Oleh: Agatha Yunita
Kita dulu itu ibarat awan mendung yang membawa titik-titik hujan.
Aku adalah awannya.
Advertisement
Yang menyediakan semua tempat untuk air hujan berlindung. Memberikan kehangatan serta ruang yang nyaman, sehingga kamu selalu aman di bawa ke mana-mana. Sekalipun terkadang rasanya berat dan sesak, tetapi aku tak pernah mengeluh. Aku bangga bisa membawamu ke mana-mana. Aku senang bisa selalu mendekapmu, dan dibuat seolah akan hidup selamanya denganmu.
Dan engkau adalah hujan.
Yang muncul entah dari mana asalnya, membawa banyak harapan, yang ingin selalu kugenggam.
Kamu terasa dingin sekaligus hangat. Keras sekaligus lembut.
Sayangnya kamu tak pernah bisa digenggam, selalu berdalih ingin mencari kebebasan, tanpa diketahui kapan bisa tinggal lama di sebuah ruang.
Dan saat sang waktu bertiup membawa ke manapun kita mau, kamu tiba-tiba pergi.
Jatuh begitu saja ke bumi, tanpa menoleh, tanpa sepatah kata, dan membawa semua harapan itu pergi. Hampa sudah aku rasanya, tak ada yang kupeluk, tak ada yang kudekap lagi.
Aku sendirian...
Namun begitu waktu kembali meniupku, aku sadar... aku menjadi awan yang putih dan ringan. Yang bahagia di antara sinar mentari. Dan aku juga mulai melupakanmu.
Membiarkanmu yang tadinya jatuh entah ke mana di pelukan bumi, memberikan harapannya pada orang lain. [initial]
BACA JUGA:
Jawab 3 Pertanyaan Ini Sebelum Anda Mulai Berpacaran Lagi
5 Ciri Hubungan Cinta Akan Berakhir
Terkadang, Merelakan Adalah Jawaban Terbaik
(vem/bee)