“Bagaimana jika aku menemukan belahan jiwa setelah aku menikah? Bagaimana jika aku menikah dengan orang yang salah?'. Pertanyaan seperti itu seringkali menghantui wanita dan mau tidak mau hadir di kepala saya saat membaca kisah ini.
Setelah membaca kisah rumah tangga Cassie Robinson yang diungkapkan melalui Huffingtonpost.com, saya semakin paham bahwa hal itu sangat mungkin terjadi. Dan jika sampai hal yang sama sampai terjadi, semoga kisah ini bisa membawamu pada keputusan yang tepat.
Setahun lalu, saat saya rasa semuanya sempurna
Advertisement
Saya Cassie Robinson, ibu dari 2 orang putra. Setahun yang lalu saya memiliki segalanya, dua orang putra yang tampan, rumah yang indah, dan suami sekaligus ayah yang baik hati untuk anak-anak. Saya juga mampu mengatur segala keperluan rumah tangga. Meski begitu, ada satu hal yang tidak dapat dipungkiri, saya merasa ada yang salah dengan pernikahan yang saya jalani. Mengapa saya selalu merasa kesepian dan tidak bahagia?
Saya bertemu dengan ayah anak-anak saat berusia 17 tahun. Ia 4 tahun lebih tua, dan ia tampak sudah sangat mapan dengan pekerjaan yang menjanjikan, memilki mobil, dan rumah. Saat itu saya masih duduk di bangku kuliah, jadi berkencan dengannya terasa sangat tepat. Setelah lulus kuliah dan memiliki kekasih yang tepat, langkah selanjutnya tentu saja menikah. Dia sudah sangat siap menjadi seorang suami dan pernikahan kami berjalan dengan baik. Kami akhirnya memiliki dua orang anak. Semuanya terlihat sangat sempurna saat itu.
Lalu semuanya terasa sangat kurang
Setelah anak kedua lahir, barulah saya merasakan perubahan. Saya mulai tidak menyukai diri saya sendiri, sebagai seorang istri dan ibu. Saya merasa ada yang kurang, tidak bahagia, dan kesepian.
Mungkin masalahnya ada di sini. Selama ini saya sudah berusaha menjadi istri dan ibu yang sempurna. Jadi rasanya wajar jika saya ingin mendapat pengakuan dan dihargai oleh suami. Tapi sepertinya itu tidak mungkin terjadi, dan ujung-ujungnya saya harus menelan kekecewaan. Saya dan suami hanya berkomunikasi untuk membicarakan masalah keperluan rumah dan anak-anak. Jangankan kencan, menghabiskan waktu bersama saya saja dia sepertinya enggan. Kesepian itu seolah memaksa untuk membenci sosok ayah dari anak-anak saya.
Wajar kan jika saya mendambakan sosok pria lain?
(Lanjutan kisah, click halaman selanjutnya)
(vem/reg)Advertisement
Dia, Seperti Apa Yang Selalu Ku Nantikan
Lalu dari situlah semuanya berasal. Datang seorang pria, dan kami berkomunikasi setiap hari, tentang apapun, kecuali masalah dalam pernikahan kami. Kami cocok begitu saja dan menjadi teman baik. Saya bisa menjadi diri saya sendiri saat bersamanya. Dia bahkan menyukai hal-hal dalam diri saya yang tidak disukai suami.
Saat kami semakin sering berbagi kesukaan yang sama dan menghabiskan waktu bersama, barulah saya menyadari bahwa kini saya tidak lagi melihatnya sebagai teman, bahwa saya menyayanginya lebih dari seorang teman. Ia mampu membuat saya merasa cantik, dihargai, dan itu seolah menyadarkan bahwa dialah cinta yang saya inginkan. Namun ada satu masalah, ia sudah menikah, begitupun saya.
