Ladies, apa yang sudah Anda siapkan untuk menyambut Hari Ibu? Kado spesial atau istimewa mungkin bisa jadi pilihan. Tapi bagaimana pun seorang Ibu akan tetap mencintai anak-anaknya meskipun tidak diberi kejutan oleh sang anak di Hari Ibu. Sahabat Vemale bernama Deta Mustika memiliki kisah dan ceritanya sendiri tentang sosok Ibu yang begitu kuat dan tangguh meski menjadi orang tua tunggal. Semoga kisah Deta ini bisa menginspirasi Anda semua.
***
Aku pernah berkata bahwa aku adalah salah satu anak yang hampir (seingatku) tidak pernah punya pengalaman lucu. Mamaku adalah wanita yang keras dan mungkin juga bisa dibilang angkuh. Pasca bercerai dari Papa (waktu itu aku berusia 2 atau 3 tahun), aku jarang sekali bermain dengan Mama atau menghabiskan waktu dengan Mama seperti anak-anak yang lain. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku bersama Ebok (Mbah Putri dari pihak Mama). Sementara waktu itu Mama sendiri sibuk mencari kerja.
Advertisement
Sebenarnya waktu itu aku bertanya-tanya kenapa Mama jarang menemaniku. Tapi aku hanya memendam pertanyaan itu sendiri.
Tapi aku masih beruntung. Meskipun Mama jarang bermain denganku, ia tak pernah absen untuk menemaniku belajar. Mama adalah wanita yang berpendirian keras. Mama akan benar-benar menghukumku saat aku melakukan kenakalan yang menurut mama tidak bisa ditoleransi. Mamaku adalah tipe wanita yang disiplin. Tidak heran meski aku jarang bersama Mama, tapi Mama mampu membuatku “takut” untuk nakal. Bukan karena Mama memukulku atau mencubitku, tapi karena takut Mama mendiamkanku kalau dia sedang marah.
Semenjak aku kecil, Mama sudah mengajariku untuk mandiri dan disiplin. Saat aku kelas 3 SD, Mama sudah mengajariku mencuci baju yang aku pakai, mengajariku mencuci piring setelah makan, dan mengajariku menyapu rumah. Dan kebiasaan itu terbawa sampai aku beranjak remaja. Di hari Minggu, Mama memberiku jatah bersih-bersih rumah. Di saat teman sebayaku jalan-jalan atau berkumpul bersama teman di hari Minggu, aku tidak. Aku harus bersih-bersih rumah dulu baru aku boleh jalan-jalan.
Meski begitu, aku tidak pernah protes. Karena ternyata banyak sekali sahabatku di usia remaja yang belum bisa mencuci bajunya sendiri, kikuk saat memegang sapu, atau memecahkan piring saat cuci piring. Aku bangga karena aku tiga langkah lebih hebat dari mereka, hehehe. Sekali lagi, itu semua karena Mama.
Semua sikap keras mama menghasilkan sesuatu yang baik untukku. Mama bukan wanita yang kaya yang sanggup memberiku ini dan itu. Saat SMA, uang sakuku hanya tiga ribu rupiah, dua ribu untuk naik angkot dan seribu untuk jajan. Mama juga bukan ibu yang memanjakanku. Bukan. Tapi Mama adalah ibu yang selalu mengajariku arti bersyukur dan ikhlas atas segala sesuatu keadaan yang kita miliki.
Entah kenapa, dari dulu semua sahabatku adalah anak-anak yang berasal dari keluarga kaya. Tapi demi Allah, dari dulu aku tidak punya rasa iri pada sahabatku yang saat itu punya semuanya. Tidak. Berkata Mama, aku selalu belajar untuk melihat ke bawah.
Semua sahabatku bahkan bilang beruntungnya aku punya ibu seperti Mama. Mama yang selalu bisa ngajak ngobrol, yang mengizinkan teman-teman main ke rumah, dan bisa jadi teman curhat yang menyenangkan. Sahabatku bisa datang. Ketika bersekolah dulu, Mama tidak menuntutku untuk menjadi juara. Mama hanya memintaku untuk melakukan tanggung jawabku sebagai pelajar.
Mama tidak pernah membatasi kegiatanku di luar sekolah atau di dalam sekolah dan nilai raportku adalah “laporan” untuk mama atas segala tanggung jawabku sebagai pelajar. Saat nilai raportku turun, maka hukumannya, aku tidak boleh menikmati liburan di luar rumah. Hanya boleh menerima teman-temanku saat bermain ke rumah. Dan aku tidak marah atau kecewa karena itu adalah risiko yang harus kuterima.
Ketika usia 17 tahun, saat semua anak remaja merayakan ulang tahun dengan meriah dan penuh kado serta berkumpul bersama orang tuanya, aku mengalami hal yang berbeda. Mama dan Mbahku hanya sanggup membuatkan nasi tumpeng dan mengundang enam sahabat terdekatku. Dan Mama tidak memberikan kado, tapi sepucuk surat dengan untaian kata-kata yang menyejukkan hati.
Mama adalah teman terbaikku. Bagaimana tidak? Aku bisa bebas bercerita apa saja kepadanya. Setiap pulang sekolah, ia akan bertanya apa saja yang kulakukan di sekolah. Mama juga sangat terbuka. Saat Mama dekat dengan pria yang menyukainya, ia akan mengenalkannya padaku.
Sampai saat ini Mama masih sendiri. Bukannya aku melarangnya untuk menikah lagi. Bukan. Ada satu pernyataan yang sampai ini aku ingat betul, "Mama tidak akan menikah dengan laki-laki yang hanya mencintai Mama tapi tidak bisa mencintai kamu.” Kalimat itulah yang membuatku semakin sadar bahwa Mama adalah wanita yang luar biasa. Ia tak ingin melukaiku hanya karena cintanya pada laki-laki lain. Mama mencintaiku, melebihi cintanya pada dirinya sendiri.
Ma, Mama adalah wanita tangguh yang mampu membentukku menjadi wanita yang kuat. Ma,aku tidak pernah kecewa karena Mama tidak bisa memberiku harta. Karena cinta Mama adalah harta yang tidak akan terganti. Darimu, aku belajar menjadi ibu yang tangguh dari dua anak. Aku belajar menjadi istri yang hebat untuk suamiku darimu, meski Mama sendiri gagal berumah tangga. Statusmu sebagai janda selama ini tidak menggangguku meski banyak yang mencibirmu di luar sana. Bagiku, Mama adalah wanita yang kece, keren, meski tidak sempurna. Karena aku tahu tak ada manusia yang sempurna.
Terima kasih karena sudah melahirkanku. Terima kasih karena sudah memberiku segalanya dengan semua keterbatasan yang Mama miliki. Terima kasih telah menjadi ibuku dan sahabatku. Terima kasih telah menjadikanku wanita yang selalu bersyukur. Maafkan aku jika aku belum bisa memberimu harta dan baktiku pun juga belum sempurna. Tapi aku akan selalu berusaha membahagiakanmu. Dan Ma, apapun dirimu, bagaimanapun dirimu, siapapun dirimu, Mama tetaplah wanita terbaik di hidupku.
Aku akan selalu mencintai Mama, selamanya sampai kapan pun. Ma, I will always love you, always!
(vem/nda)