Belakangan ini sering sekali kita mendengar para konsultan karier mengajak semua orang untuk mengikuti passion masing-masing, dengan harapan bahwa keberhasilan akan menyusul. Semudah itukah?
Sebagian orang sudah mengetahui mereka kelak ingin menjadi apa, entah itu dokter, pengusaha, ilmuwan, musisi atau bahkan penari balet. Yeap, orang-orang ini cukup beruntung untuk menemukan passion mereka.
Pada kenyataannya, jauh lebih banyak lagi orang yang tidak menyadari dan mengetahui apa passion mereka yang sesungguhnya. Dan kalaupun mereka mengetahuinya, kesempatan untuk menjalani passion tersebut tak kunjung hadir di depan mata atau tertutup sama sekali. Akhirnya, orang-orang yang masuk kategori ini (mungkin Anda salah satunya) pasrah saja menerima kesempatan pekerjaan yang ada di depan mata.
Advertisement
Menurut Cal Newport, penulis buku So Good They Can’t Ignore You, filosofi “follow your passion” ini memang bisa memberi pressure yang cukup besar bagi orang-orang yang bekerja tidak sesuai passion mereka. Membuat mereka bertanya-tanya apakah mereka telah menyia-nyiakan kesempatan hidup? Hari-hari dalam menjalankan pekerjaan pun menjadi lebih berat karena pertanyaan “Apakah ini yang benar-benar ingin saya lakukan?” Keraguan yang tak kunjung berakhir ini pun dapat memicu keinginan untuk terus berpindah-pindah profesi, alias job-hopping.
Coba tanya pada diri sendiri, apakah Anda kurang yakin dengan pekerjaan saat ini? Selalu merasa malas setiap berangkat kerja di pagi hari? Apakah Anda merasa bosan, frustasi atau lelah? Well ladies, apapun yang Anda rasakan saat ini, sudah saatnya Anda memutarbalikanb keadaan dan belajar untuk mencintai pekerjaan yang ada saat ini.
Bayangkan, pekerjaan telah menyita banyak waktu dan energi Anda setiap harinya. That’s why, Anda perlu belajar untuk mencintainya agar waktu dan energi yang telah terbuang itu tidak menjadi sia-sia. Masih kurang alasan? Don’t worry, masih ada delapan alasan lagi mengapa Anda HARUS mencintai pekerjaan yang ada sekarang.
Anda Berhak Mendapat Pekerjaan Yang Disukai
Betul. Setiap karyawan berhak untuk mencintai pekerjaan yang mereka jalani. Coba lihat lagi, sebesar apapun ketidaksukaan Anda terhadap apa yang dilakuan sekarang, pasti ada satu/beberapa aspek atau bagian dari pekerjaan saat ini yang Anda sukai. Sama seperti mencintai pasangan, jangan pernah berharap untuk mencintai semua aspek pekerjaan Anda, because that’s impossible. Berkonsentrasilah pada hal yang paling Anda sukai dari pekerjaan tersebut. Lebih baik ubah mindset Anda dari membenci menjadi mencintai.
Try these:
• Bicarakan pada si bos keinginan Anda untuk lebih banyak berkonsentrasi di aspek pekerjaan yang paling Anda sukai dan kuasai.
• Tanya teman-teman kerja Anda apa saja interest mereka? Siapa tahu ada komponen pekerjaan yang kurang Anda sukai – tapi yang dikuasai teman kerja – yang bisa dibarter.
Anda Frustasi dan Tidak Bahagia, Tapi Masih Memiliki Pemasukan
Fakta di atas tentunya jauh lebih baik daripada frustasi dan tidak bahagia plus bangkrut karena tidak memiliki pemasukan sama sekali. Dalam kondisi dunia kerja seperti sekarang ini, Anda harus benar-benar yakin mendapatkan pekerjaan baru dengan gaji yang jauh lebih baik sebelum mengucapkan salam perpisahan pada bos Anda. Penting untuk diingat bahwa Anda saat ini memiliki pendapatan tetap yang jumlahnya lumayan dan bisa membiayai hidup Anda. Makanya, tak perlu juga untuk terus bermalas-malasan dan berisiko kehilangan pekerjaan.
