Fimela.com, Jakarta Aksi bom bunuh diri dan terorisme kerap dikaitkan dengan fanatisme. Sebenarnya, fanatisme bukan cuma terhadap agama, kepercayaan tertentu saja. Tapi juga pada segala hal, termasuk idola, aliran musik, makanan, politik, dan lain sebagainya.
Akibat fanatisme, tak jarang kekerasan terjadi. Bahkan, bukan cuma melukai diri sendiri dan orang lain, fanatisme juga bisa mencabut nyawa.
Advertisement
BACA JUGA
Bukan cuma sekadar fenomena, ternyata fanatisme terkait soal psikologi seseorang. Seorang psikolog klini, Ayu Pradani Sugiyanto Putri, M.Psi, mengatakan kepada Liputan6.com kalau fanatisme terjadi ketika seseorang menyakini sesuatu secara ekstrem.
Fanatisme juga bisa dikatogorikan sebagai gangguan psikologis, ketika dampaknya mengganggu orang di sekitar. "Ketika fanatisme sudah memberikan dampak buruk bagi diri orang tersebut dan mengganggu orang di sekitarnya, hal tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai gangguan psikologis," kata Ayu saat dihubungi Health-Liputan6, Selasa (13/2/2018).
Pasalnya, mereka sangat yakin kalau apa yang mereka lakukan adalah benar dan tepat. Meskipun orang lain dirugikan. Meskipun orang lain terluka, baik secara fisik maupun psikologis. Bahkan mereka tak peduli jika harus mencabut nyawa.
"Ketika sudah meyakini secara ekstrem suatu hal sebagai sesuatu yang benar, seseorang cenderung mengabaikan informasi yang kontradiktif dengan keyakinannya dan mereka tidak mampu untuk melihat sudut pandang lain dari hal tersebut," katanya seperti dikutip dari Liputan6.com.
Advertisement
Orang Fanatik Dapat Kepuasan dari Kekerasan
Karena tak bisa melihat sudut pandang lain, dampak dari perilaku ini adalah kekerasan. Mereka mendapat kepuasan dari perilaku mereka.
"Mereka tidak mampu melihat sudut pandang lain dan dampak dari perilaku yang mereka tampilkan pada orang lain sehingga hal yang ditampilkan cenderung merupakan hal negatif," terang Ayu kepada Liputan6.com.