Fimela.com, Jakarta Luka akibat kekerasan emosional dalam hubungan mungkin tak mudah dikenali seperti luka akibat kekerasan fisik, namun bukan berarti luka akibat kekerasan emosional itu tak berbahaya. “Berbulan-bulan atau bertahun-tahun menderita kekerasan emosional dapat menyebabkan keraguan pada diri sendiri, bahkan pada kewarasan Anda,” kata Beverly Engel, seorang psikoterapis sekaligus penulis buku The Emotionally Abisive Relationship, sebagaimana dikutip dari Huffingtonpost. “Karena kekerasan itu biasanya terjadi secara personal, tidak ada saksi untuk memvalidasi pengalaman Anda,” lanjutnya.
BACA JUGA
Advertisement
Memang bagi kita mengalami sendiri pun akan sangat sulit untuk mengakui, bahwa kita sedang terjebak dalam hubungan yang mengandung kekerasan secara emosional. Tapi, kesadaran inilah langkah awal yang akan mengubah segalanya.
Bekerja sama dengan ahlinya, Huffingtonpost merangkum beberapa kebiasaan buruk yang dapat dijadikan pertanda adanya kekerasan secara emosional dalam hubungan.
Pertama-tama, mereka pasti akan berusaha jadi sosok pasangan yang sempurna, tapi itu tak berlaku lama. Pelaku kekerasan tahu betul bagaimana memanipulasi pasangannya dengan cinta yang semu. Selain itu, mereka juga selalu menolak bertanggung jawab atas dampak dari perbuatannya. Sebaliknya, mereka malah akan mencari celah untuk melimpahkan kesalahan di pundakmu.
Soal merendahkan, jangan ditanya. Itulah yang hampir selalu mereka lakukan. Di mata pasangan yang juga pelaku kekerasan emosional itu, kita akan selalu salah, selalu kurang, selalu rendah. Tujuan mereka hanya satu; membuat kita kehilangan power sehingga mereka bisa mendominasi. Apakah mereka akan merasa bersalah? Tentu tidak.
Mereka akan selalu mencari pembenaran akan sikap tersebut, dan kita akan jadi satu-satunya pihak yang dirugikan karena sikapnya itu akan membuat kita merusak diri sendiri dari dalam.
“Memang menantang sekaligus menakutkan untuk sepenuhnya mengakui bahwa kita berada dalam hubungan dengan pasangan yang kasar. Ketika Anda telah menginvestasikan waktu dan hati Anda dalam hubungan Anda dan banyak bagian dari diri Anda berputar di sekitar orang itu, lebih mudah dan aman untuk menerimanya daripada mengakui dampak dari perlakuan kasar tersebut,” ujar Lisa Ferentz, pekerja klinis sosial khusus trauma.
Kamu harus mengunjungi terapis, bergabung dalam grup pendukung, dan terbuka pada teman atau keluarga yang bisa kamu percaya untuk kamu ceritakan soal ini dan mencari jalan keluarnya bersama.