Banyak orang beranggapan kelainan dalam tubuh adalah petaka. Buat Augie itu adalah rencana Tuhan untuk memberinya hidup yang baru di kesempatan kedua.
Oleh Laras Eka Wulandari
Sore itu, Kamis 18 Oktober 2012 suara gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai memenuhi sebuah sekolah swasta di bilangan Jakarta Barat. Augie Fantinus (33), bersama tim basketnya, Happy Ballers (beranggotakan sesama selebritas seperti Mario Lawalata, Samuel Rizal, Udjo dan Yosi P-Project, Bams Samson dan lainnya) dengan ceria membuka acara dengan berjoget Gangnam style. Menggunakan seragam basket, Augie tampil begitu bugar dan bersemangat. Augie memang dikenal sebagai presenter acara televisi yang lucu dan menghibur. Postur tubuhnya yang gempal dengan tinggi badan 167 cm dan berat badan 78 kg sering memancing tawa dan rasa gemas orang-orang di sekelilingnya.
Advertisement
Tidak lama kemudian, pertandingan basket dengan para siswa pun dimulai. Augie yang memang hobi bermain basket dari kecil, begitu gigih mengejar dan memasukkan bola ke dalam keranjang. Sesekali tingkah lucunya membuat penonton terbahak-bahak.
Dua menit pertandingan dimulai, tiba-tiba Augie merasa ada yang menusuk dada kirinya. Sesekali ia merasakannya, tapi tak dipedulikannya dan yakin bahwa sakit didadanya itu akan segera hilang. Sambil terus memegang dadanya, Augie kembali fokus pada pertandingan. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti di dua menit sesudahnya. Tubuhnya kehilangan tenaga seketika. Wajahnya membiru. Nafasnya memberat. Dadanya semakin sesak. Tangan kirinya pun kram dan kesemutan. Ia pun minta pergantian pemain. “Gie, kok muka kamu pucat?,” tanya Jul Khaerudin, managernya. “Aduh, tubuh saya lemas sekali. Tidak kuat berdiri dan duduk sepertinya. Ingin tiduran rasanya,” ujar Angie sambil tersengal-sengal. Teman-teman satu timnya langsung menghampirinya bersamaan dan menganjurkan Augie ke rumah sakit. “Nggak seperti biasanya memang. Di lapangan kamu terus memegang dada, Gie,” ujar Udjo Project Pop, teman satu timnya.
Melihat kondisi Augie, Jul menganjurkan agar Augie batuk-batuk agar keadaan membaik. Augie mengikuti saran Jul. Ia merasa lebih lega, namun sakit di dada kirinya membuatnya sesak. Augie lalu diangkat oleh panitia dan rekan-rekan satu timnya ke klinik sekolah, diberikan oksigen, dan juga obat pertolongan pertama untuk membuka pembuluh jantung. Tak lama kemudian ia dilarikan ke RS Royal Taruma, Daan Mogot, Jakarta.
Di Antara Hidup dan Mati
Sesampainya di rumah sakit, Augie segera diperiksa di UGD, diinfus dan jantungnya langsung diperiksa. Hasilnya memang jantungnya ada masalah. Saat itu juga Jul menghubungi orangtua Augie di Bandung. Orangtuanya begitu terkejut. “Kenapa Augie? Gimana keadaannya sekarang?,” ujar Ibunda Augie dengan sangat panik melalui telepon. Dengan amanat ibunya, tidak lama kemudian, Jul memindahkan Augie ke RS Medistra, Jakarta.
Perjalanan kepindahannya ke RS Medistra adalah saat-saat paling menakutkan dalam hidupnya. “Ini adalah pengalaman pertama saya berada dalam ambulans bersama dokter dan suster yang mendampingi serta suara ambulans,” ujar Augie. Dadanya masih terasa tertusuk dan nafasnya yang dibantu oksigen. Deru laju ambulans diiringi suara sirine membuatnya sangat tidak nyaman. Dadanya berdegup lebih kencang dari biasanya. Ditambah lagi suara saling bersahutan klakson kendaraan membuatnya sadar bahwa ia sedang berada dalam kemacetan sore lalu lintas ibukota. Hatinya makin menciut dalam cemas. “Bagaimana jika tidak bisa segera tiba di rumah sakit. Masih bisakah saya bertemu mama, papa, dan seluruh keluarga di Bandung,” gumamnya lirih. Pikirannya melayang. Ia takut hidupnya tidak akan lama lagi. Apalagi ia mendengar ucapan dokter bahwa jika jantungnya tidak segera ditangani maka ia tidak bisa selamat. “Saya pasrahkan diri ini padaMu. Ya Tuhan, berilah saya kekuatan untuk bisa melaluinya. Saya mohon,” doanya dalam hati.
