A good dancer makes it look easy. Julianne Hough, mantan pemenang Dancing With the Stars, tentu saja memiliki keahlian tersebut – menghebohkan Hollywood dan mendapat peran yang banyak diminati aktris lainnya. Namun ia juga punya rahasia yang akhirnya siap ia utarakan.
Saat bertemu Cosmo di sebuah hotel, Julianne menyapa dengan senyum 500 watt-nya. Tentu saja ia terlihat sempurna, dalam balutan cashmere sweater berwarna hitam, dan glossy leather flats dari koleksi Sole Society terbarunya. Wanita ini memenangkan kontes Dancing With the Stars di tahun 2007, kemudian merilis album country, serta membintangi film Rock of Ages dan Footloose. Julianne adalah tipikal triple threat yang sudah tidak mudah Anda temukan di Hollywood.
Pembawaan manis ini menjadi salah satu alasan mengapa sutradara Lasse Hallstrom hampir saja tidak meng-casting Julianne dalam film yang diadaptasi dari novel karya Nicholas Sparks, Safe Heaven. Ia menonton audisi Julianne dan Josh Duhamel via Skype.
Advertisement
“Tadinya saya memiliki persepsi bahwa ia hanya seorang wanita cantik yang sepertinya tidak punya lingkup emosi yang luas,” ungkap Lasse.
Safe Heaven berkisah mengenai Katie, seorang wanita yang selamat dari pelecehan mantan kekasihnya. Ia kabur ke North Carolina, kemudian ia belajar untuk membuka diri dan menerima cinta dari seorang duda tampan. Josh Duhamel, yang berperan sebagai sang duda, beranggapan bahwa Julianne mampu memerankannya dengan baik.
“Saya mengatakan pada Lasse, ‘Ada kesedihan di ruangan tersebut, sesuatu yang lebih complicated yang perlu dimiliki oleh karakter tersebut. Dan itu yang Julianne miliki.’” Julianne kembali berusaha di audisi kedua dan mendapatkan peran tersebut. Lasse mengungkapkan bahwa ia terkejut menemukan sesuatu yang berbeda ketika melihat aktris ini lebih dekat lagi: Seorang wanita yang jujur, direct dan sangan fearless. Ia lebih terkejut lagi saat mengetahui bahwa sang aktris, yang tampaknya terbentuk dengan sempurna, memiliki kesedihannya sendiri, cerita tersembunyinya mengenai pelecehan.
A SECRET PAST
Di umur 10 tahun, Julianne sudah memikirkan dengan sangat detail tujuan yang ingin ia capai. “Saat memasuki usia 18 tahun, saya ingin menjadi penari profesional: Saya pun mengikuti Dancing With the Stars. Di umur 19 tahun, saya ingin menjadi seorang penyanyi, dan saat itu album pertama saya rilis. Saya juga pernah mengatakan bahwa di umur 22 tahun saya ingin menjadi seorang bintang film...”
Saat ini Julianne berusia 24 tahun, dan ia sudah berjuang untuk memenuhi impiannya ini sejak tumbuh besar di Utah, South Jordan. Orangtua dan kakek nenek Julianne semuanya adalah penari, jadi sebagai anak paling kecil dari lima bersaudara, ia pun tumbuh besar performing bersama keluarganya. Orangtuanya berpisah kala ia berumur 10 tahun. Waktu itu, kakaknya yang bernama Derek sedang belajar menari di sebuah akademi bergengsi di London, Italia Conti Academy of the Arts. Jadi saat ada kesempatan, ia langsung bergabung dengan sang kakak. Julianne pun memenangkan beasiswa selama lima tahun, latihan terus-menerus, sehingga akhirnya jarang berkomunikasi dan bertemu dengan keluarganya. Ia menjadi seorang world-class dancer..namun dengan bayaran yang tidak
kecil.
“Saya seorang anak berusia 10 tahun yang terlihat seperti sudah berumur 28 tahun, menjadi seorang penari yang sangat sensual,” ungkapnya. Senyum menggoda adalah topengnya. “Saya menjadi anak kecil yang tersiksa, yang harus memasang topeng seksi karena ini adalah pekerjaan dan hidup saya. Namun hati saya masih sama, saya adalah seorang anak yang innocent, mendambakan cinta yang besar.”
Kenyataan bahwa orangtuanya berada jauh darinya, membuat orang-orang dewasa di sekitar Julianne mengambil keuntungan darinya. “Ketika masih di London, saya mengalami pelecehan secara mental, fisik, semuanya,” ujarnya. Dengan cara apa dan oleh siapa tepatnya, ia menolak untuk mengatakannya. Baginya, “Saya orang yang sangat pemaaf, dan saya tidak mau menyakiti siapapun. Apa yang sudah berlalu adalah kisah
lama.” Semburat emosi membuat wajahnya selalu ceria tampak sedikit tegang. Hal ini makin memburuk, ungkapnya. “Saat saya mulai memasuki masa puber, saat saya mulai menjadi seorang wanita dan berhenti menjadi seorang gadis kecil.”