Rumput Tetangga Akan Selalu Lebih Hijau
Di manapun Anda bekerja saat ini, selalu ada pekerjaan lain yang jauh lebih menarik, tentunya dengan tantangan yang berbeda pula. Konsultan karier Marcia Pursue berbagi pengalaman pribadinya, “Saat saya berniat berhenti bekerja karena merasa tidak nyaman dengan kondisi di kantor, Ayah saya berkata ‘Jangan, kamu harus belajar untuk mengatasi masalah bukannya melarikan diri. Lagi pula, setiap pekerjaan pasti ada problemnya masing-masing.’ Dan saya pun akhirnya mendengarkan nasihat ayah saya dan mencoba untuk berdamai dengan situasi di tempat kerja. Hasilnya? Saya telah bekerja di perusahaan yang sama selama 23 tahun!” Terkadang, memang lebih baik memiliki masalah, bad boss, atau pekerjaan yang kurang menantang. Karena di situlah mental Anda diuji.
Pindah Kerja Bukanlah Pilihan (Setidaknya Untuk Saat Ini)
Setiap harinya ada puluhan ribu orang dari kota-kota “tetangga” yang pergi ke Jakarta menempuh waktu perjalanan hingga dua atau tiga jam untuk mencari nafkah. Jarak tempuh yang jauh, kemacetan, mode transportasi yang kurang reliable, dan lain-lain kian menambah beban para commuter ini. Sebetulnya mungkin mereka lelah dan kehabisan energi melakukan pekerjaan yang kurang mereka sukai. Tapi apa boleh buat, opsi untuk
tinggal di Jakarta perlu pertimbangan yang sangat matang mengingat biaya hidup yang amat tinggi. Di kota asal mereka pun belum tentu ada pekerjaan dengan pendapatan sebaik di Jakarta. So, dengan kondisi seperti ini yang bisa mereka lakukan hanyalah menjalani pekerjaan yang sudah ada, dan berusaha untuk menyukainya. Karena pindah kerja bukanlah pilihan yang bijak. At least sampai kesempatan itu datang.
Anda Ingin Meminimalisasi Stres dan Resiko Sakit
Orang yang membenci apa yang mereka kerjakan setiap hari berpotensi mengalami stres berkepanjangan selama 24 jam, karena mereka lebih terfokus pada hal-hal yang kurang menyenangkan dari pekerjaan mereka, dan melewatkan hal-hal baik yang seharusnya bisa menjadi motivasi. Menurut British Medical Journal, tingkat stres yang tinggi erat kaitannya dengan penyakit jantung dan diabetes tipe 2, serta beberapa penyakit lainnya.
Ini memungkinkan terjadi karena para ahli menemukan bahwa stres akibat pekerjaan dapat berpengaruh pada gangguan metabolisme dalam tubuh yang bisa memengaruhi antara lain, tekanan darah, kekebalan insulin, dan obesitas. Dari penelitian yang sama, pekerja dengan tingkat stres yang cukup tinggi juga terbukti lebih sering terjangkit flu dan minta izin untuk tidak masuk kerja karena sakit. Ya, tanpa disadari, Anda akan berhadapan dengan masalah kesehatan fisik dan mental yang cukup serius jika terus-terusan membenci pekerjaan Anda saat ini.
Anda Ingin Menyalurkan Energi Positif Untuk Orang-orang Tersayang
Apakah satu-satunya orang yang tertekan jika Anda membenci pekerjaan sekarang adalah diri Anda sendiri? Salah besar, karena saat pulang ke rumah setiap hari dan Anda mengeluh soal pekerjaan, maka secara tidak langsung akan menjadi beban pikiran pula bagi pasangan atau anggota keluarga lain. Bahkan, seandainya Anda tak membicarakannya pun, mereka akan ikut sedih apabila melihat Anda murung. Saat Anda membenci suatu pekerjaan, maka energi Anda pun akan terkuras dan tak tersisa untuk hal-hal lain, seperti pasangan, keluarga, teman atau hobi.
