Oleh: Agatha Yunita
Hai, nama saya Agatha. Saya adalah penulis dari Vemale.com. Dan tulisan saya kali ini dipersembahkan untuk semua pejuang breast cancer. Semua ditulis berdasarkan pengalaman saya Desember 2011 lalu :)
Bahwa kanker payudara adalah salah satu 'musuh' paling mematikan bagi wanita, itu adalah benar. Terutama ia datang mengendap-endap tanpa kita ketahui, bagai bom waktu yang mungkin meledak di suatu waktu. Beruntunglah apabila kita mendengar bunyi tak tik tak tik yang pelan itu… Potong kabel yang tepat, dan fiuhhh… Kita berhasil mematikan ‘bom’ tersebut.
Advertisement
Selasa, 13 Desember 2011
Pukul 7.15 WIB,
Seperti biasa, ritual setelah mandi adalah memanjakan diri dengan body cream. Siapa lagi yang tahu benar cara memanjakan diri kalau bukan kita sendiri?
Dan demi kulit lembut serta self award, saya memulaskan body cream dengan massage lembut ke seluruh tubuh, tak terkecuali bagian (maaf) boobs. Kabarnya, gerakan massage melingkar kabarnya dapat membuat boobs tetap kencang dan 'naik'. Dan itulah yang saya lakukan hingga sebuah benjolan membuat saya menghentikan massage memanjakan tersebut. "Oh God, what is that?" tanya saya. Teringat pada gerakan SADAR yang kerap saya baca pada website breast cancer, sayapun telentang, meraba bagian dada dengan satu tangan dan benar. Sebuah benjolan yang membuat saya curiga. Berdiam sejenak, saya memutuskan menyimpan kecurigaan saya hingga sore hari.
Sekitar pukul 16.30 WIB,
"Mom, apakah besok Mom bisa menemani saya ke dokter? Saya kira, saya menemukan sebuah benjolan aneh di dada kanan saya," kata saya pada Mom. Dan untungnya Mom bukan sosok yang mudah panik, beliau meminta saya untuk bersabar dan terus berdoa, serta mencari info dokter siapa yang akan kami minta bantuannya. Tak lama kemudian, saya menemukan sebuah nama, seorang spesialis onkologi, Dr. Didik Soediarto, SpB(K) Onk.
Kamis, 15 Desember 2011
Pukul 17.30 WIB,
Saya berangkat bersama my beloved sister dengan perasaan campur aduk, dan harapan agar bukan hal berat yang akan saya dengar dari dokter. And here we go, dokter meminta saya kembali telentang dan membantu saya melakukan gerakan SADAR yang benar. DANG! Of course saya terkejut, bukan sebuah benjolan yang saya temukan, tetapi satu… Dua… Dan tiga. Oh, God, benarkah ini atau hanya mimpi?
Pukul 18.00 WIB,
Saya menunggu nama saya dipanggil untuk melakukan USG. Dag dig dug… Kenapa belum dipanggil juga sih :( saya mencoba tetap tenang dan berdoa sepanjang waktu. Well, tak ada yang mengalahkan kekuatan doa memang…
Pukul 20.00 WIB,
Saya masuk ke ruangan USG ditemani Mom. Awww! Coba saja masuk ke ruangan ini untuk periksa kehamilan, mungkin rasanya akan excited, hihi… But hey, ini bukan periksa kehamilan, ini adalah sebuah benjolan aneh yang saya sangat ingin tahu, apakah itu.
Dengan perasaan canggung dan tubuh menggigil kedinginan, saya menjalani pemeriksaan USG dengan sesekali nyengir. Tepat saat alat tersebut ditekan di benjolan, rasa nyeri memang terasa.
Pukul 22.00 WIB,
Saya baru bisa menemui dokter, karena beliau harus menyelesaikan operasi terhadap salah seorang pasiennya. Dan petir datang di malah hari jauh lebih mengerikan ketimbang petir di siang hari. "Jadi ini tumor jinak ya, Ibu. Ada tiga jumlahnya, harus dioperasi agar tidak tumbuh menjadi kanker. Berbahaya bu apabila dibiarkan tumbuh, bisa ganas dan merembet ke bagian lainnya..."
Dan tentu saja itu bukan bagian yang membuat tubuh saya lemas dan pucat. Beliau bilang, bahwa operasi bisa dilakukan dengan bius lokal, dan mungkin hanya memakan waktu sekitar 1 jam lamanya. Oh God, pisau, jarum, darah selama 1 jam? Kaki saya semakin lemas dan saya menyatakan pada dokter, saya tidak sanggup. FYI, saya adalah sosok yang takut darah dan benda-benda tajam lainnya, jangankan menghadapinya, membayangkan saja sudah cukup membuat saya pingsan. Untuk itu, bagi rekan-rekan yang memang punya phobia sama seperti saya, silahkan konsultasikan dengan para ahli, jangan terpengaruh omongan orang yang bahkan teman-teman tidak yakin.
Seorang sahabat mengatakan "ikuti saja kata hati yang menjadi keyakinanmu…" dan sayapun mengikutinya…
Senin, 19 Desember 2011
Pukul 05.30 WIB,
Saya sampai di rumah sakit, membereskan dokumen untuk segera menjalani operasi. Dalam hati, tak henti doa terucap. Dan syukurlah saya jauh lebih tenang dan berhasil menaklukkan rasa takut.
Pukul 07.00 WIB,
Seorang perawat bius membimbing saya setelah saya memakai 'pakaian perang lengkap' (pakaian medis untuk pasien, lengkap beserta sebuah cap). Dihimbaunya saya agar tetap rileks saat memasuki ruang operasi. Dan ternyata mirip juga ruang operasi ini dengan di film-film, setidaknya demikian yang muncul di benak saya, tak ada rasa takut, eum… Mungkin hanya sedikit gugup.
Beberapa detik kemudian, dokter kembali memeriksa kondisi saya. Membantu membuat peta di dada sebelah kanan untuk mempermudah proses operasi. Seorang perawat bius sudah siap menyuntikkan anestesi lewat infus yang terpasang di tangan sebelah kiri, sayapun tetap diminta mencari bagian mana yang sakit. Tak sampai hitungan ketiga, sepertinya saya sudah terlelap, bertarung bersama semua kru medis. Beliau-beliau membawa pisau bedah, dan saya dengan semangat serta harapan yang berkobar. Saya pasti bisa!
Pukul 11.00 WIB,
Pertama kali saya membuka mata, namun masih lelap dalam tidur. Mata saya terpejam, namun saya bisa mendengar dengan jelas apa saja yang terjadi di sekitar saya.
Pukul 13.00 WIB,
Masih dalam keadaan setengah sadar, kedua orangtua saya membawa saya pulang. That's right, Mom. Saya nggak akan bisa tidur nyenyak di ruangan ini. Jujur, saya tak terlalu nyaman dengan aroma obat dan segala macam perangkat tersebut (ahhh… Kebanyakan nonton film kali yah :p)
Dan di sinilah saya, dukungan dari sahabat dan keluarga, doa, harapan, membuat saya tetap bersemangat dan menjalani satu hari lagi… Bohong kalau saya bilang jangan pernah takut, silahkan merasa takut saat bertemu 'musuh besar wanita' ini. Tetapi jangan biarkan ketakutan tersebut mengalahkan kita sebelum 'berperang'. Hadapi, dan taklukkan! Karena kita jauh lebih kuat dari mereka. #FightForBreastCancer
(vem/bee)