Fimela.com, Jakarta Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) memang terdengar asing bagi sebagian masyarakat Indonesia. Padahal penyakit progresif ini mengancam jiwa yang diperkirakan berdampak buruk bagi lebih dari 251 juta orang di dunia. Tak hanya itu, penyakit ini juga diperkirakan menjadi penyebab kematian ke-tiga pada tahun 2020.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) 2013 mengungkapkan bahwa jumlah pasien PPOK naik 3,7%. Namun, Prof. dr. Faisal Yunus dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan data ini tidak mewakili keadaan sesungguhnya di Indonesia.
Advertisement
BACA JUGA
“Sebuah studi biomass sebagai kolaborasi antara Indonesia dan Vietnam yang dilakukan pada tahun 2013 menemukan bahwa prevalensi PPOK pada pasien bebas rokok sama tingginya. Studi tersebut melibatkan responden berusia di atas 40 tahun yang tinggal di Banten dan DKI Jakarta. Ditemukan prevalensi pasien PPOK sampai 6,3%,”ujarnya seperti di dalam rilis yang diterima redaksi Fimela.com.
Sayangnya, menurut Prof. Faisal Yunus, kebanyakan pasiennya datang sudah dengan keluhan, seperti sesak napas, gampang kehabisan napas saat naik-turun tangga, dan sudah dengan kecacatan.
“Jarang sekali mereka datang dengan gejala awal karena mereka tidak menyadari gejala awal pentakit itu,” ujarnya.
Selain itu, banyak juga yang beranggapan bahwa olahraga rutin atau kunjungan ke wilayah dengan udara bersih bisa mencegah penyakit paru. Padahal ini tidak benar, zat yang sudah terlanjur bertumpuk di paru karena asap rokok dan polusi udara, tidak akan hilang, Mereka yang sudah ada gejala dan makin parah harus berobat ke dokter.
Advertisement
Tidak bisa disembuhkan, namun tetap dapat mengurangi pemburukan penyakit
Meskipun PPOK merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan, bukan berarti ini adalah penyakit yang melemahkan. Pasien akan tetap bisa hidup dengan baik meski mengidap PPOK asalkan patuh pada perawatan dan pengobatannya, sehingga mengurangi pemburukan penyakit.
Prof. Faisal Yunus juga menekankan masyarakat untuk menjauhi rokok, karena rokok merupakan penyebab utama dari PPOK.
“Bila susah berhenti merokok, silahkan datang ke dokter paru untuk dipantau dan diberi obat yang benar, setelah itu harus rajin kontrol secara rutin. Begitu pula jika bekerja di daerah rawan polusi, misalnya pabrik. Selalu gunakan masker, walau hal ini juga tidak terlalu melindungi. Sebisa mungkin dan sering kontrol berobat. Ingat, tidak ada vitamin atau suplemen apa pun yang dapat mencegah PPOK, paparnya.
Hidup lebih baik
Sementara itu, Philips menawarkan beberapa tips bagi para pasien PPOK agar bisa hidup dengan baik dan tetap aktif:
1. Memiliki pola pikir positif
Ubah pandangan tentang penyakit dan pahami bahwa kunci untuk tetap aktif terletak pada setiap individu.
2. Tentukan tujuan
Tanyakan pada diri sendiri apa yang ingin dilakukan. Tetapkan tujuan jangka pendek dan panjang untuk diri sendiri.
3. Olahraga dengan bijaksana
Olahraga dapat membantu memperkuat kelompok otot besar dan memperbaiki sirkulasi saluran napas. Berusahalah untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan, dan fleksibilitas dengan membagi tugas ke bagian-bagian yang lebih kecil dan menjadwalkan waktu istirahat yang sering.
4. Pertahankan gaya hidup sehat
Pertahankan pola makan yang sehat dengan nutrisi yang tepat dan tidur yang cukup. Pola makan yang buruk dapat memperburuk gejala dan memengaruhi kemampuan untuk berolahraga.
5. Bersabar
Pahamilah bahwa proses membutuhkan waktu. Dengan olahraga dan pola makan yang sehat, kekuatan dan daya tahan bisa pulih.
Di Indonesia, Philips menghadirkan berbagai solusi untuk PPOK, yaitu Philips Nebulizer, Stationary and Mobile Oxygen Concentrator yang bisa dipindah dan dibawa dengan mudah, Dreamstation AVAPS (average volume-assured pressure support) yang secara otomatis dapat menyesuaikan dengan perkembangan penyakit dan berubah sesuai dengan kebutuhan pasien, serta ventilator Trilogy dari rumah sakit ke rumah.