Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa orang yang tersenyum dikatakan lebih menyebalkan daripada orang yang cemberut? Bukankah orang yang cemberut justru memiliki wajah yang tidak sedap dipandang. Wajah ditekuk, mata menyiratkan kesinisan, ah, tidak ada bagusnya sama sekali. Siapa sih yang betah dengan wajah cemberut seseorang? Menyebalkan, kelihatan sekali kalau orang tersebut egois, manja, mau menang sendiri.
Sementara, lihat mereka yang wajahnya selalu tersenyum. Ambil contoh para pegawai bank. Mulai dari satpam hingga teller, semua berwajah ramah. Kalau begini, hati jadi adem melihatnya. Mampir ke bank pun jadi lebih nyaman daripada ke pertokoan yang satpam dan pegawainya tidak suka senyum.
Dulu, seorang sahabat pernah mengatakan bahwa senyum itu adalah kekuatan. Hanya sebuah senyuman, yang hanya membutuhkan 3 otot wajah. Dulu saya pikir, hal itu adalah omong kosong. Buat saya, orang yang tersenyum tapi hatinya sakit, maka senyum itu hanya topeng belaka. Orang itu hanya pura-pura kuat.
Advertisement
Bahkan ada orang yang bertamengkan senyum, namun dengan tujuan agar lebih diperhatikan oleh orang lain. Ah, nggak banget deh. Oleh karena itu, saya tidak percaya bahwa senyum itu sepenuhnya menunjukkan kekuatan.
Namun, Tuhan memang begitu sayang pada saya. Tidak dibiarkan-Nya saya berlama-lama dalam sebuah tanda tanya. Ceritanya saya tinggal di sebuah perumahan sejak saya lahir. Saat saya kecil, saya mengenal banyak satpam di perumahan. Namun hanya satu orang satpam yang saya tahu dia kurang sering senyum. Namun sebenarnya orangnya baik.
Setelah saya beranjak dewasa, banyak satpam-satpam yang sudah digantikan dengan yang orang yang lebih muda. Sayangnya, mereka tidak seramah senior-nya dahulu. Saat mobil-mobil warga memberikan salam berupa sebuah bunyi klakson, mereka hanya menoleh. Tanpa senyum, tanpa lambai tangan, hanya menatap ke arah kami begitu saja.
Bahkan seorang anak tetangga kesal pada satpam-satpam baru. Pasalnya, pacar lelakinya yang sering main ke sana sering tidak dibukakan gerbang depan. Saya pun menceritakan pada ayah saya yang dituakan di perumahan kami. Saya juga suka sebal sendiri melihat papa saya sudah menyapa mereka baik-baik namun seolah tidak ada rasa hormat sama sekali.
Mendengar cerita saya, Ayah hanya tersenyum lalu berkata. "Sudah, baikin aja. Coba kamu senyum saja pada apapun yang mereka lakukan padamu, Nduk."
Awalnya saya pikir bahwa Ayah saya terlalu permisif. Beliau tidak menegur satpam sekalipun sudah sering dicuekin. Namun ya sudahlah. Saya turuti saja nasehat Ayah.
Suatu hari, seorang satpam menyapa saya. "Mbak, kok nggak pernah bawa motor sih?" begitu dia bertanya. Saya seperti tahu maksudnya. Sejauh ini saya memang belum berani bawa motor, tapi saya rasa itu juga hak masing-masing dong. Ini orang ngapain sih ngurusin saya bawa motor apa nggak? Akhirnya saya cuma bilang, "Nggak, Pak," dengan melemparkan senyum.
Pertanyaan itu muncul setiap kali saya bertemu dengan satpam yang sama. Saya pun akhirnya selalu menjawab dengan cara yang sama pula. Sebenarnya saya kesal juga, satpam kok mau tahu aja. Hingga yang paling parah, ada seorang satpam yang berkata, "Owalah, Nduk. Kok nggak naik motor aja sih? Nggak berani, ya? Ha? Hahahaha..."
Waduh, sebel banget deh sama statement ini. Kali ini saya nggak mringis-mringis sungkan seperti biasanya. Saya hanya senyum biasa menghadapi pertanyaan itu. Sebenarnya ingin sekali saya berhenti lalu mendebat Pak Satpam itu. Namun saya hanya senyum dan berlalu.
Anehnya, sejak kejadian itu, baik satpam yang terakhir menggoda saya dan yang sering bertanya hal yang sama pada saya, tak pernah mengganggu saya dengan bertanya yang aneh-aneh lagi. Saya sedikit heran, tapi juga merasa senang. Meski masih tidak suka senyum, tapi mereka setidaknya tidak usil lagi.
Baru setelah beberapa minggu sejak kejadian itu, saya memahami sesuatu. Senyum itu ternyata memang powerful. Senyum sudah menjawab tanpa harus banyak menjelaskan. Dan para satpam itu lama-lama capek sendiri karena saya terlalu kebal dengan omongan mereka.
Inilah yang membuat senyum itu adalah kekuatan. Orang yang sinis benci melihat orang yang tersenyum, karena digempur seperti apapun, mereka tetap bisa tersenyum. Biarlah orang bilang itu topeng atau apapun. Yang jelas, senyum membuat kita berdiri lebih kuat untuk menghadapi kerikil-kerikil kecil. Karena dari kerikil kecil itulah, kita jadi lebih bisa menghadapi sesuatu yang besar.
Mulai sekarang, tersenyumlah, Ladies. Senyum kita bisa menyinari dunia, serta menyinari hidup orang-orang di sekeliling kita.
(vem/gil)