Sesampainya di Medistra Augie langsung dibawa ke ruang pemeriksaan angio untuk dilakukan tindakan kateter (pemeriksaan jantung untuk mengetahui masalah yang terjadi pada jantung pasien) dan penyinaran X-ray pada jantungnya dengan pemikiran jika ada penyempitan pada pembuluh darahnya maka akan dilakukan pemasangan ring. Tapi dugaan itu meleset. Dokter mengatakan, ada pembekuan darah di pembuluh jantung yang membuat oksigen tidak bisa masuk ke jantung. Jantungnya melemah. Saat itu dukungan dari keluarga dan kerabat tidak henti-hentinya datang kepadanya. “Yang kuat, Gie.pasrahkan dirimu pada Tuhan. Percayalah pada semua rencana Tuhan. Aku yakin kamu pasti bisa,” teriakan semangat dari Coky Sitohang, sahabatnya melalui ponsel yang membuat semangat hidup Augie bangkit. Darah yang menggumpal dalam tubuh Augie segera dibersihkan dan diberikan obat pengencer darah untuk waktu 24 jam. Keadaannya membaik dan kemudian dipindah ke ruang ICCU.
Esok pagi pukul 06.00 di ICCU, Augie mendapatkan serangan kedua. Aldo, kakak Augie, dengan sigap memanggil dokter. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter yang memeriksanya merasa ada yang tidak biasa. Grafik di monitor yang memantau jantung Augie berjalan normal yang seharusnya tidak ada keluhan. Segera Augie diberikan obat penghilang rasa sakit melalui infus sambil darah terus diencerkan dan dilakukan pemantauan.
Pukul 20.00 kembali Augie melakukan tindakan kateter, dan ternyata gagal lagi. Dokter mengatakan ada yang ganjil. Darah Angie sudah kembali membeku dan menutup pembuluh jantung padahal sudah diberikan obat pengencer darah untuk waktu 24 jam. Dokter kembali melakukan observasi. Akhirnya diambil kesimpulan, ada masalah di darah Augie. Darahnya kental dan cepat membeku.
Perdarahan Saat Tidur
Selain diberikan obat pengencer darah dengan diminum, pengencer darah juga diberikan melalui injeksi di perut. Untuk ukuran normal INR (keenceran darah) berada pada 1.3 hingga 1.5, tapi bagi Augie kekentalan darahnya dikatakan normal jika berada di tengah-tengah angka 2 hingga 3. Selama 12 hari Augie harus dirawat di rumah sakit. Ia diperbolehkan keluar dari rumah sakit dan melakukan perawatan di rumah dengan kekentalan darah normal (2.8). Ditemani keluarganya, Augie merasa lega dengan kepulangannya ke Bandung. Ibunda Augie begitu bahagia. “Puji Tuhan. Mulai sekarang makan yang teratur. Obat jangan lupa diminum. Kamu juga jangan terlalu lelah,” ibunya berbicara sambil memandangi dan memeluk Augie.
Tiga hari setelah kepulangannya dari rumah sakit, Augie kembali dikejutkan dengan darah yang memenuhi bajunya ketika bangun tidur. “Astaga darah dari mana ini,” kata Augie panik. Ibu Augie pun panik melihat baju putranya penuh darah. Segera Augie berkumur dengan es dan ditemani ibunya bergegas ke dokter untuk memeriksakan kondisinya. Ternyata diagnosa dokter mengatakan darahnya terlalu encer dan berada pada angka 3.4. Dokter memintanya untuk menghentikan pemakaian obat pengencer darah. “Di hari ketiga, saya tidak lagi mengeluarkan darah ketika tidur. Dan kekentalan darah saya berada di garis normal, 2.0,” tutur Augie lega.
Empat hari setelah itu, Augie kembali memeriksakan kondisi jantungnya. Jantung Augie dinyatakan sehat. Pompa jantungnya pun bagus. Tapi dokter menambahkan, walaupun tidak ada masalah dengan jantungnya, Augie masih diharuskan melakukan pemeriksaan. Kelegaan tersirat di wajah Augie. Konsumsi obat pengencer darah yang semula 3 tablet per hari berkurang menjadi 2 tablet. Dua minggu kemudian, Augie kembali memeriksakan INR, dan hasilnya bagus. “Hasil INR saya normal. Tapi aneh karena setiap pagi saya masih keluar darah,” ujar Augie.
Ketidakpuasan, kegelisahan, dan tanda tanya besar menghantuinya. “Mengapa darah terus saja keluar dari gusi, padahal kekentalan darahnya sudah berada pada ambang normal,” ujar Augie. Ia kemudian memutuskan untuk mendapatkan second opinion dari dokter di Singapura.
