Dengan hati yang tulus dan tenang, kubagikan kisahku ini. Sebut saja namaku Ridang. Semoga kisah tentang kegagalan pernikahanku ini bisa menjadi cahaya lilin bagi hati yang meredup karena kehilangan cinta seorang kekasih.
Aku adalah seorang karyawati di rumah sakit swasta di kota “S”. Di antara segala kesibukan bekerja di rumah sakit dan rutinitas di asrama, aku masih menyempatkan diri untuk bergabung dalam kelompok paduan suara. Aku menyanyi untuk acara-acara pernikahan di gereja. Aku bersyukur dikaruniai bakat untuk menyanyi ini. Banyak pengalaman positif yang kudapatkan dengan bergabung dalam kelompok paduan suara .
Sebagai seorang wanita berusia 25 tahun, aku mempunyai seorang kekasih. Dia bekerja di bidang pelayaran. Sekian lama kami menjaga hubungan cinta dan bersikap saling percaya meski jarak sering memisahkan. Selama beberapa tahun pula kami berusaha untuk saling mengenal dan menjalin kasih sayang hingga suatu ketika kami memutuskan untuk menikah. Semua persiapan pernikahan mulai dari pernak-pernik kecil kecil hingga rencana pertemuan keluarga sudah kami bicarakan bersama.
Advertisement
Selain bekerja, aku juga mengikuti kursus rias pengantin. Tentu wajar jika aku ingin membuat acara pernikahanku terasa sangat istimewa. Aku ingin menikah dengan mengenakan gaun pengantin nuansa Eropa yang berwarna putih dan panjang. Aku ingin mendesain sendiri gaun pengantinku. Tetapi ternyata calon suamiku meminta kami memakai pakaian adat Jawa tengah. Apa boleh buat, aku mengalah dan tidak ingin berdebat hanya karena masalah gaun pengantin.
Aku mendatangi salah satu penjahit dan butik langgananku. Sebuah busana pengantin jawa telah siap dan tinggal menunggu waktu untuk segera dikenakan. Sambil mempersiapkan banyak hal yang berkaitan dengan rencana pernikahan kami, kami berdua sebagai calon pengantin harus mendaftarkan diri untuk ikut kursus persiapan perkawinan di gereja. Aku mendaftarkan nama kami untuk mengikuti kelas kursus calon pengantin. Dalam kursus itu, kami akan diberi banyak bekal persiapan tentang hidup berkeluarga, bagaimana mengenal pasangan lebih jauh, dan penyelidikan dari gereja tentang kelayakan untuk sah atau tidaknya perkawinan kami.
Pada awalnya, kami berdua begitu bahagia dan tak sabar ingin segera mengikuti kursus persiapan perkawinan itu. Tapi entah mengapa sebabnya, secara perlahan calon suamiku semakin sulit dihubungi. Aku mulai putus asa tapi tetap berusaha berpikir positif. Hingga akhirnya aku mengunjungi adik calon suamiku yang kebetulan satu kota denganku. Dari adiknya aku tahu bahwa kekasihku berpaling pada wanita lain. Rasanya aku tidak perlu menceritakan detailnya. Namun, yang pasti hati dan perasaanku hancur berkeping-keping. Tanpa kabar berita dia hilang begitu saja.
Setelah mendapat beberapa informasi yang cukup dapat kupercaya, aku sudah tidak berharap banyak tentang rencana pernikahanku dengannya. Bahkan aku tidak mampu untuk menangis karena rasanya hatiku telah mati rasa. Rasanya dada ini sesak dan bebanku terasa berat. Aku ingin menangis tetapi tidak setitik pun airmata keluar. Aku mengunjungi seorang biarawati di biara dan berharap dengan bercerita padanya, aku bisa menangis dan merasa lega. Kenyataannya, justru biarawati itu yang menangis terharu padaku.
Cukup lama aku tidak bisa menangis. Pada suatu hari seorang teman paduan suaraku sedang menyanyi lagu ”Hadapilah dengan Senyum” dan tanpa aku sadari, tangisku tiba-tiba meledak. Aku tidak mampu menahannya lagi. Aku dipeluk oleh sahabatku. Sepotong syairnya berbunyi seperti ini ”bila bebanmu terlalu berat, hadapilah dengan senyum. Bila dunia mengecewakan, hadapilah dengan senyum. Tuhanlah bentengmu, janganlah kau bimbang akan semuanya hadapilah dengan senyum" dan seterusnya.
