Fimela.com, Jakarta Manisnya madu hutan yang terhidang di hadapan Anda tak semanis proses memanennya. Suhartono, seorang pemanen madu di pedalaman Flores harus bertaruh jiwa dan raga demi menjemput secawan madu yang menggatung di pohon nan tinggi.
BACA JUGA
Advertisement
Salah satu yang membuat kami antuasi saat melakoni DBS Live More Society Daily Kindness Trip ini adalah saat melihat ada agenda menyaksikan panen madu hutan di pedalaman Flores. Ini adalah sesuatu yang unik dan juga langka.
Dari kota Larantuka kendaraan yang membawa kami meluncur ke Desa Duntana Lewoingu, Kecamatan Titehena, Kabupaten Flores Timur, NTT, pada Sabtu (13/10/2018). Mulusnya jalan poros antara Larantuka menuju Maumere membuat perjalanan semakin mengasyikkan.
Jalur ini, kata pengemudi yang membawa kami menuju Desa Duntana sering digunakan oleh klub moge untuk touring. Mereka biasanya memulai touring dari Labuan Bajo menuju ke arah Timur menyusuri pulau Flores dan berakhir di Larantuka. Tidak salah kalau tempat ini jadi area untuk touring moge, panorama alam nan indah dan memesona akanamenjadi santapan selama dalam perjalanan.
Tak terasa 30 menit berlalu, kendaraan yang kami tumpangi berbelok ke kanan, ternyata ini adalah persimpangan yang menuju Desa Duntana Lewoingu. Tak berapa lama kenadaraan kami pun tiba. Bapak Yohanes Lewonamang Hayong dan istrinya Hemiliana Nirong Tukan dan beberapa sesepuh adat menyambut kedatangan kami dengan acara adat setempat.
Pasangan Yohanes Lewonamang Hayong dan istrinya Hemiliana Nirong Tukan adalah pasangan serasi yang saling mengisi satu sama lain. Yohanes fokus pada pengumpulan madu hutan, sedangkan sang istri membuat aneka anyaman dari daun lontar yang dibina oleh Du’Ayam. Keduanya bahu-membahu dan saling mendukung satu sama lain.
Menurut Anis, begitu Yohanes biasa disapa, mencari madu hutan adalah tradisi yang sudah ada sejak lama di kampungnya dan masyarakat Flores pada umumnya. Madu sudah digunakan untuk aneka keperluan rumah-tangga, kecantikan dan pelengkap makanan dan minuman yang kaya nutrisi. Persoalannya proses panen madu hutan yang dilakukan masyarakat di sana masih belum memerhatikan cara-cara yang bijak dan higienis. “Dulu orang di sini panen madu dengan cara menghabisi semua sarang lebah. Lalu madunya diperas dengan alat yang belum terjaga kebersihannya. Sekarang kami tidak lagi seperti itu,” ujarnya.
Ia dan petani-petani kemudian berkumpul membentuk usaha Madu Hutan Senosa. Anis membina petani dan pengumpul madu yang ada di kabupaten Flores Timur dan kabupaten-kabupaten sekitarnya. Instansi pemerintah dan salah satu bank pelat merah juga memberikan bantuan dan pembinaan agar produksi madu hutan bisa lebih baik dan lestari. Sistem pemasarannya juga diarahkan melalui media online agar lebih luas jangkauan pasarnya.
Advertisement
Penyimpanan
Tak hanya menjelaskan, Anis kemudian mengajak masuk ke gudang menyimpanan madu yang ada di samping kediamannya. Madu hutan, lanjutnya, terkadang lebih encer daripada madu yang dihasilkan lebah yang diternak. “Kondisinya memang seperti itu, kami tidak akan membuat madu ini menjadi lebih kental atau melakukan rekayasa lainnya agar terlihat kental,” ujarnya.
Peserta DBS Live More Society Daily Kindness Trip dipersilahkan untuk mencicipi madu yang ada di gudang penyimpanan miliknya. Karena madu mencari nectar bunga yang ada di hutan, rasa madu hutan di sini amat beragam. Tergatung dari sari bunga apa yang sedang marak saat itu.
Anis melakukan pembinaan dalam pemanenan, pengumpulan dan pengemasan madu sampai siap dipasarkan kepada konsumen. Satu lagi yang menjadi perhatiannya bagaimana caranya agar panen madu hutan bisa berkesinambungan alias lestari.
Setelah menjelaskan dan melihat gudang penyimpanan dan pengemasan madu, Anis mengajak ke salah satu desa yang sudah siap panen. “Kita akan berjalan ke arah Maumere untuk panen madu di sana. Ayo kita berangkat,” serunya.
Tinggi
Kami menuju Desa Tanah Merah, Kecamatan Talipura, Kabupanen Sikka, NTT. Perjalanan menuju Desa ini ditempuh sekitar dua jam dari Desan Duntana, Flores Timur, NTT. Kami melintasi hutan, padang savana, pantai dan belukar. Setelah berjalan demian jauh akhirnya tiba juga di kampung yang dituju.
Sebelum berjumpa pohon tinggi dimana lebahmadu bersarang, kami masuh aharus melintasi jalan desa dan perkampungan penduduk. Tak berbeda dari rumah kebanyakan masyarakat Flores Timur, rumah masyarakat di Tanah Merah memiliki pekarangan yang luas. Nyaris tak ada pagar yang membatasi rumah yang satu dengan rumah sebelahnya. Pekarangan rumah warga dianami dengan kopi dan kakao.
