung untuk menjawabnya.
Adalah Ineke Amandha Sari, seorang perempuan yang merasa beruntung memiliki kesempatan menempuh pendidikan hingga jenjang S1 di sebuah universitas negeri di Malang, Jawa Timur. Selama proses perjalanan menempuh pendidikan, Ineke berulang kali menemui kisah orang-orang dengan kondisi bertolak belakang dengannya. Mereka perlu bekerja keras untuk dapat bersekolah, hingga akhirnya sebuah pertanyaan reflektif menyentil Ineke dan memberikan sebuah gairah baru dalam dirinya: saya ingin mendaftar menjadi Pengajar Muda!
Pengajar Muda adalah sebuah sebutan untuk para guru yang tinggal, hidup dan belajar dari masyarakat setempat selama satu tahun. Diinisiasi oleh sebuah gerakan bernama Indonesia Mengajar, para Pengajar Muda yang diseleksi ketat ini akan berbagi ilmu yang mereka miliki kepada masyarakat setempat yang umumnya berada di pedesaan. Segala fasilitas dan kemewahan kota mereka tinggalkan untuk mendedikasikan diri dan memberi motivasi bagi anak-anak dan masyarakat setempat.
Advertisement
Kisah suka-duka, serunya menjadi Pengajar Muda, naik sampan ke sekolah hingga pengalaman hidup yang didapatkan, dituturkan oleh Ineke khusus di Hari Guru 2015 ini kepada redaksi Vemale.com:
(vem/wnd)Advertisement
Sebuah E-mail Yang Mengubah Hidupku ..
Saya mendaftar dua kali untuk menjadi pengajar muda. Tahun 2012 saya hanya sampai tahap kedua. Seleksi Indonesia Mengajar sendiri ada tiga tahapan, yaitu seleksi berkas, direct assesment, dan medical check up. Pengumuman kelolosan pada setiap tahapan diumumkan melalui email yang biasanya kami menyebutnya adalah surat cinta. Saya ingat betul saya membaca surat penolakan cinta tersebut sore hari di perpustakaan kampus. Saya menangis sekaligus merasa kembali bersemangat atas kata-kata semangat dalam email tersebut. Email tersebut adalah surat penolakan termanis yang saya baca. Hinga akhirnya tahun 2013 saya kembali mendaftar. Nah untuk mendaftar kali ini saya jauh-jauh hari berbicara kepada ibu saya untuk ikut Indonesia Mengajar, karena ternyata sebelumnya ibu saya tidak terlalu merestui jika saya menjadi pengajar muda. Srategi pendekatan kepada ibu saya ubah, saya menjelaskan lebih detail mengenai kegiatan Indonesia mengajar, daerah-daerah tujuannya, dan tentang niat saya membagi ilmu saya untuk anak-anak disana.
Pada suatu pagi saya membaca sebuah e-mail yang membuat hati saya berbunga-bunga. Alhamdulillah saya diterima sebagai pengajar muda. Saat itu kondisinya saya sedang menjadi asisten dosen psikologi perkembangan. Berhubung saya sangat tertarik pada psikologi perkembangan (dan bersyukur sekali jika bisa jadi dosen), maka setelah lulus kuliah saya berkonsentrasi belajar mengajar di kampus. Namun panggilan untuk mengajar anak-anak tersebut, menggerakkan hati saya untuk menuju kesana. Bertemu dengan anak-anak yang saya belum tahu dimana saya akan ditempatkan. Hingga pada bulan juni tahun 2015, saya dipertemukan dengan anak-anak tepi sungai Lalan, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Perjuangan Berat ke Sekolah: Naik Sampan, Banjir hingga Jalan Kaki Berpuluh Kilometer
Daerah penempatan saya merupakan daerah perairan. Masyarakat tinggal di rumah panggung di tepi sungai Lalan (anak Sungai Musi). Kegiatan mandi dan mencuci dilakukan sepenuhnya menggunakan air sungai yang warna airnya berganti-ganti sesuai musim, sedangkan untuk memasak menggunakan air hujan. Sekitar dua bulan awal di penempatan badan saya gatal-gatal setelah mandi pakai air sungai, namun setelahnya bahagia karena bisa mandi.
Kondisi listrik disana hanya menyala pada pukul 17.30 – 06.30 jika lancar, namun realitanya dalam seminggu kadang listrik hanya menyala dua kali. Wilayah penempatan saya bisa dicapai dengan menggunakan speed boat dari Palembang dengan waktu tempuh 4-5 jam dan dalam satu hari hanya ada satu jadwal PP. Segala macam urusan perkantoran paling dekat di Palembang (kantor pos, bank, Rumah Sakit)
Anak-anak di penempatan hampir semua bisa berenang. Kalau mandi, mereka tinggal nyebur ke sungai atau mandi di jeramba (semacam papan yang diatur untuk memudahkan urusan di tepi sungai). Bagi anak-anak yang tinggal di sabrang, maka mereka ke sekolah menggunakan sampan yang dikayuh sendiri. Ada juga anak-anak yang lokasi rumahnya di area kebun sawit (wilayah ini agak masuk dari tepi sungai) dan perlu berjalan cukup jauh untuk mencapai sekolah. Nah pe-er banget adalah saat musim hujan, maka jalan akan becek dan banjir sedangkan dari sabrang jelas mereka tidak bisa bersampan, hal itulah yang membuat bakal banyak yang absen saat musim hujan.
