Fimela.com, Jakarta Kabar tentang pailitnya Sariwangi memang menimbulkan banyak pertanyaan. Tentu saja banyak yang menganggap 'Sariwangi' yang dinyatakan pailit adalah salah satu merk teh celup ternama di Indonesia.
Kabar tersebut dibantah oleh Manajemen PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) seperti yang dilansir dari Liputan6.com (18/10) bahwa PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (MPISW) bukan merupakan bagian atau anak usaha dari PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Head of Corporate Communication PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), Maria Dewantini Dwianto, menuturkan PT Sariwangi Agricultural Estate Agency pernah menjadi rekanan usaha Unilever untuk produksi merek teh Sariwangi. Akan tetapi, perseroan sudah tidak bekerja sama dengan SAEA.
Advertisement
Seperti yang dilansir dari Liputan6.com (17/10) PT Sariwangi Agricultural Estate Agency, dan PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung resmi berstatus pailit. Setelah Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan PT Bank ICBC Indonesia.
Berdasarkan keputusan pengadilan itu, Sariwangi dan Indorub telah terbukti lalai menjalankan kewajiban sesuai kesepakatan perdamaian dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang sebelumnya disepakati pada 9 Oktober 2015.
Di PKPU, Sariwangi tercatat memiliki utang Rp 1,05 triliun. Adapun Indorub punya utang Rp 33,71 miliar kepada sejumlah bank, termasuk ICBC Indonesia.
Hingga 24 Oktober 2017, ICBC memiliki tagihan senilai Rp 288,93 miliar kepada Sariwangi, dan Rp 33,82 kepada Indorub. Nilai tagihan tersebut sudah termasuk bunga yang juga harus dibayarkan Sariwangi dan Indorub.
Advertisement
Teh Sariwangi sebagai pelopor teh celup pertama di Indonesia
Dilansir dari website resmi SariWangi, Rabu, 17 Oktober 2018, sejarah teh celup sendiri sesungguhnya dimulai secara tidak sengaja ketika Thomas Sullivan, seorang pedagang teh dan kopi dari New York, mengirim sampel teh dalam kantong sutra kecil kepada para pelanggannya.
Sullivan menggunakan kantong sutra karena alasan ekonomis. Jika menggunakan kaleng, biaya pembuatannya lebih mahal dan teh yang dikemas juga harus lebih banyak.
Pelanggan Sullivan awalnya menganggap kemasan ini sama saja dengan teh yang dimasukkan dalam saringan metal sehingga mereka langsung melemparkan begitu saja kemasan tersebut ke dalam air panas.
Baru kemudian mereka menyadari, ternyata kemasan tersebut cukup praktis untuk menyeduh teh secara langsung. Sejak saat itu, kepopuleran teh celup melonjak dan akhirnya mulai dipasarkan secara komersial pada 1904, dan dengan cepat popularitasnya menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Di Indonesia, kepopuleran teh celup tidak dapat dilepaskan dari merek teh celup SariWangi. SariWangi merupakan merek lokal asli Indonesia yang diperkenalkan pada 1973 dalam format teh celup, suatu cara modern baru untuk minum teh selain teh bubuk. Perusahaannya didirikan oleh Johan Alexander Supit pada tahun 1962.