Cinta saya bersambut, ternyata dia juga merasakan hal yang sama. Perbincangan kami yang biasa pun berubah menjadi perbincangan tentang masa depan, pernikahan, di mana kami akan tinggal kelak, dan banyak lagi lainnya. Kami juga jadi menyadari bahwa rasanya sudah tidak mungkin untuk hidup tanpa kehadiran satu sama lain.
Untuk bisa bersamanya, saya harus bercerai
Lalu, apakah ia menjadi alasan saya menceraikan suami? Ya. Apakah dia satu-satunya alasan? Tidak. Namun mengetahui bahwa ia adalah cinta dalam hidup saya seolah membuat perceraian itu terasa lebih masuk akal.
Jadi saya melakukannya. Saya mengajukan perceraian dan semua berjalan lancar tanpa embel-embel drama yang mengharu biru. Dalam waktu 2 bulan, status sebagai seorang wanita dengan keluarga yang sempurna seketika berubah menjadi ibu tunggal dengan 2 putra. Tapi tak masalah, sebentar lagi saya akan mendapatkan kebahagiaan yang selama ini saya cari, begitu pikir saya.
Singkat cerita, saya sudah bercerai, namun dia belum. Tapi kami tetap membicarakan tentang rencana masa depan, dan betapa bahagianya kami kelak.
Dan saya sama sekali tidak menyangka justru ini yang terjadi selanjutnya ..
Saya Tak Pernah Menduga Ia Akan Ingkar Janji ..
Namun tiba-tiba semuanya berubah. Ia mengatakan bahwa meski ia akan selalu mencintai saya, namun ia tidak bisa meninggalkan keluarganya dan menjalankan rencana kami demi kebaikan anak-anaknya. Dan begitu saja, impian menghabiskan sisa hidup dengan sahabat sekaligus pria yang saya cintai seolah dihantam batu besar dan hancur berkeping-keping.Â
Jujur saja, saya membagikan kisah ini bukan agar dikasihani. Apakah saya patah hati? Tentu saja. Apakah selama ini saya terlalu naif? Ya. Tapi saya bukan seorang korban. Saya telah melakukan kesalahan yang sangat besar dan harus bertanggung jawab atasnya. Saya membagikan kisah ini untuk menunjukkan bahwa saya tidak sempurna, tidak ada yang sempurna. Semua orang melakukan kesalahan, tapi semua orang juga tetap layak mendapatkan kebahagiaan.
Kenyataan memaksa saya untuk hidup lebih baik lagi
Perceraian dan sakit hati ini membuat saya bisa menjadi diri saya sendiri seutuhnya. Sebuah proses yang tidak pernah sempat saya lakukan saat bertahun-tahun menjalin hubungan dengan orang lain. Saat pria itu memutuskan untuk tidak meninggalkan istrinya, tentu saja saya jatuh dan terpuruk. Namun perlahan saya bangkit dan merangkak naik lagi ke atas. Saya menjadi lebih sabar, lebih rendah hati, dan lebih mudah memaafkan.
Saya juga belajar untuk mencintai diri sendiri lebih lagi, serta menjadi ibu yang lebih baik. Saya kini seorang ibu berusia 30 tahun dengan 2 putra yang luar biasa. Tentu saja saya kesepian, tapi itu bukan masalah besar. Saya sudah belajar banyak selama 12 bulan ini, dan saya tahu saya layak mendapatkan kebahagiaan.
***
Kisah ini dibagikan bukan untuk membuat kamu takut menikah, Ladies. Bukan juga untuk menunjukkan bahwa Cassie bodoh karena telah mengambil keputusan yang salah. Setiap orang berhak memutuskan sendiri apa yang akan ia lakukan pada hidupnya. Salah mengambil keputusan adalah pelajaran yang sangat berharga. Maka belajarlah dari kisah ini.
Cinta kadang terlalu keras untuk dipaksakan sejalan dengan logika, namun bijaksana akan membawa kamu pada keputusan yang paling tepat dan membuatmu tidak salah langkah.