Advertisement
Jejak Manis dan Tak Terlupakan Dari Tepi Sungai Lalan di Hari Ulangtahunku
Anak-anak merupakan makhluk yang luar biasa kritis, begitu pun siswa-siswa saya. Mereka anak-anak cerdas yang memiliki bakat masing-masing. Mereka sering sekali bertanya hal-hal out of the box, semisal : “ Bu, kenapa ada planet selain bumi?", "Bu, pas jaman nabi adam dulu siapa yang menikahkan?", "Bu, pelangi itu ujungnya dimana?", "Bu, kenapa pak polisi hanya diam saja kalau ada sabung ayam, padahal kan dosa?”. Nah karena kebetulan saya adalah wali kelas, maka saya bisa berinteraksi dan mengenal siswa-siswa saya dengan intens. Mereka paling suka main tebak-tebakan saat akan pulang sekolah dan ini yang bikin jam pulang mundur, karena setelah menebak biasanya mereka kembali ke bangkunya dan minta pertanyaan lagi.
Masa setahun saya disana itu setiap harinya berpelangi. Anak-anak selalu punya cara untuk membuat hati orang dewasa meleleh. Ada dua hal yang membuat sampai detik ini saya tetap rindu ke mereka. Tingkat absensi untuk masuk sekolah sangat tinggi, penyebabnya karena cuaca, jaga adik, membantu orang tua di kebun, dan sebagainya. Hingga saya membuat kesepakatan dengan mereka, jika pada hari senin atau selasa semua siswa saya masuk, maka kami akan foto bersama dimanapun mereka mau. Â
Kemudian tanpa ada setting, tibalah waktu semua siswa masuk. Saya senangnya luar biasa dan momen ini hanya terjadi satu kali selama saya bertugas. Hal kedua adalah saat saya ulang tahun. Saat itu saya baru bertugas di kabupaten, sehingga tidak berjumpa dengan mereka selama beberapa hari. Lalu hari itu saat saya masuk kelas, semua anak sudah duduk di bangku masing-masing dengan tenang (dalam hati saya bilang, tumben-tumben mereka rapi begini). Seperti biasa ketua kelas kemudian menyiapkan kelas untuk memberi salam kepada saya, lalu dia bilang “ Ibu, kami ada sesuatu buat Ibu”, kemudian terdengarlah lagu selamat ulang tahun dari mereka dengan wajah yang sumringah. Suasana yang mereka ciptakan benar-benar membuat saya bersyukur terharu karena bertemu dengan mereka.
Yang Kulakukan Ini Hanya 'Iuran Kecil'ku bagi Pendidikan di Indonesia
Kalau diberi pertanyaan mengapa mau melakukan ini? Jawabannya adalah karena saya punya kewajiban berkontribusi pada negeri ini. Salah satu caranya dengan menjadi pengajar muda ini, anggap saja ini adalah iuran kecil saya bagi pendidikan di Indonesia. Tidak banyak yang bisa saya lakukan, namun jika setiap orang bisa memberikan aksi nyata bagi negerinya, maka suatu saat cita-cita mulia bangsa ini bisa tercapai. Â
Advertisement
Jangan Ragu Berkontribusi Menjadi Pelita Perubahan Untuk Pendidikan Indonesia!
Jika punya keinginan untuk mengajar di daerah terpencil maka lakukanlah!
Ini tips dari Ineke untuk kamu yang ingin menjadi Pengajar Muda:
a. Hal yang perlu dilakukan adalah dbertanya kepada diri sendiri mengenai niat kesana (jika niat kuat, maka ini akan menjadi landasan untuk menjalankan tugas dimanapun kita berada).
b. Izin dari orang tua
Biasanya izin inilah yang susah-susah gampang didapatkannya. Tugas kita sih mencari informasi selengkap mungkin mengenai program (include waktu penugasan, gambaran daerah, dsb) dan hal ini lah yang akan kita jelaskan kepada orang tua. Beberapa orang tua biasanya tidak memberikan izin karena mereka belum paham mengenai gambaran kegiatan secara lengkap, namun hanya mendengar bahaya-bahaya yang mungkin terjadi di darah-daerah terpencil, nah tugas kita lah menyampaikan informasi secara lengkap mengenai kegiatan tersebut. Hal ini setidaknya akan meningkatkan kepercayaan orang tua kepada kita sehingga mereka mengizinkan kita bertugas di daerah terpencil.
Informasi lengkap mengenai Indonesia Mengajar bisa langsung kunjungi websitenya di https://indonesiamengajar.org/
Ingin mengenal sang inspirator atau ingin berbagi kisah tentang pendidikan Indonesia dengan Ineke yang jago masak ini? Kamu bisa langsung bertegur sapa di:
FB : Ineke Amandha Sari
Blog : https://simplicityhappiness.wordpress.com/
IMÂ Â : https://indonesiamengajar.org/pengajar-muda/ineke-sari-3/
---------
Dari editor:
Tak semua orang diberi kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan hingga jenjang yang tinggi. Tetapi semua orang diberi kesempatan untuk mau berbagi pengalaman hidup yang dimilikinya. Saya jadi teringat sebuah kutipan yang saya baca di suatu tempat:
[startpuisi] "If you are really thankful, what do you do? You share" - W Clement Stone. [endpuisi]
Semoga kisah Ineke dapat menginspirasi para perempuan Indonesia untuk bersyukur, berjuang dan berbagi lebih banyak lagi.