Jakarta Ayla Dimitri, Olivia Lazuardy, Chriselle Lim, atau Jaclyn Hill bukanlah selebriti. Tapi pendapatan mereka sebagai influencer untuk berbagai merk fashion dan kecantikan yang memercayakan kemampuan mereka tak bisa dianggap sepele. Melihat fenomena ini, maka kita bisa berucap, “selamat datang di era influencer!”
Era digital memang banyak membawa perubahan. Bukan hanya dari cara kita berkomunikasi, mendengarkan musik, atau membaca berita, tapi juga cara kerja bisnis melebarkan sayapnya. Dulu, hanya selebriti terkenal yang memiliki kans untuk menjadi representasi sebuah merk komersial. Kesempatan untuk terkenal pun terbatas pada layar televisi atau panggung hiburan. Namun setelah digitalisasi mewabah dan semua serba online, banyak hal berubah.
Advertisement
Data yang dilansir dari onalytica.com menyatakan bahwa 15% konsumen menentukan pilihan suatu barang atau jasa karena pengaruh bintang iklannya yang selebriti. Dan, 20% konsumen lainnya, membeli produk fashion atau kecantikan karena lebih yakin dan percaya setelah membaca atau melihat review dari blogger. Maka tak heran, bila nama Michelle Phan memberi pengaruh yang lebih besar ketika mengulas produk skin care yang dibelinya dari drugstore ketimbang Emma Watson yang bercerita tentang produk high end yang mengontraknya sebagai brand ambassador. Kejadian serupa juga terjadi pada omset penjualan untuk produk kecantikan atau lini fashion yang bekerja sama dengan para influencer.
Bila ditelaah, kesuksesan itu bisa diraih karena ulasan para influencer dianggap jujur dan punya keterikatan emosional dengan konsumen. Ditambah lagi, masing-masing influencer punya pembaca atau penonton setia, sehingga engagement itu bisa terjalin secara organik. Tentu itu adalah sebuah kenyataan yang mencengangkan, karena dunia bisnis sangat berubah. Namun, hal ini menjadi perkembangan baik pula untuk banyak pihak, karena jurang antara pelaku bisnis dan konsumen bisa dijembatani oleh para influencer.
Apakah kamu tertarik untuk menjadi seorang influencer juga, Fimelova?