Aku harus berjuang dengan segala cara untuk tetap dapat tersenyum walau hati ingin menjerit dan menangis. Terlebih lagi, tak lama kemudian aku mendengar kekasihku menikah dengan wanita lain. Adiknya datang menemuiku untuk menyampaikan permintaan maaf. Bahkan dia juga tidak ingin menghadiri pernikahan kakaknya. Satu-satunya hal yang mampu membuatku bertahan adalah doa. Ketika aku merasa dunia sudah runtuh, rasa malu pada teman - teman, dan bingung akan pertanyaan dari orang tuaku mengapa aku batal menikah, aku hanya bisa berdoa. Beruntung salah satu kakakku sangat mengerti keadaanku dan dia yang menjelaskan semua pada orang tuaku.
Pada waktu peristiwa itu terjadi, aku sedang aktif dalam kelompok paduan suara di gereja, terutama untuk mengisi suara sebagai solis atau penyanyi tunggal. Profesionalisme sebagai penyanyi harus bisa membuatku tegar. Dengan hati berkeping-keping kususun nada demi nada false dalam irama hidupku. Aku harus bangkit. Aku harus kuat. Aku ingin bangkit menjadi sepotong hati yang tegar walau batal menikah.
Semua sahabat paduan suara sangat mengerti tentang peristiwa batalnya rencana pernikahanku. Aku bahkan diijinkan untuk tidak usah menyanyi dulu hingga hatiku tenang lagi. Namun aku menolak. Aku harus tetap menyanyi. Jadwal acara menyanyi tak akan kuubah.
Pada saat pertama kali aku menyanyi lagu The Wedding dalam pernikahan salah satu temanku pada masa sulitku itu, sahabat-sahabatku menangis. Mereka menitikkan airmata haru melihatku begitu syahdu mengalunkan lagu pengiring pengantin masuk ke gereja menuju altar suci untuk diberkati. Sungguh ini sebuah keajaiban Tuhan. Aku begitu tegar menyaksikan pasangan pengantin masuk ke gereja menuju altar dengan gaun pengantin nuansa Eropa yang cantik itu. Hingga bait terakhir lagu berhasil kunyanyikan dengan sempurna dan penuh perasaan.
Tanpa terasa aku telah melewati masa sulit ini. Siapakah yang dapat bertahan jika bukan karena kebesaran Tuhan? Tuhan telah mengajakku bercanda rupanya. Ketika aku sedang meratapi kepergian kekasih yang membatalkan pernikahan kami, malah aku diberi semangat untuk terus bernyanyi bagi banyak pasangan pengantin. Ya, ini berarti aku harus mampu miliki hati yang tegar.
Suatu hari, aku mendapat telepon dari mantan kekasihku, dia mengatakan minta maaf karena telah meninggalkan aku. Aku tidak menaruh dendam sedikitpun dan memaafkan keadaannya. Bahkan aku mendoakan kebahagiaannya. Ketika ia menghubungi aku, mantan kekasihku ini mengalami kecelakaan dan tidak bisa berjalan. Pada saat yang sama istrinya meninggalkan dia. Aku hanya bisa berdoa agar dia dapat segera pulih dan sembuh seperti sediakala. Tetapi maafkan aku Tuhan karena aku tak mungkin kembali padanya. Dia sudah sembuh dari kecelakaan tersebut, namun dia memilih mengakhiri hidupnya sendiri karena tak menemukan kebahagiaan.
Aku berdoa agar semua dosa dan kesalahannya diampuni Tuhan. Dia tetap sahabat yang terbaik dalam hidupku. Kini aku boleh mengucap syukur dan membagikan kebahagiaan. Tanpa kuduga cinta sejatiku akhirnya datang. Betapa indahnya rencana Tuhan. Semua diatur indah pada waktunya. Waktu yang tepat sesuai rencanaNya. Aku telah menemukan seorang kekasih yang mencintaiku dengan luar biasa dan yang membangun kembali reruntuhan puing-puing harapan tentang istana cintaku. Tuhan terimakasih untuk semua ini. Kubagikan kisahku ini agar menjadi pelita hati, percayalah dunia belum berakhir hanya karena engkau tidak jadi menikah.
(vem/fii)