Banyak Orang Mengubah Pekerjaan Karena Mereka Tak Bisa Mengubah Diri Sendiri Terkadang, masalahnya bukan di pekerjaan – it’s you! Evaluasi lagi diri Anda dan pekerjaan. Lihat apakah ada yang perlu diubah dari keduanya. Jika Anda terus terfokus pada hal-hal yang tak bisa Anda kendalikan, maka hal tersebut akan berdampak negatif bagi pekerjaan Anda. Lihatlah lagi sisi positifnya dan coba untuk lebih menyukai dan menjalankan pekerjaan Anda dengan lebih baik lagi.
Anda Ingin Mengembangkan Skill dan Pengalaman
Seburuk apapun pekerjaan saat ini, tentunya Anda ingin sukses dalam menjalankannya bukan? Nah, disitulah Anda ditantang untuk mengerahkan segenap kemampuan yang Anda miliki, serta mempelajari skill-skill baru yang sebenarnya bukan skill Anda.
Jangan sia-siakan kesempatan untuk belajar dan berkembang hanya karena Anda tak menyukai pekerjaan saat ini. Serap apapun yang positif dan bermanfaat bagi karier Anda selanjutnya.
Sweet Spot of Success
Agar tak terjebak dalam pekerjaan yang tidak Anda sukai, cobalah simak pendekatan dari Paul Keijzer, praktisi SDM, berikut dan temukan jalan tengah di antara tiga aspek ini:
1. What are you interested in?
Pekerjaan akam jauh lebih mudah dan menyenangkan untuk dilakukan kalau Anda memiliki ketertarikan akan apa yang Anda kerjakan. Jika Anda memiliki minat yang tinggi terhadap hal finansial, mungkin konsultan keuangan bisa menjadi pilihan karier yang tepat. Ingin memiliki pekerjaan yang berdampak sosial bagi masyarakat? Cobalah bekerja di LSM, sekolah atau... pemerintahan. Pastikan bahwa pekerjaan yang dipilih mampu memenuhi Anda.
2. What can you be the best at in the world?
Memiliki passion terhadap sesuatu tak lantas harus menjadi pilihan karier Anda. Anda suka sekali bermain piano, namun belum tentu memiliki skill yang cukup untuk menjadi guru piano. Ingat-ingat apa saja yang sering dipuji orang dari Anda? Aktivitas pekerjaan apa yang Anda sukai dan bisa betah mengerjakannya selama berjam-jam? Itulah hal-hal yang harusnya dikembangkan dari diri Anda. Dalam buku Outliers: The Story od Success, penulis Malcolm Gladwell mengatakan bahwa kita bisa menjadi yang terbaik di dunia kika menghabiskan 5000 jam menyempurnakan skill yang kita miliki. Cobalah pertajam bakat Anda melalui kelas-kelas singkat. Ingat, menjadi yang terbaik tidak ada hubungannya dengan jumlah pengalaman atau senioritas.
3. What lifestyle is important to you?
Jika Anda telah menemukan sesuatu yang Anda sukai dan kuasai, maka langkah terakhir adalah melihat apakah hal tersebut bisa menyokong pola hidup yang ingin Anda miliki? Pertanyaan ini akan memengaruhi masa depan Anda. Apakah Anda bersedia untuk mengorbankan kehidupan pribadi demi karier yang cemerlang? Apakah Anda bersedia pindah ke kota lain untuk mencari kesempatan yang lebih baik? Pendapatan sebesar apa yang Anda butuhkan untuk gaya hidup Anda?
“Sepupu saya adalah seorang dokter gigi,” ujar Keijzer. Apakah menurut Anda ia suka memasukkan jari ke mulut puluhan orang setiap hari? Tentu tidak! Ia menjadi dokter gigi karena ia bisa bekerja hanya empat hari dalam seminggu –tanpa lembur! Tak perlu menerima e-mail yang berurusan dengan pekerjaan, dan tak ada bos yang menyebalkan. Jadi ia menjadi dokter gigi demi pola hidup yang lebih menyenangkan.”
Source : Cosmopolitan Edisi Februari 2013 Halaman 203
(vem/Cosmo/dyn)