“Ayo kita sudah sampai di tempat panen madu untuk hari ini,” serunya. Anis memanggil timya untuk persiapan panen madu. Di atas sebuah pohon yang tingginya sekira 20 meter memang sudah terlihat sarang lebah madu yang menggantung. “Itu sarang yang akan kita panen,” ia menunju sarang yang dimaksud.
Advertisement
Sarang Lebah
Dulu, katanya, petani akan memangkas semua sarang lebah. “Sekarang tidak begitu. Kita ambil sarang yang benar-benar ada isinya saja. Dari sebidang sarang tawon yang ada, kita sisakan sepertiganya. Sisa sarang ini nanti akan dibuat sarang lagi oleh kawanan lebah. Setelah panen hari ini sekitar sebulan kemudian kita bisa panen lagi. Jadi kita bisa panen berkelanjutan. Ini namanya panen lestari,” ujarnya.
Dengan cara lama, masa panen madu kembali sulit diprediksi. Soalnya kawanan madu bisa saja berpindah ke pohon atau tempat yang lain yang lebih jauh atau lebih nyaman bagi kawanan lebah madu. Kawanan lebah itu belum tentu akan kembali bersarang di tempat yang sudah diacak-acak sarangnya oleh pemanjat madu yang belum menggunakan sistem panen lestari.
Suhartono, seorang pemanjat pohon yang sudah 20 tahun melakoni profesi sudah bersiap untuk panen madu. Ia menutupi sekujur badannya dengan kain. Hanya bagian muka yang dibiarkan tertutup kain kasa serupa jaring, agar dia dapat memandang dengan leluasa. Dia menyiapkan sabut yang diikat seperti sapu lidi. Tak ada alat pengaman seperti yang kerap digunakan oleh pemanjat tebing profesional dalam mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan. “Cara kami yang begini,” ujarnya.
Di lain pihak Anis dan timnya menyiapkan pisau bersih dari bahan stainless steel untuk memotong sarang madu, derigen untuk menampung madu dan kain kasa sebagai saringan tahap pertama. Nanti digudang pengumpulan akan dilakaukan sekali lagi penyaringan. “Kami tidak akan memeras madu, yang kami lakukan adalah meneteskan madu sampai tuntas. Dulu petani madu sering memeras sarang madu agar cepat mendapatkan madu,” katanya.
Penawar
Ternyata Suhartono sudah berada di puncak pohon. Ia tinggal berjarak sekitar dua meter dari sasarannya. Kawanan lebah tetap berkumpul di sarang madu yang akan dieksekusi. Dari tangan kanannya mengebul asap putih yang berasal dari sabut kelapa yang ia gunakan untuk mengusir kawanan lebah. Setelah sebagian besar lebah beterbangan ia makin mendekati sarang, lalu memotong sarang lebah yang menjadi sasarannya.
Lebah mengamuk, kawanan lebah ini juga menyerang romongan kami yang sedari tadi ikut antusias menyaksikan proses panen madu. Beberapa orang anggota rombongan kami ikut tersengat. Sakit? “Pastinya, namanya disengat lebah,” begitu jawaban salah seorang anggota tim kami yang setengah jengkel saat ditanya apa rasanya disengat lebah madu.
Menyaksikan kondisi ini Anis tenang saja. Soalnya madu adalah penangkal yang ampuh saat disengat oleh lebah. “Ayo siapa saja yang disengat lebah. Sini diolesi madu dulu,” katanya. Beberapa orang yang tadi menjadi sasaran kemaran kawanan lebah mulai bisa tersenyum setelah madu dioleskan pada bagian yang tersengat lebah.
Bagaimana dengan Suhartono? Buat dia tersengat oleh lebah sudah menjadi santapan sehari-hari. Ya seperti tips yang diberikan Anis, dia juga tak merasa takut karena sudah tahu cara mengatasinya.
Tips lain agar tak tersengat kawanan lebah adalah berlindung di balik asap. Caranya cukup membakar gundukan daun kering yang ada di bawah pohon dan biarkan asap mengebul. Lebah tak berani menyerang bila kita berada di balik asap.
Advertisement
Icip-icip
Saat yang dinanti akhirnya tiba. Icip-icip madu yang baru dipanen. Anis memotong sarang lebah yang berisi madu. Potongan-potongan kecil dia persilahkan untuk dicicipi. Tak menunggu waktu lama semua anggota rombongan sudah dibolehkan mencicipi madu hutan Flores yang baru saja dipanen dari sarangnya. Ya, benar-benar segar. Menurut Anis panen hari ini tak banyak. Setelah ditiriskan madu segar yang didapat tak mencapai satu liter. “Tapi lumayanlah,” katanya.
Anis mengumpulkan madu dari banyak pengumpul yang ada di seantero Flores. Madu yang ia kumpulkan dari petani dikemas dalam botol-botol beragam ukuran, dijual dengan merek dagang Rumadu. Pemasaran madu ini tak hanya di sekitar Larantuka, Maumere, Ende dan kota-kota di Flores saja. Namun sudah sampai di Jakarta, Surabaya dan kota-kota besar lainnya.