Fimela.com, Jakarta Berdasarkan data WHO, ada lebih dari 285 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan mata, 39 juta di antaranya mengalami kebutaan, 124 juta dengan low vision serta 153 juta mengalami gangguan penglihatan karena kelainan refraksi yang tidak terkoreksi.
90% para penyandang gangguan penglihatan dan kebutaan mata ini hidup di negara dengan pendapatan rendah. Jika dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan apapun, maka jumlah penderita gangguan penglihatan mata dan kebutaan ini akan membengkak menjadi dua kali lipat pada tahun 2020.
Hasil Survei Kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness atau RAAB tahun 2014 – 2016 di lima belas provinsi dengan sasaran populasi usia 50 tahun ke atas diketahui bahwa angka kebutaan mencapai 3%.
Advertisement
BACA JUGA
Penyebab kebutaan terbanyak adalah katarak 81%, diikuti oleh kelainan segmen posterior non RD 5,8%, kekeruhan kornea non trachoma 2,8% kelainan bola mata/SSP abnormal 2,7%, glaukoma 2,5% dan kelainan refraksi 1,7%.
Sedangkan prevalensi gangguan penglihatan mata menurut Riskesdas Tahun 2013, diperkirakan 0,4% penduduk Indonesia mengalami kebutaan atau gangguan penglihatan. Sebanyak 80% dari para penyandang gangguan penglihatan dan kebutaan ini dapat dicegah bahkan diobati. Data ini mendasari fokus program penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan di Indonesia, pada penanggulangan katarak dan gangguan penglihatan dengan penyebab lainnya.
Advertisement
Penyebab gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dengan penyebab lainnya seperti Glaukoma, retinopati Diabetikum, Retinopathy of Prematurity (ROP) dan low vision juga menjadi prioritas program saat ini.
Glaukoma dan retinopati diabetikum dijadikan prioritas mengingat meningkatnya angka penyandang diabetes yakni diperkirakan 1 dari 3 Penderita Diabetes berisiko terkena Retinopati Diabetikum dan pasien dengan Diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan akibat retiniopati dibandingkan dengan yang nondiabetes. Penyakit – penyakit tidak menular merupakan salah satu faktor risiko gangguan penglihatan dan kebutaan.
Selain itu, dr. Sidik Sp. M mengatakan kebiasaan melihat layar terus menerus pasti akan mempengaruhi penglihatan. Jika dua jam berturut-turut menatap gadget berisiko mengalami mata minus.
Oleh karenanya, dr. Sidik menyarankan istirahat selama 10 menit ketika sudah menatap layar gadget selama dua jam. "Pengaruh gadget sebenarnya belum pernah diteliti. Tapi banyak anak jaman sekarang yang mengalami minus. Untuk itu, sebaiknya jangan main gadget di tempat gelap. Lebih baik di tempat terang, agar mata tidak terlalu lelah,"ujarnya saat ditemui di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (2/10).
Dampak gangguan penglihatan
Berdasarkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa gangguan penglihatan dan kebutaan memiliki implikasi yang multidimensional yakni:
1) Dampak fisik
Dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup, bahkan sampai pada berkurangnya produktifitas seseorang dalam melakukan pekerjaan ataupun aktivitas harian.
2) Dampak sosial
Akan timbul adalah rentan terhadap masalah kesehatan, risiko jatuh, depresi dan ketergantungan pada individu lain dalam hal ini yang terdekat adalah keluarga.
3) Dampak psikologis
Hal ini akan berkaitan dengan kepuasan dalam hidup maupun status emosional.