Kisah ini dikirim oleh sahabat kami bernama Yuni. Cinta kadang tak kekal, dia bisa terhalang oleh banyak hal, termasuk perbedaan agama.
***
Usiaku 20 tahun ketika berkenalan dengan Angga, dia adalah teman satu kampus denganku. Walaupun beda fakultas, kami sering bertemu saat makan di kantin atau saat menghadiri acara kampus. Singkat cerita, kami saling jatuh cinta dan mulai berpacaran.
Advertisement
Angga adalah pemuda yang baik dan sopan, dia juga bukan tipe pria yang suka mempermainkan wanita, karena itulah aku jatuh cinta padanya. Tetapi di balik sifat baiknya, ada satu hal yang bisa menjadi penghalang hubungan kami, yaitu agama yang berbeda.
Sejak awal, kami menekankan bahwa tidak boleh ada pacaran diam-diam, kami serius dengan hubungan kami, sehingga orang tua kami harus tahu.
Pada awalnya, kedua orang tua kami menerima hubunganku dan Angga, mereka tidak mempermasalahkan perbedaan kami yang sangat prinsip. Aku dan Angga juga tidak pernah saling memaksa, kami tetap beribadah sesuai agama kami. Aku menghargai Angga dan agamanya, demikian juga dia. Itulah yang aku suka darinya, pemikiran yang dewasa dan tidak pernah memaksa.
Tanpa terasa, hubungan kami berjalan empat tahun. Aku dan Angga beberapa kali membicarakan pernikahan. Mulai dari menabung agar bisa menikah legal di negara lain (kami ingin tetap memegang agama masing-masing saat menikah), hingga bagaimana saat kami punya anak nanti. Semua sudah kami bicarakan dan baik-baik saja.
Hingga.. orang tua kami sedikit demi sedikit menentang hubungan kami. Di kedua belah pihak, mereka ingin agar hubungan kami berakhir. Bagi orang tuaku dan orang tua Angga, hal yang paling prinsip tidak akan bisa disatukan dengan cinta. Bisa saja kami menerima di awal, tetapi akan banyak cemooh dari orang-orang.
Semakin hari, kedua orang tua kami semakin keras menentang hubungan kami. Sekuat apapun aku dan Angga menjelaskan, mereka tidak mau terima. Kedua orang tuaku ingin agar Angga masuk agamaku, sedangkan orang tua Angga ingin agar aku masuk agama mereka.
Bukannya tidak ingin mengalah atau egois, aku dan Angga pada akhirnya sama-sama mengalah. Kami tidak ingin hubungan keluarga hancur jika kami memaksa. Akhirnya aku dan Angga memutuskan hubungan kami, memutuskan ikatan cinta kami.
Jangan tanya bagaimana perih dan sakitnya hatiku, aku juga merasakan hal yang sama pada Angga. Kami sama-sama terluka, kami saling mencintai tetapi harus berpisah dengan perbedaan ini.
Mungkin Angga memang bukan jodohku, dan mungkin aku memang bukan jodoh untuk Angga.
Aku masih belajar untuk menerima kenyataan ini, sulit memang, tetapi aku tidak bisa memilih antara cinta, agama dan orang tuaku.
Mengalah tak selamanya kalah, aku juga masih menghormati orang tuaku.
Semoga kelak, aku bisa mendapatkan pria yang baik..
(vem/yel)