Selama sepuluh hari Augie berada di Singapura dan menjalani pengobatan. Hasil pemeriksaan mengatakan, bahwa keluarnya darah dari mulut diakibatkan oleh infeksi pada gusi dan gigi gerahamnya. Dokter pun menyarankan segera dilakukan operasi gigi untuk menghentikan perdarahan. Operasi dilakukan setelah seminggu ia berada di Singapura karena harus menetralkan darahnya yang terlalu encer. Dokter menyarankan agar Augie selalu menjaga kesehatannya agar jangan sampai terjadi serangan ketiga kalinya. “Jika sampai terjadi yang ketiga, dan terjadi lagi pembekuan baik di jantung, di otak atau organ lainnya nyawa saya bisa tidak tertolong,” cerita Augie.
Setelah melakukan operasi keadaan Augie berangsur membaik. “Operasi berjalan lancar. Saya jadi mengetahui bahwa kekentalan darah ini genetik,” tutur Augie. Ia pun teringat di usia 7 tahun pernah mengalami pembekuan darah di otak yang membuatnya lumpuh sebelah hingga harus melakukan terapi berjalan. Matanya menerawang jauh pada kejadian masa kecilnya.
Mukjizat Hidup
Augie sangat bersyukur ia bisa menghirup udara hingga hari ini. Ia menganggap bahwa kekentalan yang dialaminya adalah karunia Tuhan. “Tuhan mengatur semuanya dengan sangat bijaksana. Walaupun serangan ini datang dengan tiba-tiba, tapi Tuhan memberikan mukjizatnya dengan mengatur kejadian ini dengan luar biasa. Kamis sore saya mendapat serangan jantung dan ditangani oleh dokter ahlinya saat itu juga, karena esoknya dokter harus ke Amerika. Jumat pagi saya harus berangkat ke Bali untuk mengisi acara. Apa jadinya jika saya mendapat serangan di pesawat?” kata Augie.
Ia percaya bahwa cobaan ini adalah kasih sayang Tuhan. “Tuhan yang menciptakan manusia. Maha tahu. Maka saya yakin bahwa segala kejadian yang terjadi adalah atas kehendakNya untuk kebaikan saya sendiri,” tutur Augie.
Kejadian ini dianggapnya sebagai cara Tuhan memberikan kesempatan hidup untuk kedua kalinya. Bobotnya menyusut 5 kg. “Kekentalan darah yang saya alami bagaikan polisi yang mengingatkan saya agar lebih dekat dengan Tuhan dan keluarga. Saya jadi lebih memperhatikan pola makan, istirahat, dan menjaga darah saya agar terus normal,” ujar Augie.
Namun kondisinya saat ini membuatnya tidak diperbolehkan melakukan hobinya, bermain sepak bola dan basket. “Walaupun berat, tapi saya harus menerima dan menghadapinya dengan semangat, karena sehat itu begitu indah,” tutupnya.
Kekentalan Darah Bukan Penyakit (Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FCAP, ahli penyakit dalam FKUI)
Kekentalan darah terjadi akibat kurangnya trombosit (zat yang berperan dalam pembekuan darah) dalam darah. Akibatnya darah mudah lekat antara satu dan yang lainnya. Kekentalan darah bukanlah penyakit melainkan genetik sehingga tidak ada obat yang bisa mengobatinya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah mengencerkan darah dengan minum obat dalam jangka panjang.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, tidak menjaga kolesterol dalam tubuh, dan stres dapat memicu tingginya risiko. Orang yang memiliki kekentalan darah jika memiliki kolesterol tinggi atau memiliki kebiasaan merokok maka darah akan semakin sulit mengalir. Sebab kolesterol yang menempel pada pembuluh darah akan membuat pembuluh darah menyempit. Rokok dapat merusak pembuluh darah bagian dalam (endotel) yang berperan mengaktifkan sistem pembekuan darah. Cara mendeteksinya adalah dengan pemeriksaan darah khusus kekentalan darah atau Anticardioliphin antibodies (ACA).
Seluruh organ yang dilalui darah bisa terkena dampak gangguan ini. Pada mata menyebabkan kebutaan, di telinga menyebabkan tuli, di saraf otak menyebabkan stroke, dan pada jantung menyebabkan serangan jantung tiba-tiba hingga kerusakan katup. Pada perempuan, kekentalan darah ini bisa menyerang organ reproduksi. Akibatnya, bisa memicu keguguran berulang, innfertilitas, dan kelahiran prematur.
Source : Good HouseKeeping Edisi Januari 2013 halaman 58
(vem/GH/dyn)