“Ini momen paling buruk yang pernah saya alami saat berada di London. Seorang mengatakan bahwa bila saya kembali ke Amerika, ada tiga hal yang akan terjadi. Pertama: Saya tidak akan memiliki apapun. Kedua: Saya akan bekerja di Whataburger. Dan ketiga: Saya akan berakhir sebagai wanita panggilan. Jadi seolah-olah saya tidak bisa kembali, saya harus menjadi orang ini.”
Julianne bertemu orangtuanya beberapa kali setahun, namun ia merasa tidak bisa menceritakan apa yang terjadi. “Saya lebih baik menghadapi tekanan tersebut seorang diri. Hingga saat ini, saya tidak mau menjadi beban bagi orang lain,” katanya. Dan meski wanita yang berada di hadapan Cosmo saat ini tampak percaya diri, ia tidak selalu seperti ini. “Saya tidak bicara sampai saya diharuskan,” ceritanya. “I was so perfect – perfect to a fault.”
Suatu malam kala ia berusia 15 tahun, ia menonton sebuah konser dan melihat salah satu idolanya menyanyikan sekumpulan lagu mengenai kebebasan dan menjadi diri sendiri.
Pesan ini memberinya kekuatan untuk melepaskan diri. “Saya berpikir saya tahu siapa saya, dan saya tidak mau menjadi orang ini – pribadi yang saat itu ada dalam dirinya,” ujar wanita berambut pirang ini. “Dua hari kemudian saya pergi dan tidak pernah kembali.”
HOME AT LAST
Ketika shooting Safe Heaven, Lasse memintanya untuk berimprovisasi. Sang sutradara bahkan menyuruhnya berbicara di depan kamera mengenai hal-hal buruk yang pernah ia alami di London sebagai cara untuk memunculkan rasa sedih di mala lalu karakter yang ia perankan. Jadi pada suatu hari, di sebuah rumah kecil dalam hutan di North Carolina, ia dan Josh menanggalkan pakaian dan masuk ke kamar. Sementara kamera mengambil gambar. Julianne berbicara selama hampir satu jam. “Saya menangis, berbicara tanpa henti, tertawa, kemudian kembali menangis. Saya rasa itu adalah momen terapi dalam hidup saya.”
Ia berencana meningkatkan keterlibatannya dengan Kind Campaign, organisasi non profit yang fokus pada girl-on-girl bullying, dan mendirikan organisasi amal sendiri. “Buat saya, ini lebih ke bagaimana menjadi suara bagi mereka yang tidak punya suara...Ini penting karena banyak anak perempuan yang mengalami pelecehan, dan mereka tidak masalah untuk membicarakan mengenai hal tersebut. They’re dead, straight-faced.
Kemudian saat mereka terpuruk, mereka seolah berkata, ‘Saya harap saat itu saya punya teman untuk berbagi cerita.’” Bersama saudaranya, ia mengembangkan drama TV yang berlatar belakang dunia tari.
Ia juga punya projek film baru bersama Diablo Cody, penulis film Juno. Dan ya, ia mengencani seorang bintang yang juga menjadi salah satu pebisnis paling pintar di Hollywood – yang dikabarkan memiliki pemasukan 60 juta USD setahun! “Saya tidak pernah mau merasa konten, namun saya menyadari bahwa konten dan puas adalah dua hal yang berbeda,” katanya. “Sekarang ini saya ingin merasa konten dengan hidup saya, anjing peliharaan saya, kekasih saya, dengan semuanya.”
Bersama Ryan, ia mengaku menemukan seseorang yang memiliki motivasi seperti dirinya. “Kami mencintai apa yang kami lakukan. Kami bangga menjalani semua ini dengan sebaik-baiknya,” ceritanya. “Namun saat hanya berdua, kami benar-benar fokus, ekstra romantis, dan ada untuk satu sama lain.” Ketika berdebat, biasanya mereka sedang membicarakan musik. “Ia sangat menyukai Top 40. Sedangkan saya pendengar musik yang cool dan lebih indie,” ujarnya sembari tertawa. Namun keduanya setuju bahwa You Are the Best Thing yang dinyanyikan oleh Ray LaMontagne adalah “lagu” mereka.
Bulan Juli mendatang, Julianne akan berulang tahun ke-25. Ingat rencana yang ia buat ketika ia berusia 10 tahun? Salah satunya adalah impian untuk menikah. “Ketika saya berumur 25 atau 26,” katanya. “Dan saya berencana memiliki anak di umur 28 hingga 30. Bisa dibilang ini adalah mimpi saya. Ya...Anda kan tidak akan pernah tahu? But so far, so good.”
Beberapa waktu ini, ia mengaku tidak jauh berbeda dari karakter yang ia mainkan dalam Safe Heaven, “Film ini mengenai pelecehan, dan tentang berada dalam hubungan di mana Anda tidak bisa meninggalkannya sampai Anda cukup kuat,” katanya. “Kemudian Anda menutup diri selama bertahun-tahun hingga cinta membebaskan Anda.” Bagi Julianne, ini juga adalah ceritanya: Not exactly a happy ending – but definitely a new beginning.
Source : Cosmopoltan Edis Februaru 2013 Halaman 45
(vem/Cosmo/dyn)